Aku tidak jelek.
Kulitku tergolong putih dan mulus, tiada noda setitik pun. Wajahku juga
termasuk cantik. Yang jadi masalah adalah gendutnya tubuhku ini. Tinggi badanku
170 cm, sementara berat badanku 80 kg.
Kalau hitung-hitungan idealnya, berat badanku seharusnya 60 kg.
Berarti berat badanku kelebihan 20 kg. Aku sering berusaha diet agar tubuhku
jadi langsing. Tapi gagal dan gagal terus, sehingga aku frustasi sendiri.
Mungkin inilah yang menyebabkanku
jadi perawan tua. Usiaku sudah 35 tahun, tapi statusku masih gadis. Padahal
secara medis, seorang wanita sebaiknya jangan melahirkan setelah berusia di
atas 30 tahun. Berarti kalau pun ada yang mau menikahiku, masa untuk punya
keturunan sudah lewat.
Kalau ingat semuanya itu sedih sekali
hatiku. Karena aku seolah-olah sudah menerima vonnis agar jangan mengharapkan
bisa bahagia di masa tuaku kelak. Sedangkan ibuku sudah meninggal pada waktu
aku berumur 15 tahun, sedangkan ayahku tidak mau menikah lagi. Sehingga aku tidak
punya tempat curhat, karena aku sungkan bicara terbuka pada ayahku.
Tapi aku tak mau tenggelam dalam
kesedihan. Aku selalu berusaha mencari kegiatan yang bisa membuatku lupa pada
masalah pribadiku. Sayangnya teman-teman seangkatanku sudah menikah semua.
Bahkan hampir semua sudah punya anak. Tinggal aku sendiri yang masih tetap
melajang.
Aku memang sudah patah semangat.
Biarlah, kuanggap takkan ada yang mau menikahiku. Kalau pun ada, mungkin sudah
merupakan suatu keajaiban.
Namun ada yang terus-terusan
mengganjal di batinku. Masalah seks ! Rasanya tidak terlalu dini untuk cewek
seusiaku sering memikirkan hal yang satu itu. Bahkan mungkin sudah terlambat.
Tapi mending terlambat daripada tidak.
Ya. Kalau aku sudah membayangkan yang
satu itu, aku jadi bingung sendiri dan tak tahu lagi apa yang harus kulakukan.
Padahal aku sering Mbakton film
bokep, baca cerita-cerita dewasa dan dengar dari sana sini tentang nikmatnya
hubungan seks dengan pria. Tapi aku hanya bisa membayangkannya. Karena belum
pernah merasakannya. Yang jelas ada hasrat di batinku, hasrat untuk
merasakannya.
Tapi beginilah takdir wanita timur.
Sekalipun ada hasrat yang terpendam, aku tak bisa seperti kaum pria yang bisa
seenaknya mencari mangsa pelampiasan. Apalagi untuk berstatus belum menikah
seperti aku.
Kemelut dan hasrat terpendam ini
berlangsung berbulan-bulan. Sampai pada suatu hari, aku teringat pada Robby,
anak buah ayahku yang sering datang ke rumah. Aku punya nomor handphonenya,
tapi tak pernah memanfaatkannya. Pada hari itu, aku memberanikan diri menelepon
pria 26 tahunan itu.
“Lagi ngapain Rob?”
“Ehh…Mbak Emmy….tumben nelepon? Aku
lagi di bengkel Mbak. Lagi benerin motor.”
“Sendirian?”
“Iya. Kenapa Mbak? Mau ditemenin?”
“Mau sih…tapi takut istrimu ngambek.”
“Hahaha…masa nemenin putri bossku
ngambek?”
“Tapi aku pengen ditemaninnya
seharian. Bisa gak?”
“Siap Mbak. Tapi harus di hari
libur.”
“Minggu mendatang ini gimana?”
“Boleh.”
“Tapi hanya kita berdua saja Rob.
Jangan ngajak sapa-sapa. Dan jangan bilang-bilang sama Papa.”
“Iya…iya…mau ditemenin ke mana?”
Aku lalu menyebutkan salah satu
daerah wisata di dekat kotaku.
“Ke sana harus pake mobil Mbak.”
“Iya, pake taksi aja. Nanti kujemput
di tempat yang sudah ditentukan. Deal?”
“Deal…tapi aku lagi bokek Mbak. Pas
tanggung bulan nih.”
“Semua aku yang tanggung Rob. Santai
aja.”
“Oke deh kalau gitu. Jam berapa
berangkatnya?”
“Lebih pagi lebih baik. Biar jangan
kemalaman pulangnya.”
Pada hari Minggu yang sudah
dijanjikan, jam 9 pagi aku dan Robby sudah duduk-duduk berdua di gubuk beratap
ijuk dan berada di dekat air terjun. Suasana masih sepi, maklum massih pagi.
Dalam perjalanan aku belum bicara apa-apa. Karena aku tak mau sopir taksi
mendengar masalah yang harus dirahasiakan ini.
“Rob…tau nggak kenapa aku ngajak ke
sini?” tanyaku setelah belasan menit menikmati indahnya pemandangan di sekitar
air terjun ini.
“Mungkin di rumah Mbak lagi jenuh,
lalu ingin refreshing di sini,” sahut Robby sambil menyalakan rokoknya.
“Bukan Rob. Aku butuh bantuanmu,
please…”
“Dibantu dalam soal apa Mbak?” Robby
menatapku. Hmm…memang ganteng anak buah ayahku ini. Rasanya aku tak salah pilih
meski aku tahu dia sudah beristri.
“Ini sangat rahasia Rob. Maukah kamu
berjanji untuk tidak menyampaikan hal ini kepada siapa pun?”
“Iya Mbak, saya janji…” Robby
mengangguk-angguk. Lalu mengepulkan asap rokok dari mulutnya.
Aku sendiri suka merokok. Karena itu
kukeluarkan rokok mentholku dari tas kecilku, untuk menenangkan diri, karena
aku akan mengucapkan kata-kata yang terlalu penting buatku.
