Kamis, 07 Juni 2012

NGENTOT TANTE TEMEN MAMA

Filled under:



www.namihotpic.com Sejak setelah menikah, Mama tinggal di rumah kecil kami beberapa bulan sambil menunggu bangunan rumah baru mereka selesai. Lagi-lagi, rumah baru mereka tidak jauh dari bengkel ayah. Ayah menolak tinggal di rumah tante Tina karena alasan pribadi ayah. Setelah banyak process yang dilakukan antara ayah dan Mama, akhirnya bengkel tempat ayah bekerja, kini menjadi milik ayah dan Mama sepenuhnya.
Ayah pernah memohon kepada Mama agar dia ingin tetap dapat bekerja di bengkel, dan terang saja bengkel itu langsung Mama putuskan untuk dibeli saja. Maklum Mama adalah ‘business-minded person’. Aku semakin sayang dengan Mama, karena pada akhirnya cita-cita ayah untuk memiliki bengkel sendiri terkabulkan. Kini bengkel ayah makin besar setelah Mama ikut berperan besar di sana. Banyak renovasi yang mereka lakukan yang membuat bengkel ayah tampak lebih menarik.
Pelanggan ayah makin bertambah, dan kali ini banyak dari kalangan orang-orang kaya. Ayah tidak memecat pegawai-pegawai lama di sana, malah menaikkan gaji mereka dan memperlakukan mereka seperti saat dia diperlakukan oleh pemilik bengkel yang lama. Kehidupan dan gaya hidupku & ayah benar-benar berubah 180 derajat. Kini ayah sering melancong ke luar negeri bersama Mama, dan aku sering ditinggal di rumah sendiri dengan pembantu. Alasan aku ditinggal mereka karena aku masih harus sekolah.
Mama sering mengundang teman-teman lamanya bermain di rumah. Salah satu temannya bernama tante Ranti. Tante Ranti saat itu hanya 15 tahun lebih tua dariku. Semestinya dia pantas aku panggil kakak daripada tante, karena wajahnya yang masih terlihat seperti orang berumur 20 tahunan. Tanti Ranti adalah pelanggan tetap salon kecantikan Mama, dan kemudian menjadi teman baik Mama.
Wajah tante Ranti tergolong cantik dengan kulitnya yang putih bersih. Payudara yang indah dan pinggulnya yang bukan main. Maklum anak orang kaya yang suka tandang ke salon kecantikan. Tante Ranti sering main ke rumah dan kadang kala ngobrol atau gossip dengan Mama berjam-jam. Tidak jarang tante Ranti keluar bersama kami sekeluarga untuk nonton bioskop, window shopping atau ngafe di mall. Aku pernah sempat bertanya tentang kehidupan pribadi tante Ranti. Mama bercerita bahwa tante Ranti itu bukanlah janda cerai atau janda apalah. Tapi tante Ranti sempat ingin menikah, tapi ternyata pihak dari laki-laki memutuskan untuk mengakhiri pernikahan itu. Alasan-nya tidak dijelaskan oleh Mama, karena mungkin aku masih terlalu muda untuk mengerti hal-hal seperti ini.
Pada suatu hari ayah dan Mama lagi-lagi cabut dari rumah. Tapi kali ini mereka tidak ke luar negeri, tapi hanya melancong ke kota Surabaya saja selama akhir pekan. Lagi-lagi hanya aku dan pembantu saja yang tinggal di rumah. Saat itu aku ingin sekali kabur dari rumah, dan menginap di rumah teman. Tiba-tiba bel rumah berbunyi dan waktu itu masih jam 5:30 sore di hari Sabtu. Ayah dan Mama baru 1/2 jam yang lalu berangkat ke Surabaya. Aku pikir mereka kembali ke rumah mengambil barang yang ketinggalan.
Sewaktu pintu rumah dibuka oleh pembantu, suara tante Ranti menyapanya. Aku hanya duduk bermalas-malasan di sofa ruang tamu sambil nonton acara TV. Tiba-tiba aku disapanya.
“Kandi kok ngga ikut papa mama ke Surabaya?” tanya tante Ranti.
“Kalo ke Surabaya sih Kandi malas, tante. Kalo ke Singapore Kandi mau ikut.” jawabku santai.
“Yah kapan-kapan aja ikut tante ke Singapore. Tante ada apartment di sana” tungkas tante Ranti.
Aku pun hanya menjawab apa adanya “Ok deh. Ntar kita pigi rame-rame aja. Tante ada perlu apa dengan mama? Nyusul aja ke Surabaya kalo penting.”.
“Kagak ada sih. Tante cuman pengen ajak mamamu makan aja. Yah sekarang tante bakalan makan sendirian nih. Kandi mau ngga temenin tante?”.
“Emang tante mau makan di mana?”
“Tante sih mikir Burger.”
“Males ah ogut kalo Burger.”
“Trus Kandi maunya pengen makan apa?”
“Makan di Muara Karang aja tante. Di sono kan banyak pilihan, ntar kita pilih aja yang kita mau.”
“Oke deh. Mau cabut jam berapa?”
“Entaran aja tante. Kandi masih belon laper. Jam 7 aja berangkat. Tante duduk aja dulu.”
