Senin, 04 Juni 2012

SENSASI DIENTOT MANTAN PACAR

Filled under:



Sudah lebih dari 3,5 tahun usia pernikhan ku dengan Darma, dan belum juga menghasilkan keturunan atau momomongan, setelah mencari informasi ke teman teman akhirnya aku mendapat rekomendasi dokter kandungan bagus yang berpraktek di kawasan elit Jakarta.
Setelah membuat appointment, aku dan suamiku sudah berada di ruang tunggu Dr. Davine, pasien yang menunggu sudah banyak, dan ternyata kami mendapat nomer terakhir tepat sebelum ditutup pendaftarannya.
sekitar jam 8:34 dipanggillah namaku oleh suster, aku masuk ke ruangan Dr. Davine sendirian, sementara suamiku harus menunggu di ruang tunggu, konsultasi dilakukan di ruang praktek sendiri.
Betapa terkejut dan shock aku dibuatnya karena tanpa diduga ternyata Dr. Davine adalah mantan pacarku dulu sewaktu SMA di sebuah kota kecil di Sukabumi Jawabarat, kami memang bersahabat karena tiap kali pulang selalu bersamaan karena jalan ke rumahnya melewati rumahku, hingga akhirnya kami berpacaran saat dia kelas 3 menjelang ujian akhir, dia adalah kakak kelasku satu tahun di atas, sebagai jagoan basket tentu banyak teman perempuan ku yang mencoba menarik perhatiannya, tapi ternyata pilihan jatuh kepadaku.
Hubungan kami tidak berlangsung lama karena setelah selsai masa SMU Davine harus kuliah di Jakarta sementara aku ternyata sudah dijodohkan orang tuaku dengan seorang Insinyur yang mengerjakan proyek di dekat tempat tinggalku, dan setahun kemudian menikahlah aku dengan Darma saat usiaku masih ingin menikmati masa remajaku.
“Elly !!!” teriak Dr. Davine
“Davine !!!” teriakku bersamaan tak kalah terkejutnya.
Ternyata penampilan kami tidak banyak berubah meskipun sudah berpisah lebih dari sepuluh tahun, Davine yang aku kenal masih seperti yang dulu, tapi terlihat lebih dewasa, sehingga tidak ada rasa asing diantara kami.