Setelah menyalakan rokok dan mengisapnya
dalam-dalam, aku memegang pergelangan tangan Robby sambil mendekatkan mulutku
ke telinganya. Dan berkata setengah berbisik, “Aku ingin merasakan hubungan
seks, Rob…please Rob….kamu bisa kan?”
Robby tersentak, pasti kaget dan tak
menyangka kalau aku mau membicarakan masalah itu.
“Mbak becanda apa serius?” Robby
menatapku, masih dengan tatapan sopan, karena aku ini putri bossnya.
“Serius Rob. Umurku sudah
tigapuluhlima tahun. Wajar kan kalau aku ingin merasakannya?”
“Emangnya Mbak belum pernahsama sekali?”
“Belum Rob. Jangankan hubungan seks.
Ciuman aja belum pernah. Sumpah deh. Tadinya aku mempertahankan kesucianku,
untuk suamiku di malam pertama. Tapi sampai hari ini belum juga ada yang mau
nikah dnganku. Makanya kupikir tak ada gunanya menahan-nahan diri lagi. Biarlah
virginitasku buat kamu saja Rob.”
“Tapi Mbak kan tahu, aku sudah punya
istri.”
“Biar saja. Aku gak minta dikawin
kok. Aku hanya ingin merasakan hubungan seks aja. Ingin banget…..”
Suasana saat itu masih tetap sepi.
Biasanya jam 12 mulai banyak pengunjung yang ingin refreshing di tempat yang
sejuk dan indah ini.
Robby terdiam. Tapi tangannya tidak
diam. Mulai mengelus betisku. Membuatku merinding syur. Ih, belum apa-apa sudah
dag-dig-dug gini. Kubiarkan saja tangannya menyelinap ke balik gaun putihku,
menyelusuri pahaku sampai ke pangkalnya. Mungkin memang harus seperti itu
awalnya.
Dan tanpa basa-basi lagi tangan Robby
menyelinap ke balik celana dalamku. Tetap kubiarkan. Bahkan aku ingin
diperlakukan seperti itu. Maka kurasakan jemarinya mulai mengelus-elus jembut
dan bibir kemaluanku…oooh…baru dielus jari saja sudah terasa enaknya. Maka
kubiarkan saja semuanya itu terjadi. Dengan hasrat semakin menggila.
“Kita tak mungkin bisa melakukannya
di sini Mbak,” kata Robby setengah berbisik, “Kalau kelihatan orang lain kan
bisa heboh.”
“Ya iyalah,” sahutku sambil menahan
tangan Robby agar jangan menjauh dulu dari vaginaku, karena elusannya geli-geli
enak. Dan ini pertama kalinya vaginaku disentuh tangan pria.
“Emang aku gak ngajak di sini. Di situ
kan ada hotel, jalan kaki sepuluh menit juga sampai,” kataku sambil menunjuk ke
arah selatan, “Nanti di sana aja mainya. Tapi oooh…jangan cabut dulu tanganmu
Rob…elusanmu kok enak sekali….”
Sebagai jawaban, Robby mengangsurkan
bibirnya ke bibirku sambil bertanya, “Beneran belum pernah dicium?”
“Bener Rob…ngapain aku bohong..”
sahutku sambil membiarkan bibirnya makin dekat dan makin dekat ke bibirku. Lalu
ia melumat bibirku, sementara tangannya tetap mengelus vaginaku, sehingga aku
terkejang-kejang dalam perasaan yang indah dan nikmat.
Tapi lalu kubayangkan alangkah
indahnya kalau semua ini dilakukan di dalam kamar tertutup, sehingga aku dan
Robby akan bebas melakukan apa saja.
“Ayo Rob…kita ke hotel aja yok,”
kataku sambil mencium pipi Robby.
Robby mengangguk dan mengeluarkan
tangannya dari balik celana dalamku.
Kami tinggalkan gubuk yang sengaja
dibangun oleh dinas parawisata itu, kemudian menuju hotel yang tak jauh dari
pintu masuk ke taman itu. Sebuah hotel kecil tapi bersih, membuatku senang cek
ini di situ. Kamarnya tidak besar. Hanya berisi satu tempat tidur besar dan
kursi dua buah. Ada juga cermin besar di dinding dan disediakan dua helai
handuk bersih berikut sabun mandi.
Berbeda dengan waktu di dekat air
terjun tadi, setelah berada di dalam kamar hotel itu Robby jadi agressif.
Begitu masuk ke dalam kamar dan setelah menguncikan pintunya, dia langsung
menerkamku. Memelukku dengan ciuman ganas di bibir dan leherku.
Ini memang yang kuinginkan. Tapi aku
tak tahu cara membalasnya. Aku hanya memeluknya dengan penuh hasrat, dengan
jantung berdegup kencang dan membayangkan apa yang akan terjadi dengan benak
penuh tanda tanya.
“Buka ya bajunya, biar jangan kusut,”
kata Robby sambil mencium pipiku dengan bibir terasa hangat.
Aku mengangguk sambil tersenyum.
Walaupundengan malu-malu kutanggalkan gaun dan underwearku, sehingga tinggal CD
dan BH saja yang masih melekat di tubuhku.
“Hmmm…ternyata tubuhmu mulus banget
Mbak,” kata Robby sambil mengelus perutku.
“Mulus tapi gendut…” kataku.
“Ah…gak seberapa gendut…malah tampak
seksi gini….” Robby melepaskan kancing BHku yang bernomor 40.
“Wow…ini baru toge…” kata Robby
setelah menanggalkan behaku. Lalu meremas buah dadaku yang besar ini dengan
lembut.
“Kok kamu sendiri masih pakaian
lengkap gitu? Buka juga dong biar adil,” kataku sambil melepaskan kancing baju
kausnya, kemudian ia sendiri yang menanggalkannya. Disusul dengan pelepasan
celana denimnya yang berwarna biru gelap.
Robby malah bertindak lebih cepat. Ia
menanggalkan segala yang melekat di tubuhnya. Sehingga ia duluan telanjang
bulat. Yang membuatku berdebar-debar adalah ketika melihat penisnya yang tampak
sudah keras, mengacung dengan gagahnya. Aku tidak tahu apakah penis Robby itu
tergolong besar atau kecil, panjang atau pendek, entahlah…karena baru sekali
itu aku melihat penis dalam kenyataan (kalau nonton dari film-film bokep sih
sering).