Kami berdua nonton bersebelahan di sofa yang empuk. Sore itu tante Ranti mengenakan baju yang lumayan sexy. Dia memakai rok ketat sampai 10 cm di atas lutut, dan atasannya memakai baju berwarna orange muda tanpa lengan dengan bagian dada atas terbuka (kira-kira antara 12 sampai 15cm kebawah dari pangkal lehernya). Kaki tante Ranti putih mulus, tanpa ada bulu kaki 1 helai pun. Mungkin karena dia rajin bersalon ria di salon Mama, paling tidak seminggu 2 kali. Bagian dada atasnya juga putih mulus. Kami nonton TV dengan acara/channel seadanya saja sambil menunggu sampai jam 7 malam. Kami juga kadang-kadang ngobrol santai, kebanyakan tante Ranti suka bertanya tentang kehidupan sekolahku sampai menanyakan tentang kehidupan cintaku di sekolah. Aku mengatakan kepada tante Ranti bahwa aku saat itu masih belum mau terikat dengan masalah percintaan jaman SMA. Kalo naksir sih ada, cuma aku tidak sampai mengganggap terlalu serius.
Semakin lama kami berbincang-bincang, tubuh tante Ranti semakin mendekat ke arahku. Bau parfum Chanel yg dia pakai mulai tercium jelas di hidungku. Tapi aku tidak mempunyai pikiran apa-apa saat itu.
“Kandi, kamu suka dikitik-kitik ngga kupingnya?”.
“Huh? Mana enak?” tanyaku.
“Mau tante kitik kuping Kandi?” tante Ranti menawarkan/
“Hmmm…boleh aja. Mau pake cuttonbud?” tanyaku sekali lagi.
“Ga usah, pake bulu kemucing itu aja” tundas tante Ranti.
“Idih jorok nih tante. Itu kan kotor. Abis buat bersih-bersih ama mbak.” jawabku spontan.
“Alahh sok bersihan kamu Kandi. Kan cuman ambil 1 helai bulunya aja. Lagian kamu masih belum mandi kan? Jorok mana hayo!” tangkas tante Ranti.
“Percaya tante deh, kamu pasti demen. Sini baring kepalanya di paha tante.” lanjutnya.
Seperti sapi dicucuk hidungnya, aku menurut saja dengan tingkah polah tante Ranti. Ternyata memang benar adanya, telinga ‘dikitik-kitik’ dengan bulu kemucing benar-benar enak tiada tara. Baru kali itu aku merasakan enaknya, serasa nyaman dan pengen tidur aja jadinya. Dan memang benar, aku jadi tertidur sampe sampai jam sudah menunjukkan pukul 7 lewat. Suara lembut membisikkan telingaku.
“Kandi, bangun yuk. Tante dah laper nih.” kata tante.
“Erghhhmmm … jam berapa sekarang tante.” tanyaku dengan mata yang masih setengah terbuka.
“Udah jam 7 lewat Kandi. Ayo bangun, tante dah laper. Kamu dari tadi asyik tidur tinggalin tante. Kalo dah enak jadi lupa orang kamu yah.” kata tante sambil mengelus lembut rambutku.
“Masih ngantuk nih tante … makan di rumah aja yah? Suruh mbak masak atau beli mie ayam di dekat sini.”
“Ahhh ogah, tante pengen jalan-jalan juga kok. Bosen dari tadi bengong di sini.”
“Oke oke, kasih Kandi lima menit lagi deh tante.” mintaku.
“Kagak boleh. Tante dah laper banget, mau pingsan dah.”
Sambil malas-malasan aku bangun dari sofa. Kulihat tante Ranti sedang membenarkan posisi roknya kembali. Alamak gaya tidurku kok jelek sekali sih sampe-sampe rok tante Ranti tersingkap tinggi banget. Berarti dari tadi aku tertidur di atas paha mulus tante Ranti, begitulah aku berpikir. Ada rasa senang juga di dalam hati.
Setelah mencuci muka, ganti pakaian, kita berdua berpamitan kepada pembantu rumah kalau kita akan makan keluar. Aku berpesan kepada pembantu agar jangan menunggu aku pulang, karena aku yakin kita pasti bakal lama. Jadi aku membawa kunci rumah, untuk berjaga-jaga apabila pembantu rumah sudah tertidur.
“Nih kamu yang setir mobil tante dong.”
“Ogah ah, Kandi cuman mau setir Baby Benz tante. Kalo yang ini males ah.” candaku. Waktu itu tante Ranti membawa sedan Honda, bukan Mercedes-nya.
“Belagu banget kamu. Kalo ngga mau setir ini, bawa itu Benz-nya mama.” balas tante Ranti.
“No way … bisa digantung ogut ama papa mama.” jawabku.
“Iya udah kalo gitu setir ini dong.” jawab tante Ranti sambil tertawa kemenangan.
Mobil melaju menyusuri jalan-jalan kota Jakarta. Tante Ranti seperti bebek saja, ngga pernah stop ngomong and gossipin teman-temannya. Aku jenuh banget yang mendengar. Dari yang cerita pacar teman-temannya lah, sampe ke mantan tunangannya. Sesampai di daerah Muara Karang, aku memutuskan untuk makan bakmi bebeknya yang tersohor di sana. Untung tante Ranti tidak protes dengan pilihan saya, mungkin karena sudah terlalu lapar dia.
Setelah makan, kita mampir ke tempat main bowling. Abis main bowling tante Ranti mengajakku mampir ke rumahnya. Tante Ranti tinggal sendiri di apartemen di kawasan Taman Anggrek. Dia memutuskan untuk tinggal sendiri karena alasan pribadi juga. Ayah dan Mama tante Ranti sendiri tinggal di Bogor. Saat itu aku tidak tau apa pekerjaan sehari-hari tante Ranti, yang tante Ranti tidak pernah merasa kekurangan materi.
Apartemen tante Ranti lumayan bagus dengan tata interior yang classic. Di sana tidak ada siapa-siapa yang tinggal di sana selain tante Ranti. Jadi aku bisa maklum apabila tante Ranti sering keluar rumah. Pasti jenuh apabila tinggal sendiri di apartemen.
“Anggap rumah sendiri Kandi. Jangan malu-malu. Kalau mau minum ambil aja sendiri yah.”
“Kalo begitu, Kandi mau yang ini.” sambil menunjuk botol Hennessy V.S.O.P yang masih disegel.
“Kagak boleh, masih dibawah umur kamu.” cegah tante Ranti.
“Tapi Kandi dah umur 17 tahun. Mestinya ngga masalah” jawabku dengan bermaksud membela diri.
“Kalo kamu memaksa yah udah. Tapi jangan buka yang baru, tante punya yang sudah dMamaka botolnya.”.
Tiba-tiba suara tante Ranti menghilang dibalik master bedroomnya. Aku menganalisa ruangan sekitarnya. Banyak lukisan-lukisan dari dalam dan luar negeri terpampang di dinding. Lukisan dalam negerinya banyak yang bergambarkan wajah-wajah cantik gadis-gadis Bali. Lukisan yang berbobot tinggi, dan aku yakin pasti bukan barang yang murahan.
“Itu tante beli dari seniman lokal waktu tante ke Bali tahun lalu” kata tante Ranti memecahkan suasana hening sebelumnya.
“Bagus tante. High taste banget. Pasti mahal yah?!” jawabku kagum.
“Ngga juga sih. Tapi tante tidak pernah menawar harga dengan seniman itu, karena seni itu mahal. Kalo tante tidak cocok dengan harga yang dia tawarkan, tante pergi saja.”
Aku masih menyMamakkan diri mengamati lukisan-lukisan yang ada, dan tante Ranti tidak bosan menjelaskan arti dari lukisan-lukisan tersebut. Tante Ranti ternyata memiliki kecintaan tinggi terhadap seni lukis.
“Ok deh. Kalo begitu Kandi mau pamit pulang dulu tante. Dah hampir jam 11 malam. Tante istirahat aja dulu yah.” kataku.
“Ehmmm … tinggal dulu aja di sini. Tante juga masih belum ngantuk. Temenin tante bentar yah.” mintanya sedikit memohon.
Aku juga merasa kasihan dengan keadaan tante Ranti yang tinggal sendiri di apartemen itu. Jadi aku memutuskan untuk tinggal 1 atau 2 jam lagi, sampai nanti tante Ranti sudah ingin tidur.
“Kita main UNO yuk?!” ajak tante Ranti.
“Apa itu UNO?!” tanyaku penasaran.
“Walah kamu ngga pernah main UNO yah?” tanya tante Ranti. Aku hanya menggeleng-gelengkan kepala.
“Wah kamu kampung boy banget sih.” canda tante Ranti. Aku hanya memasang tampak cemburut canda.
Tante Ranti masuk ke kamarnya lagi untuk membawa kartu UNO, dan kemudian masuk ke dapur untuk mempersiapkan hidangan bersama minuman. Tante Ranti membawa kacang mente asin, segelas wine merah, dan 1 gelas Hennessy V.S.O.P on rock (pake es batu). Setelah mengajari aku cara bermain UNO, kamipun mulai bermain-main santai sambil makan kacang mente. Hennesy yang aku teguk benar-benar keras, dan baru 2 atau 3 teguk badanku terasa panas sekali. Aku biasanya hanya dikasih 1 sisip saja oleh ayah, tapi ini skrg aku minum sendirian.
Kepalaku terasa berat, dan mukaku panas. Melihat kejadian ini, tante Ranti menjadi tertawa, dan mengatakan bahwa aku bukan bakat peminum. Terang aja, ini baru pertama kalinya aku minum 1 gelas Hennessy sendirian.
“Tante, anterin Kandi pulang yah. Kepala ogut rada berat.”
“Kalo gitu stop minum dulu, biar ngga tambah pusing.” jawab tante Ranti.
Aku merasa tante Ranti berusaha mencegahku untuk pulang ke rumah. Tapi lagi-lagi, aku seperti sapi dicucuk hidung-nya, apa yang tante Ranti minta, aku selalu menyetujuinya. Melihat tingkahku yang suka menurut, tante Ranti mulai terlihat lebih berani lagi. Dia mengajakku main kartu biasa saja, karena bermain UNO kurang seru kalau hanya berdua. Paling tepat untuk bermain UNO itu berempat.
Tapi permainan kartu ini menjadi lebih seru lagi. Tante mengajak bermain blackjack, siapa yang kalah harus menuruti permintaan pemenang. Tapi kemudian tante Ranti ralat menjadi ‘Truth & Dare’ game. Permainan kami menjadi seru dan terus terang aja tante Ranti sangat menikmati permainan ‘Truth & Dare’, dan dia sportif apabila dia kalah. Pertama-tama bila aku menang dia selalu meminta hukuman dengan ‘Truth’ punishment, lama-lama aku menjadi semakin berani menanyakan yang bukan-bukan. Sebaliknya dengan tante Ranti, dia lebih suka memaksa aku untuk memilih ‘Dare’ agar dia bisa lebih leluasa mengerjaiku. Dari yang disuruh pushup 1 tangan, menari balerina, menelan es batu seukuran bakso, dan lain-lain. Mungkin juga tidak ada pointnya buat tante Ranti menanyakan the ‘Truth’ tentang diriku, karena kehidupanku terlihat lurus-lurus saja menurutnya.