Ketika Robby naik ke atas tempat
tidur, aku tak kuat lagi menahan hasrat, ingin memegang penisnya yang tampak
sudah tegang itu.
“Ini harus diapain Rob?” tanyaku lugu
sambil menggenggam penis Robby yang memang sudah keras dan hangat itu.
“Ya dimasukin ke dalam memek Mbak
nanti…makanya buka dong celana dalamnya biar leluasa…” sahut Robby sambil
menurunkan celana dalamku dengan hati-hati. Sedikit demi sedikit kemaluanku
mulai terbuka….lalu terbuka sepenuhnya setelah celana dalamku dilemparkan ke
dekat bantal oleh Robby.
“Hmm…kebayang…memek perawan pasti
enak,” kata Robby sambil mengelus-elus jembutku yang kubiarkan tumbuh liar dan
lebat sekali.
Kemudian Robby mendorong dadaku
dengan lembut, supaya aku merebahkan diri di tempat tidur yang lumayan besar
ini. Aku pun manut saja. Bahkan kataku, “Aku ikuti instruksi kamu aja Rob.
Jangan diketawain ya…soalnya aku masih bodoh banget. Anggap aja sekarang ini
aku cuma anak TK.”
“Santai aja, Mbak…kita lakukan secara
smooth and clear…tapi bagaimana kalau Mbak hamil nanti?”
“Wah, jangan bikin hamil dong. Aku
gak akan nuntut apa-apa, asal jangan sampai hamil aja.”
“Berarti padaa waktu mau ejakulasi,
harus dicabut dan dilepaskan di luar.”
“Terserah…pokoknya asal jangan hamil
aja. Kamu tentu lebih pengalaman dalam soal itu.”
“Iya, tenang aja. Aku jamin takkan
hamil. Tapi besok-besok kalau mau aman, pasang alat KB aja di dokter. Bilangnya
sudah punya suami gitu. Jangan ngaku masih lajang.”
“Oke….” sahutku dengan senyum.
Robby rebah di sampingku, saling
berhadapan dan mulai asyik mempermainkan payudaraku. Mula-mula cuma diremasnya
dengan lembut. Lama kelamaan ia mulai mengulum pentilnya, terasa disedot-sedot
seperti anak kecil menyusu pada ibunya. Tapi ujung lidahnya terasa
bergerak-gerak, menyapu-nyapu pentil payudaraku yang sangat montok ini. Aku
jadi geli-geli enak dibuatnya.
Dan jarinya merayap ke bawh, ke arah
vaginaku lagi. Mungkin melanjutkan yang terhenti di dekat air terjun tadi.
Tapi…oh…elusannya di bibir kemaluanku…lalu elusan di clitorisku ini…benar2
membuatku mengejang-ngejang dalam nikmat yang luar biasa. Baru dimainkan dengan
jemari saja sudah begini enaknya, apalagi kalau penisnya sudah
dimasukkan…oooh…aku tak sabar lagi untuk merasakannya. Tapi aku harus menahan
diri agar acaranya tidak kacau, karea aku belum mengerti apa-apa.
Tak lama kemudian ia minta agar aku
menelentang. Pikirku sudah mau memasukkan penisnya ke dalam vaginaku. Tapi
ternyata tidak. Ia malah menciumi pusar perutku. Lalu menurun ke arah
kemaluanku.
Aku terkejut ketika ia mulai menciumi
kemaluanku. Tapi lalu teringat film-film bokep yang pernah kutonton dari
laptopku. Karena itu aku diam saja, karena mungkin seharusnya seperti itu. Maka
aku pun menurut saja ketika kedua pahaku disuruh agar direntangkan selebar
mungkin. Menuruti perintahnya dengan jantung semakin deg-degan.
LAlu aku diam saja sambil menatap
langit-langit kamar hotel. Dan tiba-tiba aku merasa sesuatu yang geli luar
biasa, tapi gelinya geli enak. Rupanya Robby mulai menjilati vaginaku. Oh, ini
edan banget enaknya. Terlebih ketika kurasakan jilatannya terpusat di
kelentitku, oooh..aku mulai tak bisa menahan rintihan-rintihan histerisku,
“Rooob…ooooh…kok enak banget Rob….oooh….iya Rob…terus Rob….iya clitorisnya enak
sekali….kamu edan Rob…kamu pandai banget Rob…..oooh….addduuuh….”
Aku menggeliat-geliat dalam arus nikmat
yang luar biasa. Sekujur tubuhku seolah dialiri arus listrik yang membuatku
berdenyut dari ujung kaki sampai ke ubun-ubun. Bahkan tak lama kemudian aku
merasakan liang vaginaku berkedut-kedut….dan aku merasa seperti melesat ke
angkasa, lalu jadi takut jatuh…membuatku merintih, “Rooobiiiii….oooooh….”
Aku tidak tahu apa yang sedang
terjadi saat itu. Belakangan lalu tahu bahwa itu yang disebut orgasme.
Saat itu yang aku tahu, Robby seperti
sengaja ingin membuat vaginaku basah sebasah-basahnya. Bukan hanya lendirku
sendiri yang membasahi vaginaku, tapi juga air liur Robby yang begini
banyaknya.
Kemudian Robby naik dan menelungkup
di atas dadaku sambil mengarahkan moncong penisnya ke mulut vaginaku. “Sengaja
kubikin becek dulu, supaya tidak sakit waktu penetrasi,” katanya sambil
berusaha meletakkan penisnya di tengah-tengah mulut vaginaku. Kemudian aku
rasakan desakan penisnya, membuat napasku tertahan.
“Pahanya lebih direnggangkan lagi
Mbak,” kata Robby yang kuturuti juga.
Lalu terasa desakan penis Robby…kuat
sekali….aaah…mulai membenam sedikit. Aku makin merenggangkan pahaku supaya
Robby tidak kesulitan membenamkan batang kemaluannya.