Ini adalah juga kesempatan untuk menggali the ‘Truth’ tentang kehidupan pribadinya. Aku pun juga heran kenapa aku menjadi tertarik untuk mencari tahu kehidupannya yang sangat pribadi. Mula-mula aku bertanya tentang mantan tunangannya, kenapa sampai batal pernikahannya. Sampai pertanyaan yang menjurus ke seks seperti misalnya kapan pertama kali dia kehilangan keperawanan. Semuanya tanpa ragu-ragu tante Ranti jawab semua pertanyaan-pertanyaan pribadi yang aku lontarkan.
Kini permainan kami semakin wild dan berani. Tante Ranti mengusulkan untuk mengkombinasikan ‘Truth & Dare’ dengan ‘Strip Poker’. Aku pun semakin bergairah dan menyetujui saja usul tante Ranti.
“Yee, tante menang lagi. Ayo lepas satu yang menempel di badan kamu.” kata tante Ranti dengan senyum kemenangan.
“Jangan gembira dulu tante, nanti giliran tante yang kalah. Jangan nangis loh yah kalo kalah.” jawabku sambil melepas kaus kakiku.
Selang beberapa lama … “Nahhh, kalah lagi … kalah lagi … lepas lagi … lepas lagi.”. Tante Ranti kelihatan gembira sekali. Kemudian aku melepas kalung emas pemberian Mama yang aku kenakan.
“Ha ha ha … two pairs, punya tante one pair. Yes yes … tante kalah sekarang. Ayo lepas lepas …” candaku sambil tertawa gembira.
“Jangan gembira dulu. Tante lepas anting tante.” jawab tante sambil melepas anting-anting yang dikenakannya.
Aku makin bernapsu untuk bermain. Mungkin bernapsu untuk melihat tante Ranti bugil juga. Aku pengen sekali menang terus.
“Full house … yeahhh … kalah lagi tante. Ayo lepas … ayo lepas …”. Aku kini menari-nari gembira.
Terlihat tante Ranti melepas jepit rambut merahnya, dan aku segera saja protes “Loh, curang kok lepas yang itu?”.
“Loh, kan peraturannya lepas semuanya yang menempel di tubuh. Jepit tante kan nempel di rambut dan rambut tante melekat di kepala. Jadi masih dianggap menempel dong.” jawabnya membela.
Aku rada gondok mendengar pembelaan tante Ranti. Tapi itu menjadikan darahku bergejolak lebih deras lagi.
“Straight … Kandi … One Pair … Yes tante menang. Ayo lepas! Jangan malu-malu!” seru tante Ranti girang.
Aku pun segera melepas jaket aku yang kenakan. Untung aku selalu memakai jaket tipis biar keluar malam. Lihatlah pembalasanku, kataku dalam hati.
“Kandi Three kind … tante … one pair … ahhh … lagi-lagi tante kalah” sindirku sambil tersenyum.
Tanpa diberi aba-aba dan tanpa malu-malu, tante melepas baju atasannya. Aku serentak menelan ludah, karena baju atasan tante telah terlepas dan kini yang terlihat hanya BH putih tante. Belahan Toket-nya terlihat jelas, putih bersih. Kandi junior dengan serentak langsung menegang, dan kedua mataku terpaku di daerah belahan dadanya.
“Hey, lihat kartu dong. Jangan liat di sini.” canda tante sambil menunjuk belahan dadanya. Aku kaget sambil tersenyum malu.
“Yes Full House, kali ini tante menang. Ayo buka … buka”. Tampak tante Ranti girang banget bisa dia menang. Kali ini aku lepas atasanku, dan kini aku terlanjang dada.
“Ck ck ck … pemain basket nih. Badan kekar dan hebat. Coba buktikan kalo hokinya juga hebat.” sindir tante Ranti sambil tersenyum.
Setelah menegak habis wine yang ada di gelasnya, tante Ranti kemudian beranjak dari tempat duduknya menuju ke dapur dengan keadaan dada setengah terlanjang. Tak lama kemudian tante Ranti membawa sebotol wine merah yang masih 3/4 penuh dan sebotol V.S.O.P yang masih 1/2 penuh.
“Mari kita bergembira malam ini. Minum sepuas-puasnya.” ucap tante Ranti.
Kami saling ber-tos ria dan kemudian melanjutkan kembali permainan strip poker kami.
“Yesss … ” seruku dengan girangnya pertanda aku menang lagi.
Tanpa disuruh, tante Ranti melepas rok mininya dan aduhaiii, kali ini tante Ranti hanya terliat mengenakan BH dan celana dalam saja. Malam itu dia mengenakan celana dalam yang kecil imut berwarna pink cerah. Tidak tampak ada bulu-bulu pubis disekitar selangkangannya. Aku sempat berpikir apakah tante Ranti mencukur semua bulu-bulu pubisnya.
***
 Muka tante Ranti sedikit memerah. Kulihat tante Ranti sudah menegak abis gelas winenya yang kedua. Apakah dia berniat untuk mabuk malam ini? Aku kurang sedikit perduli dengan hal itu. Aku hanya bernafsu untuk memenangkan permainan strip poker ini, agar aku bisa melihat tubuh terlanjang tante Ranti.
“Yes, yes, yes …” senyum kemenangan terlukis indah di wajahku.
Tante Ranti kemudian memandangkan wajahku selang beberapa saat, dan berkata dengan nada genitnya “Sekarang Kandi tahan napas yah. Jangan sampai seperti kesetrum listrik loh”. Kali ini tante Ranti melepaskan BH-nya dan serentak jatungku ingin copot. Benar apa kata tante Ranti, aku seperti terkena setrum listrik bertegangan tinggi. Dadaku sesak, sulit bernapas, dan jantungku berdegup kencang. Inilah pertama kali aku melihat Toket wanita dewasa secara jelas di depan mata. Toket tante Ranti sungguh indah dengan putingnya yang berwarna coklat muda menantang.
“Aih Kandi, ngapain liat susu tante terus. Tante masih belum kalah total. Mau lanjut ngga?” tanya tante Ranti. Aku hanya bisa menganggukkan kepala pertanda ‘iya’.
“Pertama kali liat susu cewek yah? Ketahuan nih. Dasar genit kamu.” tambah tante Ranti lagi. Aku sekali lagi hanya bisa mengangguk malu.
Aku menjadi tidak berkonsentrasi bermain, mataku sering kali melirik kedua Toketnya dan selangkangannya. Aku penasaran sekali ada apa dibalik celana dalam pinknya itu. Tempat di mana menurut teman-teman sekolah adalah surga dunia para lelaki. Aku ingin sekali melihat bentuknya dan kalo bisa memegang atau meraba-raba.
Akibat tidak berkonsentrasi main, kali ini aku yang kalah, dan tante Ranti meminta aku melepas celana yang aku kenakan. Kini aku terlanjang dada dengan hanya mengenakan celana dalam saja. Tante Ranti hanya tersenyum-senyum saja sambil menegak wine-nya lagi. Aku sengaja menolak tawaran tante Ranti untuk menegak V.S.O.P-nya, dengan alasan takut pusing lagi.
Karena kami berdua hanya tinggal 1 helai saja di tubuh kami, permainan kali ini ada finalnya. Babak penentuan apakah tante Ranti akan melihat aku terlanjang bulat atau sebaliknya. Aku berharap malam itu malaikat keberuntungan berpihak kepadaku.
Ternyata harapanku sirna, karena ternyata malaikat keberuntungan berpihak kepada tante Ranti. Aku kecewa sekali, dan wajah kekecewaanku terbaca jelas oleh tante Ranti. Sewaktu aku akan melepas celana dalamku dengan malu-malu, tiba-tiba tante Ranti mencegahnya.
“Tunggu Kandi. Tante ngga mau celana dalam mu dulu. Tante mau Dare Kandi dulu. Ngga seru kalo game-nya cepat habis kayak begini” kata tante Ranti. Setelah meneguk wine-nya lagi, tante Ranti terdiam sejenak kemudian tersenyum genit. Senyum genitnya ini lebih menantang daripada yang sebelum-sebelumnya.
“Tante dare Kandi untuk … hmmm … cium bibir tante sekarang.” tantang tante Ranti.
“Ahh, yang bener tante?” tanyaku.
“Iya bener, kenapa ngga mau? Jijik ama tante?” tanya tante Ranti.
“Bukan karena itu. Tapi … Kandi belum pernah soalnya.” jawabku malu-malu.
“Iya udah, kalo gitu cium tante dong. Sekalian pelajaran pertama buat Kandi.” kata tante Ranti.
Tanpa berpikir ulang, aku mulai mendekatkan wajahku ke wajah tante Ranti. Tante Ranti kemudian memejamkan matanya. Pertamanya aku hanya menempelkan bibirku ke bibir tante Ranti. Tante Ranti diam sebentar, tak lama kemudian bibirnya mulai melumat-lumat bibirku perlahan-lahan. Aku mulai merasakan bibirku mulai basah oleh air liur tante Ranti. Bau wine merah sempat tercium di hidungku.
Aku pun tidak mau kalah, aku berusaha menandinginya dengan membalas lumatan bibir tante Ranti. Maklum ini baru pertama, jadi aku terkesan seperti anak kecil yang sedang melumat-lumat ice cream. Selang beberapa saat, aku kaget dengan tingkah baru tante Ranti. Tante Ranti dengan serentak menjulurkan lidahnya masuk ke dalam mulutku. Anehnya aku tidak merasa jijik sama sekali, malah senang dMamaatnya. Aku temukan lidahku dengan lidah tante Ranti, dan kini lidah kami kemudian saling berperang di dalam mulutku dan terkadang pula di dalam mulut tante Ranti.
Kami saling berciuman bibir dan lidah kurang lebih 5 menit lamanya. Nafasku sudah tak karuan, dah kupingku panas dMamaatnya. Tante Ranti seakan-akan menikmati betul ciuman ini. Nafas tante Ranti pun masih teratur, tidak ada tanda sedikitpun kalau dia tersangsang.
“Sudah cukup dulu. Ayo kita sambung lagi pokernya” ajak tante Ranti.
Aku pun mulai mengocok kartunya, dan pikiranku masih terbayang saat kita berciuman. Aku ingin sekali lagi mencium bibir lembutnya. Kali ini aku menang, dan terang saja aku meminta jatah sekali lagi berciuman dengannya. Tante Ranti menurut saja dengan permintaanku ini, dan kami pun saling berciuman lagi. Tapi kali ini hanya sekitar 2 atau 3 menit saja.
“Udah ah, jangan ciuman terus dong. Ntar Kandi bosan ama tante.” candanya.
“Masih belon bosan tante. Ternyata asyik juga yah ciuman.” jawabku.