Aku sering mendengar betapa sulitnya
menerobos kegadisan di malam pertama, malah katanya ada yang sampai seminggu
baru berhasil. Tapi Robby tidak seperti itu. Aku merasakan sedikit demi sedikit
batang kemaluannya membenam ke dalam liang vaginaku. Tapi dia tidak mendorong
langsung sampai tuntas, melainkan digeser-geser dulu, lalu makin lama makin
dalam masuknya.
“Sakit?” tanyanya ketika kurasa ada
yang sedikit perih di dalam vaginaku. Mungkin karena selaput daraku (hymen)
sudah tertembus penis Robby.
“Sakit sedikit….” sahutku.
“Tahan ya sakitnya…hanya pertama kali
ini saja terasa agak sakit, nantinya sih gak sakit lagi.”
“Iya….aku kuat nahan sakit
kok…tuntaskan aja Rob,” sahutku sambil mencumi hidung dan mata Robby .
Lalu desir-desir nikmat itu makin
lama makin nyata ketika penis Robby mulai menggelusur-gelusur di dalam liang
vaginaku. Oh, pantaslah orang bilang bersenggama ini laksana berada di surga
dunia. Aku mulai merasakannya kini, ketika Robby mulai menggerakkan penisnya
secara teratur…masuk semakin dalam, ditariklagi, didorong lagi…oooh…ini luar
biasa nikmatnya…sehingga rintihan-rintihan nikmatku berlontaran begitu saja : “Rob…oooh…Rob…enak
sekali Rob….oooh….Rob…iya Rob….enak Rob….oooh….”
Robby mendekap leherku sambil
berbisik, “Memek Mbak juga enak banget…wah..ini bener-bener memek perawan…luar
biasa enaknya Mbak….”
Aku tidak tahu apakah ucapannya itu
keluar dari kejujurannya atau hanya ingin menyenangkan hatiku. Yang jelas
tanganku meremas-remas rambut Robby sampai kusut masai, karena menahan
geli-geli enaknya enjotan penis Robby yang berada di dalam jepitan liang
kemaluanku.
Robby pun mulai ganas melumat bibirku
sambil meremas-remas buah dadaku dengan agak keras, sementara penisnya tetap
mengenjot liang kemaluanku. Oh, ini nikmat sekali. Sehingga aku sering
terpejam-pejam dibuatnya. Batinku seolah melayang-layang di langit ketujuh.
Luar biasa indah dan nikmatnya.
Saat itu aku belum tahu apa yang
sedang terjadi ketika tiba-tiba saa sekuur tubuhku mengejang di puncak
kenikmatanku, kemudian bagian dalam vaginaku terasa berkedut-kedut, lalu
seperti ada yang mengalir di dalamnya. Sekarang aku tahu bahwa saat itu aku
sedang mengalami puncak orgasme. Puncak dari segala kenikmatan dalam
bersenggama.
Entah berapa kali aku mengalami hal
itu. Yang jelas keringat Robbi mulai berjatuhan di tubuhku. Terasa makin lama
makin hangat. Tapi aku tak peduli lagi dengan semuanya itu, kecuali satu hal..bahwa
enjotan batang kemaluan Robby luar biasa enaknya. Membuatku terkadang
memejamkan mata dengan mulut ternganga, terkadang melotot dan menahan napas
dalam syur.
Sampai pada suatu saat, tiba-tiba
saja Robby mencabut batangg kemaluannya, kemudian bergegas naik ke atas
perutku, sambil memegang penisnya yang sudah berlumuran lendirku.
Lalu terdengar ia mendengus panjang.
Dan moncong penisnya menyembur-nyemburkan cairan kental hangat ke buah dadaku,
ke leherku dan ke pipiku.
Aku sudah dapat menduga bahwa itu air
mani Robby. Gilanya aku malah senang dada dan mukaku disemproti cairan kental
itu. Bahkan yang di pipi kuusap dan kujilati dari telapak tanganku.
Robby pun mencium keningku disusul
dengan bisikan hangat, “Mbak sangat memuaskan….”
“Masa sih?” aku bangkit dan meraih
handuk yang disediakan oleh hotel. Kuseka keringatku yang telah bercampur aduk
dengan keringat Robby. Ketika melirik ke arah seprai, kulihat ada genangan
darah yang sudah muai mengering. Hmm…itulah darah perawanku.
Aku sudah menjadi wanita yang
lengkap, yang benar-benar dewasa. Aku tidak menyesalinya, bahkan hatiku bahagia
sekali. Maka dengan mesra kupeluk Robby diiringi bisikan, “Terimakasih Rob.
Sekarang aku benar-benar sudah menjadi wanita yang dewasa. Aku bahagia sekali.”
“Terimakasih juga Mbak. Karena Mbak
sudah mempercayakannya padaku. Selain daripada itu, aku mengalami kepuasan yang
luar biasa,” sahut Robby disusul dengan kecupan hangat di bibirku.
“Kalau dibandingkan dengan istrimu
pasti aku gak ada apa-apanya kan?”
“Gak Mbak. Mungkin karena dengan
istri seolah hanya menunaikan kewajiban saja. Sudah terlalu hapal seluk
beluknya. Tapi dengan Mbak barusan, luar biasa. Sebenarnya Mbak ini seksi
banget. Bodoh juga cowok-cowok yang tidak mau sama Mbak.”
MINGGU itu benar-benar Minggu yang indah
dan mengesankan. Di hari itu aku sudah menjadi wanita yang lengkap, meski belum
bersuami. Setelah berada di rumah, sampai larut malam aku tak bisa tidur. Bukan
karena resah, melainkan sebaliknya. Asyik mengenang keindahan yang terjadi
siang harinya.
Robby memang penuh kelembutan dan
sangat berhati-hati memperlakukanku. Waktu kutanya, benarkah pengantin baru
bisa 5 kali bersetubuh di malam pertamanya, Robby menjawab, “Memang benar. Tapi
aksi seperti itu menyiksa wanitanya. Karena luka di vaginanya belum kering,
lalu dihajar lagi terus-terusan. Aku gak mau seperti itu. Aku ingin luka di
vagina Mbak mengering dulu. Kalau sudah benar-benar sembuh, ayo kita
habis-habisan. Aku punya banyak cara untuk memuasi Mbak nanti. Santailah dulu.