“Kalo ciuman terus kurang asyik, kalo mau sih …” seru tante Ranti kemudian terputus. Kalimat tante Ranti ini masih menggantung bagiku, seakan-akan dia ingin mengatakan sesuatu yang menurutku sangat penting. Aku terbayang-bayang untuk bermain ‘gila’ dengan tante Ranti malam itu.
Aku semakin berani dan menjadi sedikit tidak tau diri. Aku punya perasaan kalo tante Ranti sengaja untuk mengalah dalam bermain poker malam itu. Terang aja aku menang lagi kali ini. Aku sudah terburu oleh napsuku sendiri, dan aku sangat memanfaatkan situasi yang sedang berlangsung.
“Kandi menang lagi tuh. Jangan minta ciuman lagi yah. Yang lain dong …” sambut tante Ranti sambil menggoda.
“Hmm … apa yah.” pikirku sejenak.
“Gini aja, Kandi pengen emut-emut susu tante Ranti.” jawabku tidak tau malu.
Ternyata wajah tante Ranti tidak tampak kaget atau marah, malah balik tersenyum kepadaku sambil berkata “Sudah tante tebak apa yang ada di dalam pikiran kamu, Kandi.” “Boleh kan tante?!” tanyaku penasaran. Tante Ranti hanya mengangguk pertanda setuju.
Kemudian aku dekatkan wajahku ke Toket sebelah kanan tante Ranti. Bau parfum harum yang menempel di tubuhnya tercium jelas di hidungku. Tanpa ragu-ragu aku mulai mengulum puting susu tante Ranti dengan lembut. Kedua telapak tanganku berpijak mantap di atas karpet ruang tamu tante Ranti, memberikan fondasi kuat agar wajahku tetap bebas menelusuri Toket tante Ranti. AKu kulum bergantian puting kanan dan puting kiri-nya. Kuluman yang tante Ranti dapatkan dariku memberikan sensasi terhadap tubuh tante Ranti. Dia tampak menikmati setiap hisapan-hisapan dan jilatan-jilatan di puting susu-nya. Nafas tante Ranti perlahan-lahan semakin memburu, dan terdengar desahan dari mulutnya. Kini aku bisa memastikan bahwa tante Ranti saat ini sedang terangsang atau istilah modern-nya ‘sange.
“Kandiss … kamu nakal banget sih! … haahhh … Tante kamu apain?” bisik tante Ranti dengan nada terputus-putus.
Aku tidak mengubris kata-kata tante Ranti, tapi malah semakin bersemangat memainkan kedua puting susunya. Tante Ranti tidak memberikan perlawanan sedikitpun, malah seolah-olah seperti memberikan lampu hijau kepadaku untuk melakukan hal-hal yang tidak senonoh terhadap dirinya.
Aku mencoba mendorong tubuh tante Ranti perlahan-lahan agar dia terbaring di atas karpet. Ternyata tante Ranti tidak menahan/menolak, bahkan tante Ranti hanya pasrah saja. Setelah tubuhnya terbaring di atas karpet, aku menghentikan serangan gerilyaku terhadap Toket tante Ranti. Aku perlahan-lahan menciumi leher tante Ranti, dan oh my, wangi betul leher tante Ranti. Tante Ranti memejamkan kedua matanya, dan tidak berhenti-hentinya mendesah. Aku jilat lembut kedua telinganya, memberikan sensasi dan getaran yang berbeda terhadap tubuhnya. Aku tidak mengerti mengapa malam itu aku seakan-akan tau apa yang harus aku lakukan, padahal ini baru pertama kali seumur hidupku menghadapi suasana seperti ini.
Kemudian aku melandaskan kembali bibirku di atas bibir tante Ranti, dan kami kembali berciuman mesra sambil berperang lidah di dalam mulutku dan terkadang di dalam mulut tante Ranti. Tanganku tidak tinggal diam. Telapak tangan kiriku menjadi bantal untuk kepala belakang tante Ranti, sedangkan tangan kananku meremas-remas Toket kiri tante Ranti.
Tubuh tante Ranti seperti cacing kepanasan. Nafasnya terengah-engah, dan dia tidak berkonsentrasi lagi berciuman denganku. Tanpa diberi komando, tante Ranti tiba-tiba melepas celana dalamnya sendiri. Mungkin saking ‘Sange’-nya, otak tante Ranti memberikan instinct bawah sadar kepadanya untuk segera melepas celana dalamnya.
Aku ingin sekali melihat vagina tante Ranti saat itu, namun tante Ranti tiba-tiba menarik tangan kananku untuk mendarat di memeknya. “Alamak …”, pikirku kaget. Ternyata kemaluan/memek tante Ranti mulus sekali. Ternyata semua bulu jembut tante Ranti dicukur abis olehnya. Dia menuntun jari tengahku untuk memainkan daging mungil yang menonjol di memeknya. Para pembaca pasti tau nama daging mungil ini yang aku maksudkan itu. Secara umum daging mungil itu dinamakan biji etil atau biji etel atau itil memek saja. Aku putar-putar itil memek tante Ranti berotasi searah jarum jam atau berlawanan arah jarum jam. Kini memek tante Ranti mulai basah dan licin.
“Kandiss … kamu yah … aaahhhh … kok berani ama tante?” tanya tante Ranti terengah-engah.
“Kan tante yang suruh tangan Kandi ke sini?” jawabku.
“Masa sihhh … tante lupa … aahhh Kandiss … Kandiss … kamu kok nakal?” tanya tante Ranti lagi.