Sembuhkan dulu luka di vagina Mbak. Nanti kita ketemuan lagi. Gak usah
jauh-jauh ke sini…di dalam kota juga banyak hotel yang bisa kita pakai. Jadi
gak buang-buang waktu di jalan.”
Aku setuju pada pendirian Robby itu.
Aku akan bersabar sampai perih di vaginaku lenyap. Lalu habis-habisan menikmati
keindahan berhubungan badan dengan Robby lagi.
Hanya dalam dua hari perih di dalam
vaginaku hilang. Tapi lalu ada gatal-gatal. Mungkin karena luka yang sudah
mengering biasa menimbulkan gatal. Tapi gilanya, aku bayangkan gatal-gatal ini
pasti enak sekali kalau digesek oleh penis Robby. Dengan kata lain, aku ingin
disetubuhi oleh anak buah ayahku itu.
Aku mencoba meneleponnya. Tapi
ternyata dia sedang di luar kota, bersama ayahku.
O, kecewanya hatiku. Tapi di telepon
tadi aku tidak berterus terang bahwa sebenarnya aku ingin digaulinya lagi.
Percuma kukatakan juga, karena dia sedang mendampingi ayahku di luar kota.
Mungkin dua atau tiga hari lagi baru pulang, karena ayahku juga bilang begitu.
Tapi khayalan tentang nikmatnya kalau
vaginaku yang agak gatal ini digesek oleh penis….ah…makin lama makin menggila.
Sehingga aku resah sendiri di dalam kamarku.
Seperti orang kesurupan, aku
telanjang di dalam kamarku. Kupandang bayangan sekujur tubuh bugilku di cermin
besar yang ada di lemari pakaianku. Lalu kuremas-remas sepasang buah dadaku
yang sangat montok ini. Kuelus kemaluanku yang berbulu sangat lebat ini.
Aaaah…seandainya tangan yang menyentuh kemaluanku ini bukan tanganku
sendiri….seandainya ada seorang lelaki yang menyentuhku malam ini….aaaah….seandainya
malam ini ada seorang lelaki yang mau menggelutiku, mengelus kemaluanku,
meremas buah dadaku…lalu memasukkan penisnya ke celah vaginaku…alangkah
indahnya kalau khayalanku ini menjadi suatu kenyataan.
Bermenit-menit aku tenggelam di dalam
khayalanku. Tiba-tiba aku teringat Seno, anak muda yang tugasnya mengurus
taman, kolam dan membersihkan mobil ayahku. Kenapa aku baru berpikir sekarang
mengenai orang itu?
Ya, di rumahku hanya ada tiga orang
malam ini, Bi Iyem yang sudah tua itu, Seno dan aku sendiri.
Bi iyem yang sudah tua itu tidak
kupikirkan. Yang menyelinap ke dalam pikiranku adalah Seno itu. Cowok 22
tahunan itu sudah hampir setahun bekerja di rumahku. Menurutku, dia tidak
jelek. Lumayan lah. Kenapa baru sekarang aku memperhitungkannya? Bukankah
biasanya aku jutek-jutek aja padanya?
Lalu kukenakan gaun tidurku yang
putih dan transparant, tanpa mengenakan apa-apa lagi di dalamnya. Kulihat jam
sudah menunjukkan pukul 10 malam. Bi Iyem sudah tidur, seperti biasa. Tapi
pintu kamar Seno masih terbuka. Aku lalu melangkah ke arah pintu yang terbuka
itu.
Sesampainya di depan pintu yang
terbuka itu, kulihat Seno sedang menyisiri rambutnya yang agak gondrong. Tampak
kelimis. Mungkin baru selesai mandi, karena biasanya dia suka mandi
malam-malam.
“Seno…malam ini kamu tidur di kamarku
ya,” kataku, “aku lagi takut tidur sendiri. Kemaren juga mimpiku serem banget.”
Seno kaget, memandangku sesaat. Tapi
lalu mengangguk, “Ba…baik Mbak.”
Lalu ia menggulung tikar yang
terhampar di dekat dipannya.
“Buat apa tikar itu?” tanyaku heran.
“Buat tidur saya Mbak,” sahutnya
sopan.
“Gak usah. Nanti tidur di tempat
tidurku aja. Tempat tidurku kan gede banget. Ngapain bawa-bawa tikar segala,”
kataku sambil kembali ke kamarku.
Sesaat terkilas pertentangan di dalam
batinku : Apakah aku tidak salah? Pembantuku sendiri mau dijebak agar mau
menggauliku? Di mana letak harga diriku? Ahhh…persetan dengan segala harga diri
! Bukankah Seno juga manusia? Bukankah aku sedang sangat membutuhkan lelaki
malam ini? Ya, yang penting lelaki ! Lelaki yang lengkap dengan kejantanannya !
Tak lama kemudian Seno masuk ke dalam
kamarku, dengan mengenakan kaus oblong dan sarung. Mudah-mudahan sarungnya
tidak bau. Tapi yang aku tahu, dia menjaga kebersihan juga, meski statusnya
cuma seorang pembantu di rumah ini.
“Kamu bisa mijet No?” tanyaku ketika
Seno masih berdiri canggung di dekat tempat tidurku yang luas dan ditutupi bad
cover bercorak bunga lotus.
“Mijet asal-asalan sih bisa Mbak.”
“Yang penting urut-urut aja, badanku
pegel-pegel,” kataku sambil mengambil baby lotion dari meja riasku.
“Baik Mbak,” katanya sambil menerima
botol lotion itu.
Aku pun lalu telungkup di atas tempat
tidur. “Sarungmu lepasin dulu gih…gak enak lihatnya,” kataku, “Nanti kalau mau
tidur sih ada selimut buatmu.”
“Ba…baik Mbak…tapi…tapi saya cuma
pake celana dalam. Saya mau pake celana panjang dulu ya Mbak.”
“Gak usahlah. Buang-buang waktu aja.
Laki-laki kan gak usah tertutup-tutup banget. Anggap aja di kolam renang.
Hihihi…”
“I..iya Mbak…yang mau dipijet apanya
Mbak?” Seno melepaskan sarungnya, sehingga tinggal mengenakan celana dalam dan
kaus oblong aja, lalu duduk di pinggiran tempat tidurku.
“Semuanya lah. Dari kaki sampai
kepala.”
“Ba..baik Mbak…”
Lalu terasa Seno mulai memijit-mijit
telapak kakiku. “Enak juga pijetanmu No. Belajar dari mana?”
“Ah asal-asalan aja Mbak. Dulu waktu
kecil suka disuruh pijetin ayah saya…”
“Terus naik ke atas,” kataku sambil
menyingkapkan gaun tidurku sampai ke paha.
“Iya Mbak,” sahutnya sambil
membalurkan lotion ke betisku.
“Yang agak kuat ngurutnya ya,”
kataku.
“Iya Mbak,” sahutnya. Lalu tangannya
mulai mengurut-urut betisku. Dan aku justru membayangkan sedang dipijat oleh
Robby. Tapi Seno setelah tangannya berada di lipatan lutut, seperti ragu
memijat ke arah paha, sehingga aku harus memberi instruksi yang jelas, “Ayo
terus ke atas. Justru yang pegel di pangkal pahaku, No.” Kusingkapkan gaun
tidurku sampai ke pinggangku. Padahal saat itu aku tidak mengenakan beha maupun
celana dalam. Maka pastilah sekujur pantatku dilahap oleh mata Seno.
“Iya Mbak,” sahut Seno dengan suara
agak terengah. Pasti karena melihat pantat besarku yang tak tertutup apa-apa
lagi. Bahkan sebagian jembutku pasti ada yang nyembul di pantatku, karena
memang lembutku lebat sekali tanpa pernah dicukur.
Sambil menelungkup kuamati perilaku
Seno, dengan mata disipitkan seolah-olah sedang terpejam.
Dia mengurut pahaku dengan mulut
ternganga. Dan kulihat di celana dalamnya ada yang menonjol. Ah, rasanya aku tak
sabar lagi, ingin memegang yang berada di balik celana dalam itu. Tapi aku
harus menahan diri dulu. Aku harus yakin dulu bahwa dia mau kuajak bersetubuh.
Ketika tangan Seno mulai memijati
buah pinggulku, aku mulai menyelidikinya, “Kamu pernah main sama cewek, No?”
“Ma…main gimana Mbak?”
“Bersetubuh, gitu…pernah kan?”
“Hehehe…pernah, di kampung saya dulu,
waktu baru umur tujuhbelas.”
“Sama siapa?”
“Sama janda Mbak. Sekarang dia malah
sudah nikah, dijadikan istri ketiga sama bandar tembakau.”
“Sering kamu main sama janda itu?”
“Gak terlalu sering…kalau
dihitung-hitung, paling juga baru lima kali.”
“Enak gak maen sama janda itu?”
“Mmm…ya enak Mbak…tapi sudah lama
sekali, sudah lupa rasanya.”
Aku tersenyum sendiri mendengarnya.
Dan aku semakin tak sabar, rasanya ingin sekali liang vaginaku digesek dan
dienjot oleh batang kemaluan lelaki. Lalu aku membalikkan badan, menelentang
sambil menarik gaunku sampai ke perut. “Ininya pijit tapi jangan terlalu
keras,” kataku sambil menunjuk ke pangkal pahaku.
“I…iya Mbak…pa…pakai minyak ini
juga?” sahut Seno tergagap, pasti gugup karena melihat kemaluanku yang
berjembut lebat liar ini.
“Iya,” sahutku sambil mengamati
bagian yang menonjol di balik celana dalamnya itu.
Sebenarnya saat itu aku juga gugup.
Tapi aku bisa menguasainya. Bahkan kurentangkan sepasang pahaku lebar-lebar,
biar dia bisa mengamati kemaluanku sepuasnya. Lalu kutarik tangannya yang baru
saja dibasuh dengan baby lotion, kuletakkan telapak tangan itu di kemaluanku
sambil berkata binal, “Ini urutnya yang lembut ya.”
“I…iya…ininya diurut juga Mbak?” ucap
Seno dengan suara hampir tak terdengar, sementara tangannya terasa gemetaran.
“Iya,” sahutku sambil menjulurkan
tanganku ke arah celana dalam Seno. Dan kupegang bagian yang menonjol itu.
Hihihi…benar-benar sudah ngaceng. Dan Seno terkejut. Terlebih lagi waktu aku
menyelinapkan tanganku ke balik celana dalamnya, karena aku ingin memegang
penisnya tanpa terhalang celana dalam lagi.
Seno gelagapan. Tapi dengan senyum
binal aku berkata, “Ya sudah, kamu elus memekku, aku elus kontolmu yang udah
ngaceng ini, biar adil kan?”
“I…iya Mbak…ta…tapi…duuuh…perasaan
saya jadi gak bener nih…” kata Seno sambil berusaha mengikuti perintahku, mulai
mengelus-elus kemaluanku dengan tangan yang sudah berlumuran baby lotion.
“Iya begitu ngelusnya, No…enak
nih…oooh…” kata-kataku berlontaran begitu saja ketika tangan Seno mengelus
bibir kemaluanku, “Masukin jarinya sedikit gak apa-apa No….duuuh…enaknya sih
pake kontolmu ini No….” kataku lagi sambil meremas-remas batang kemaluan Seno.
“Ah…ma…masa pake punya saya Mbak….”
“Kamu mau nggak? Kalau mau ya masukin
aja kontolmu ke memekku..yang jujur dong kalau jadi cowok…kalau mau bilang mau,
kalau gak bilang gak…”
“Ma…mau Mbak…mau…mau…”
“Ya udah masukin aja kontolmu…pasti
lebih enak…”
Dengan sikap bersemangat, Seno
melepaskan celana dalamnya, lalu menempelkan puncak penisnya di mulut vaginaku.
Aku degdegan juga menunggu semuanya
ini, karena tampaknya penis Seno sedikit lebih besar daripada penis Robby.
Panjangnya pun melebihi penis Robby.