“Nakal tapi tante bakal suka kan?” candaku gemas dengan tingkah tante Ranti.
“Iyaaa … nakalin tante pleasee …” suara tante Ranti mulai serak-serak basah.
Aku tetap memainkan itil memek tante Ranti, dan ini membuatnya semakin menggeliat hebat. Tak lama kemudian tante Ranti menjerit kencang seakaan-akan terjadi gempa bumi saja. Tubuhnya mengejang dan kuku-kuku jarinya sempat mencakar bahuku. Untung saja tante Ranti bukan tipe wanita yang suka merawat kuku panjang, jadi cakaran tante Ranti tidak sakit buatku.
“Kandi … tante datangggg uhhh oohhh …” erang tante Ranti. Aku yang masih hijau waktu itu kurang mengerti apa arti kata ‘datang’ waktu itu. Yang pasti setelah mengatakan kalimat itu, tubuh tante Ranti lemas dan nafasnya terengah-engah.
Dengan tanpa di beri aba-aba, aku lepas celana dalamku yang masih saja menempel. Aku sudah lupa sejak kapan batang Kontol ku tegak. Aku siap menikmati tubuh tante Ranti, tapi sedikit ragu, karena takut akan ditolak oleh tante Ranti. Keragu-raguanku ini terbaca oleh tante Ranti. Dengan lembutnya tante Ranti berkata, “Kandi, kalo pengen tidurin tante, mendingan cepetan deh, sebelon gairah tante habis. Tuh liat kontol Kandi dah tegak kayak besi. Sini tante pegang apa dah panas.”.
Aku berusaha mengambil posisi diatas tubuh tante. Gaya bercinta traditional. Perlahan-lahan kuarahkan batang Kontol ku ke mulut vagina tante Ranti, dan kucoba dorong Kontol ku perlahan-lahan. Ternyata tidak sulit menembus pintu kenikmatan milik tante Ranti. Selain mungkin karena basahnya dinding-dinding memek tante Ranti yang memuluskan jalan masuk Kontol ku, juga karena mungkin sudah beberapa batang penis yang telah masuk di dalam sana.
“Uhhh … ohhh … Kandiss … ahhh …” desah tante Ranti.
Aku coba mengocok-kocok memek tante Ranti dengan Kontol ku dengan memaju-mundurkan pinggulku. Tante Ranti terlihat semakin ‘Sange’, dan mendesah tak karuan.
“Kandiss … Kandiss … aduhhh Kandiss … geliiii tante … uhhh … ohhhh …” desah tante Ranti.
Di saat aku sedang asyik memacu tubuh tante Ranti, tiba-tiba aku disadarkan oleh permintaan tante Ranti, sehingga aku berhenti sejenak.
“Kandiss … kamu dah mau keluar belum … ” tanya tante Ranti.
“Belon sih tante … mungkin beberapa saat lagi … ” jawabku serius.
“Nanti dikeluarin di luar yah, jangan di dalam. Tante mungkin lagi subur sekarang, dan tante lupa suruh kamu pake pengaman. Lagian tante ngga punya stock pengaman sekarang. Jadi jangan dikeluarin di dalam yah.” pinta tante Ranti.
“Beres tante.” jawabku.
“Ok deh … sekarang jangan diam … entot lagi memek tante …” canda tante Ranti genit.
Tanpa menunda banyak waktu lagi, aku lanjutkan kembali ngentot memek tante. Aku bisa merasakan memek tante Ranti semakin basah saja, dan aku pun bisa melihat bercak-bercak lendir putih di sekitar bulu jembutku. Aku mulai berkeringat di punggung belakangku. Muka dan telingaku panas. Tante Ranti pun juga sama. Suara erangan dan desahan-nya makin terdengar panas saja di telingaku. Aku tidak menyadari bahwa aku sudah berpacu dengan tante Ranti 20 menit lama-nya. Tanda-tanda akan adanya sesuatu yang bakalan keluar dari Kontol ku semakin mendekat saja.
“Kandiss … ampunnn Kandiss … kontolnya kok kayak besi aja … ngga ada lemasnya dari tadi … tante geliii banget nihhh …” kata tante Ranti.
“Tante … Kandiss dah sampai ujung nih …” kataku sambil mempercepat goyangan pinggulku.
Puting tante Ranti semakin terlihat mencuat menantang, dan kedua Toket pun terlihat mengeras. Aku mendekatkan wajahku ke wajah tante Ranti, dan bibir kami saling berciuman. Aku julur-julurkan lidahku ke dalam mulutnya, dan lidah kami saling berperang di dalam. Posisi bercinta kami tidak berubah sejak tadi. Posisiku tetap di atas tubuh tante Ranti. Aku percepat kocokan Kontol ku di dalam memek tante Ranti. Tante Ranti sudah menjerit-jerit dan meracau tak karuan saja.
“Kandiss … tante datangggg … uhhh … ahhhhhh …” jerit tante Ranti sambil memeluk erat tubuhku. Ini pertanda tante Ranti telah ‘orgasme’.
Aku pun juga sama, lahar panas dari dalam Kontol ku sudah siap akan menyembur keluar. Aku masih ingat pesan tante Ranti agar Pejuhku dilepas keluar dari memek tante Ranti.
“Tante … Kandisss datangggg …” jeritku panik. Kutarik Kontol ku dari dalam memek tante Ranti, dan Kontol ku memuncratkan Pejuhnya di perut tante Ranti. Saking kencangnya, semburan Pejuhku sampai di dada dan leher tante Ranti.