Karena sudah dilumuri baby lotion,
meskipun penis Seno lumayan gede, mudah saja ia mendorongnya sampai amblas ke
dalam liang vaginaku.
“Ooooh…sudah masuk No…..ayo mainkan,
kenapa didiamkan aja? Entotin aja seperti waktu kamu ngentot janda itu
ayo…..nnaaaahhh…gitu No….oooh…enak No….entot terus No…ini enak sekali….”
“Duuuh Mbk….kita jadi bersetubuh ya
Mbak…duuuh, punya Mbak masih kecil banget…enak sekali Mbak…”
“Ya iyalah masih kecil. Aku baru satu
kali ngerasain dientot. Ini yang kedua kalinya No…”
“Oooh, pantesan masih kecil banget
lubangnya….enak sekali Mbak….mmm…”
“Tetekku remas atau diemut dong,
jangan dibiarkan nganggur,” kataku sambil menarik gaun tidurku tinggi-tinggi
dan kulepaskan sekalian. Sehingga aku kini benar-benar telanjang bulat.
Seno patuh saja pada perintahku. Dia
mulai mengentotku sambil meremas-remas buah dadaku, terkadang juga mengemutnya
seperti yang dilakukan oleh Robby 3 hari yang lalu.
“Ooooh…enak No…kontolmu gede No…lebih
gede daripada punya pacarku…mantap No…iya…oooh…enak banget No…..” ucapku
berlontaran begitu saja sambil meremas-remas rambut Seno, terkadang
menjambaknya dengan gemas….bukan main nikmatnya.
Seno sendiri tampak sangat menikmati
persetubuhan ini. Hmm…namanya kusimpan di hatiku, sebagai cowok yang bisa
kuajak bersetubuh kapan pun aku menginginkannya.
“Mbak…nanti kalau sa…saya mau
keluar…lepasinnya di mana?” tanyanya terengah-engah.
“Di dalam memekku saja,” sahutku
sambil memeluk lehernya dengan gemas. Aku memang tak takut hamil lagi. Karena
kemarin aku sudah dipasangi alat KB oleh dokter. Aku mengaku pengantin baru
yang belum mau punya anak. Maka dipasanglah alat KB, yang membuatku leluasa
bersetubuh dengan cowok yang kuinginkan, tanpa takut hamil.
Dan memang waktu bersetubuh dengan
Seno ini aku ingin tahu bagaimana rasanya waktu air mani pria menyembur di
dalam liang vaginaku.
Pada waktu Seno sedang asyik mengayun
batang kemaluannya, aku masih sempat menarik kaus oblongnya agar terlepas dari
tubuhnya, supaya sama-sama telanjang bulat. Lalu kudekap pinggangnya erat-erat,
sambil berusaha menggoyang-goyang pinggul dengan gerakan seadanya, karena aku
belum berpengalaman dalam menggoyang pinggul. Yang penting jangan diam seperti
gebok pisang aja.
Tapi baru kira-kira seperempat jam
berlangsungnya persetubuhan ini, tiba-tiba Seno melenguh, “Oooh…Mbak…saya sudah
mau keluar….”
Aku agak heran, karena aku belum
mencapai orgasme, justru sedang enak-enaknya disetubuhi oleh Seno. Dan
tiba-tiba saja ia mendesakkan batang kemaluannya sedalam-dalamnya…kemudian
terasa ada cairan hangat menyembur-nyembur di dalam liang kewanitaanku. Oh, ini
nikmat sekali. Tapi sayangnya, aku belum mencapai orgasme.
“Kok cepat sekali kamu meletusnya?”
bisikku ketika kurasakan penis Seno jadi mengecil dan melemah.
“Iya Mbak,” Seno mengangguk
malu-malu, “Maklum sudah lama sekali tidak merasakan. Tapi asal Mbak mau, dalam
semalam ini saya kuat sampai lebih dari 5 kali. Biasanya yang kedua lebih lama.
Yang ketiga jauh lebih lama lagi….”
“Ohya?” aku tersenyum, “Nanti
buktikan ya. Aku mau nyoba sesering mungkin malam ini. Tapi ingat, ini rahasia
No. Jangan sampai Papa tau. Bi Iyem juga jangan dikasihtau.”
“Tentu saja Mbak. Kalau Bapak tau,
wah…saya bisa diusir dari sini.”
Ketika penis Seno dicabut, terasa ada
yang mengalir dari vaginaku. Pasti itu air mani Seno. Aku pun turun mengambil
handuk kecil dari lemariku. Kulap vaginaku, kemudian handuknya diberikan kepada
Seno sambil menyuruhnya melap penisnya yang berlepotan lendir. Aku sendiri
melangkah ke kamar mandi di dalam kamarku. Kusemprot vaginaku dengan air hangat
shower. Kemudian menyabuninya dan membilasnya sampai bersih. Lalu kuambil salah
satu handuk yang terlipat di dinding kamar mandi. Kubelitkan ke badanku dan
kembali ke ruang tidur.
Kulihat Seno sudah duduk di karpet
sambil menonton televisi yang sejak tadi tidak dimatikan, hanya suaranya
dipelankan sekali. Ada rasa iba, kasihan bercampur sayang menjalar di dalam
batinku. Karena itu aku tidak menegurnya meski kulihat dia sudah memakai sarung
lagi.
Tiba-tiba aku ingat bahwa di dalam
dvd player yang tersambung ke televisi itu masih ada film bokep yang belum jadi
kutonton. Maka kuambil remote control TV dan DVD player.
Begitu layar LCD televisiku
menayangkan isi DVD, Seno menoleh padaku yang menonton sambil rebahan di tempat
tidurku.
“Waduh, filmnya seru Mbak,” katanya
ketika melihat layar televisi mulai memperagakan dua orang cowok sedang
berdiri, di tengahnya ada cewek sedang duduk di kursi kecil sambil memegang
penis kedua cowok itu.
Lalu tampak cewek itu mulai
disetubuhi sama lelaki yang satu, sementara lelaki yang lainnya tampak asyik
karena penisnya diemut oleh cewek itu.
“Wah, ceweknya pasti keenakan.
Kenyang banget tuh, bisa dapet dua cowok sekaligus,” kata Seno lagi.
“Sini nontonnya No, jangan di bawah
gitu duduknya,” kataku sambil menarik tangannya.
Seno patuh saja. Naik lagi ke atas
termpat tidurku setelah meletakkan sarungnya di lantai.
Rupanya celana dalam Seno sudah
dipakai lagi. Tapi biarlah, nanti gampang lepasinnya. Mungkin dia memang masih
malu-malu, meski sudah menyetubuhiku tadi.
Seno duduk di pinggiran tempat tidur,
dengan kaki terjuntai ke lantai seperti duduk di kursi. Aku pun memeluknya dari
belakang, dalam keadaan cuma ditutupi handuk yang dililitkan di tubuhku.
Aku yang belum orgasme merasa belum
terpuasi. Maka dengan binal tanganku menyelinap ke balik celana dalam Seno.
Wow, ternyata batang keemaluannya sudah ngaceng lagi!
“Kamu benar-benar kuat lima kali?”
tanyaku sambil meremas-remas penis Seno yang sudah tegang itu.
“Saya kalau lagi kepengen suka
dikocok Mbak. Dalam semalam saya bisa ngook sampai tujuh atau delapan kali.”
“Praktekkan malam ini ya,” kataku
sambil menyembulkan penis Seno dari celana dalamnya, “tuh sudah ngaceng. Ayo
main lagi No. Tapi sekarang kamu di bawah, aku di atas. Pengen nyobain posisi
itu.”
Seno tidak membantah sepatah kata
pun. Lalu menanggalkan celana dalam dan kaus oblongnya. Aku melepaskan belitan
handukku ketika Seno sudah menelentang dalam keadaan sudah sama-sama telanjang
bulat.
Meski belum pernah melakukan
sebelumnya, aku sudah sering nonton film bokep. Tentu tak sulit bagiku untuk
berlutut dengan kedua kaki terletak di kanan kiri pinggul Seno. Lalu kupegang
batang kemaluan Seno dan kutempelkan “topi baja”nya di mulut vaginaku. Kuturunkan
pantatku dengan hati-hati. Dan…blessss….penis pembantuku itu terasa masuk ke
dalam liang vaginaku.
Ini pertama kalinya aku merasakan
bersetubuh dengan posisi di atas begini. Tapi aku bisa melakukannya dengan
baik. Karena aku sering menonton posisi begini di film-film bokep. Lagian aku
sudah tahu prinsip dalam persetubuhan, yang penting penis bisa menggesek-gesek
liang kenikmatanku. Mudah sekali mempraktekkannya.
Ketika aku menatap wajah Seno yang
berada di bawah wajahku, sekali lagi hatiku dijalari perasaan sayang padanya.
Karena meski cuma seorang pembantu, ia bisa menjadi sarana kepuasanku. Maka
seharusnya aku berterimakasih padanya, tanpa harus diucapkan, tapi dengan
tindakan.
Maka tanpa ragu lagi, ketika aku
semakin asyik mengayun pantatku berputar dan naik turun, kulumat bibirnya, yang
ternyata disambut dengan lumatan penuh kehangatan juga. Bahkan kedua tangannya
meremas-remas bahuku, buah pinggulku dan terkadang buah dadaku yang
bergelantungan di atas dadanya pun tak luput dari remasan.
Tapi benar kata orang-orang, bahwa
kalau cewek main di atas, biasanya lebih cepat mencapai orgasme.
Belum sampai setengah jam aku
mengenjot dari atas, aku tak kuasa lagi menahan puncak kenikmatanku. Lalu
seperti orang kesurupan aku menggelepar-gelepar di atas tubuh Seno. “Aku mau
keluar No…mau keluar…keluar…oooh..oooh….”
Lalu tibalah aku di titik orgasme
yang sangat nikmat. Di saat itulah kucium bibir Seno dengan penuh rasa
terimakasih, karena ia telah memberikan kepuasan padaku.
Ternyata Seno itu sesosok cowok yang
bisa memuaskan hasratku. Bahkan kalau aku harus bicara jujur, Seno itu lebih
memuaskan daripada Robby.
Di malam yang indah itu Seno
membuktikan ucapannya. Bahwa ia sanggup bersenggama lebih dari 5 kali dalam
semalam.
Di kamar mandi, kami mandi bersama.
Dengan telaten ia menyabuni sekujur tubuhku. Dan ketika kutantang untuk
bersetubuh lagi, ia mengangguk dengan senyum. Lalu kami bersetubuh lagi untuk
ketiga kalinya, sambil berdiri di bawah semburan shower air hangat.
Setelah kembali ke kamar, aku ingin
mencoba posisi dogy seperti di film bokep yang sedang kuputar. Seno pun
langsung setuju saja. Lalu aku menungging, Seno mengenjotku dari belakang. Ini
adalah persetubuhan yang keempat kalinya. Persetubuhan yang kelima, kami
lakukan di ruang keluarga, di atas sofa. Tentu saja setelah pintunya dikunci
dulu, takut Bi Iyem masuk, karena hari sudah hampir subuh.
Kelihatannya Seno masih mampu untuk
menyetubuhiku keenam kalinya. Tapi aku menyerah, letih dan ngantuk.
“Nanti aja kita lanjutin ya. Sekarang
kita harus iistirahat dulu,” kataku sambil mengelus rambut Seno.
“Iya Mbak,” Seno mengangguk patuh.
“Tapi ingat No…semuanya itu harus
dirahasiakan ya.”
“Tentu aja Mbak.”
Di pagi yang masih gelap itu aku baru
mulai merebahkan diri di atas tempat tidur. Dengan batin puas. Puas sekali.
Terdengar suara Bi Iyem dan Seno di
luar:
“Lho kamu dari mana No? Pagi-pagi
gini sudah ngelayap.”
“Nongkrong di tukang bubur kacang
ijo, Bi.”
Ooo, kirain ngelayap ke mana….”
Aku tersenyum sendiri di kamarku.
Seno jelas berbohong. Dia bukan habis nongkrong di tukang bubur kacang ijo.Dia
habis menggasak “kacang”ku. Hihihihi….
0 komentar :
Posting Komentar