“Ahhh … ahhhh … ahhhh …” suara jeritan kepuasanku.
“Idihhh … kamu kecil-kecil tapi Pejuhnya banyak bangettt sih …” canda tante Ranti. Aku hanya tersenyum saja. Aku tidak sempat mengomentari candaan tante Ranti.
Setelah semua Pejuh telah tumpah keluar, aku merebahkan tubuhku di samping tubuh tante Ranti. Kepalaku masih teriang-iang dan nafasku masih belum stabil. Mataku melihat ke langit-langit apartment tante Ranti. Aku baru saja menikmati yang namanya surga dunia.
Tante Ranti kemudian memelukku manja dengan posisi kepalanya di atas dadaku. Bau harum rambutku tercium oleh hidungku.
“Kandi puas ngga?” tanya tante Ranti.
“Bukan puas lagi tante … tapi Kandi seperti baru saja masuk ke surga” jawabku.
“Emang memek tante surga yah?” canda tante Ranti.
“Boleh dikata demikian.” jawabku percaya diri.
“Kalo tante puas ngga?” tanyaku penasaran.
“Hmmm … coba kamu pikir sendiri aja … yang pasti memek tante sekarang ini masih berdenyut-denyut rasanya. Diapain emang ama Kandi?” tanya tante Ranti manja.
“Anuu … Kandi kasih si Kandi Junior … tuh tante liat jembut Kandi banyak bercak-bercak lendir. Itu punya dari memek tante tuh. Banjir keluar tadi.” kataku.
“Idihhh … mana mungkin …” bela tante Ranti sambil mencubit Kontol ku yang sudah mulai loyo.
“Kandi sering-sering datang ke rumah tante aja. Nanti kita main poker lagi. Mau kan?” pinta tante Ranti.
“Sippp tante.” jawabku serentak girang.
Malam itu aku nginap di rumah tante Ranti. Keesokan harinya aku langsung pulang ke rumah. Aku sempat minta jatah 1 kali lagi dengan tante Ranti, namum ajakanku ditolak halus olehnya karena alasan dia ada janji dengan teman-temannya.
Sejak saat itu aku menjadi teman seks gelap tante Ranti tanpa sepengetahuan orang lain terutama ayah dan Mama. Tante Ranti senang bercinta yang bervariasi dan dengan lokasi yang bervariasi pula selain apartementnya sendiri. Kadang bermain di mobilnya, di motel kilat yang hitungan charge-nya per jam, di ruang VIP spa kecantikan Mamaku (ini aku berusaha keras untuk menyelinap agar tidak diketahui oleh para pegawai di sana). Tante Ranti sangat menyukai dan menikmati seks. Menurut tante Ranti seks dapat membuatnya merasa enak secara jasmani dan rohani, belum lagi seks yang teratur sangatlah baik untuk kesehatan. Dia pernah menceritakan kepadaku tentang rahasia awet muda bintang film Hollywood tersohor bernama Elizabeth Taylor, yah jawabannya hanya singkat saja yaitu seks dan diet yang teratur.
Tante Ranti paling suka ‘bermain’ tanpa kondom. Tapi dia pun juga tidak ingin memakai sistem pil sebagai alat kontrasepsi karena dia sempat alergi saat pertama mencoba minum pil kontrasepsi. Jadi di saat subur, aku diharuskan memakai kondom. Di saat setelah selesai masa menstruasinya, ini adalah saat di mana kondom boleh dilupakan untuk sementara dulu dan aku bisa sepuasnya berejakulasi di dalam memeknya. Apabila di saat subur dan aku/tante Ranti lupa menyetok kondom, kita masih saja nekat bermain tanpa kondom dengan berejakulasi di luar (meskipun ini rawan kehamilannya tinggi juga).
Hubungan gelap ini sempat berjalan hampir 4 tahun lamanya. Aku sempat memiliki perasaan cinta terhadap tante Ranti. Maklum aku masih tergolong remaja/pemuda yang gampang terbawa emosi. Namun tante Ranti menolaknya dengan halus karena apabila hubunganku dan tante Ranti bertambah serius, banyak pihak luar yang akan mencaci-maki atau mengutuk kami. Tante Ranti sempat menjauhkan diri setelah aku mengatakan cinta padanya sampai aku benar-benar ‘move on’ dari-nya. Aku lumayan patah hati waktu itu (hampir 1.5 tahun), tapi aku masih memiliki akal sehat yang mengontrol perasaan sakit hatiku. Saat itu pula aku cuti ‘bermain’ dengan tante Ranti.
Saat ini aku masih berhubungan baik dengan tante Ranti. Kami kadang-kadang menyempatkan diri untuk ‘bermain’ 2 minggu sekali atau kadang-kadang 1 bulan sekali. Tergantung dari mood kami masing-masing. Tante Ranti sampai sekarang masih single. Aku untuk sementara ini juga masih single. Aku putus dengan pacarku sekitar 6 bulan yang lalu. Sejak putus dengan pacarku, tante Ranti sempat menjadi pelarianku, terutama pelarian seks. Sebenarnya ini tidak benar dan kasihan tante Ranti, namun tante Ranti seperti mengerti tingkah laku lelaki yang sedang patah hati pasti akan mencari seorang pelarian. Jadi tante Ranti tidak pernah merasa bahwa dia adalah pelarianku, tapi sebagai seorang teman yang ingin membantu meringkankan beban perasaan temannya.

0 komentar :

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...