“Lly, gimana kabarmu selama ini, kemana aja kamu” Tanya Davine
Aku malu karena akulah yang meninggalkan dia untuk kimpoi dengan Darma, meskipun itu bukan kemauanku dan aku tetap mencintainya sebagai cinta pertamaku.
Aku diam saja dan menunduk malu karena merasa bersalah dan sepertinya dia tahu perasaanku.
“Sudahlah Lly, semuanya sudah berlalu dan kini kita masing masing punya kehidupan sendiri sendiri” kata Davine, terdengar nada kepedihan di perkataannya.
“Oke sekarang apa masalahmu ?” Tanya Davine sudah berganti menjadi Dr. Davine.
Kemudian aku menjelaskan permasalahanku yang tak juga kunjung punya anak, malu juga sebenarnya menceritakan ini kepada bekas pacar yang kutinggalkan. Lalu dia melakukan sedikit Tanya jawab mengenai seputar kehidupan dan sesekali menyerampet ke masalah sex yang cukup sensitive, tapi itu kuanggap sebagai bagian dari tugas dia.
“oke, silahkan berbaring, biar aku periksa” kata Dr. Davine
Aku menuruti saja perkataanya, kemudian Dr. Davine mulai memeriksa tubuhku, bisa kurasakan tangannya gemetar ketika memeriksa kondisi tubuhku, sepertinya ada rasa nervous pada Dr. Davine begitu juga aku, mungkin dia tahu degup jantungku yang berdetak tak normal ketika stetoskop di tempelkan di dadaku. Sepertinya kami berdua merasa canggung.
Dr. Davine memintaku melepas celana dalamku karena dia mau USG, dengan gemetar aku memenuhi permintaanya dan posisi kakiku mekangkang di tempat yang sudah disediakan. Posisi Dr. Davine tepat diselangkanganku yang sudah tidak tertutup, aku yakin sekali dia bisa melihat alat kewanitaanku dengan jelas, entah apa yang ada dipikiran dia aku nggak tahu, kemudian dia memasukkan alatnya USG ke memekku, dan tampaklah di layar monitor alat itu gambaran rahimku. Setelah melakukan diagnosa, selesailah USG dan dia memintaku kembali duduk tempat duduk semula, lalu menjelaskan diagnosanya terhadap rahimku dan beberapa tindakan yang harus dilakukan.
Selesailah acara konsultasi dengan Dr. Davine, aku beranjak dari kursi dan menjabat tangan Dr. Davine, aku tak punya kekuatan ketika Dr. Davine mencium pipi kananku bahkan ketika ciumannya berpindah kekiripun aku tetap tiada kekuatan untuk menolaknya, bahkan seperti diluar kendaliku, tanganku segera meraih kepala Davine dan kucium bibirnya dan dia memberi respond dengan mengulum bibirku, cukup lama kami berciuman melepas rindu yang sudah lama terpendam dan tak sempat berkembang. Setelah kami tersadar, Davine melepas ciumannya, aku sebenarnya ingin lebih lama lagi bersama dia, napasku sudah memburu tak karuan, tapi dia sudah memanggil suster yang di luar.
“aku ingin kenalan dengan suamimu, kalau kamu nggak keberatan kupanggil dia masuk sekarang” katanya
“Sus, tolong panggil suami Nyonya ini masuk” perintahnya pada suster.
Aku diam saja mengatur napas ketika susternya masuk. Kemudian Darma masuk ke ruang konsultasi dan duduk di sebelahku, kuremas tangannya untuk menenangkan diriku sendiri, karena aku tak tahu apa yang dimaui Davine.
“Pak Darma, sepertinya istri anda perlu pemeriksaan lebih lanjut, kalau anda tidak keberatan aku akan melakukan beberapa test, perlu waktu mungkin sekitar 25 hingga 30 menit mungkin lebih, atau kamis yang akan datang supaya waktunya lebih lama”
Darma, Suamiku diam saja lalu melihat ke arahku, aku Cuma menganggukkan kepala karena masih bingung dengan apa maunya Dr. Davine.
“baiklah dok, daripada nunggu kamis depan antri lagi, sekarang saja dok udah tanggung” jawab suamiku pasrah.
“oke silahkan tunggu diluar ” kata Davine sambil mempersilahkan suamiku keluar.
Begitu pintu ruang konsultasi di tutup, Davine menghampiriku.
“not bad, pantesan kamu mau meninggalkan aku demi dia” katanya sambil tangannya menarikku ke pelukannya, dan kami kembali berdiri bercumbu.
Tangannya berpindah ke pantatku dan menyingkap rokku, meremas pantatku yang telanjang karena aku memang belum mengenakan kembali celana dalamku, karena nervous.
Ciuman kami begitu bernafsu, maklum kangen berat, bibir Davine sudah turun ke leherku, tak mau kalah kupeluk dia erat erat saat Andre mengelus dan meraba raba pentatku, nafasku berpacu dengan nafsu.

Antara kesadaran sebagai seorang istri dan rasa kangen serta ingin menebus kesalahan masa lalu saling muncul silih berganti, tapi akhirnya menghilang saat Dr. Davine mulai membuka resluiting bajuku dan dipelorotkan ke bawah. Aku kembali memeluknya ketika tinggal bra ungu yang menutupi bagian intim tubuhku. kubuka celananya hingga melorot kebawah dan tanganku langsung menuju ke Kontolnya yang masih tertutup celana dalam, kurasakan ketegangan dan keras seperti batu, agak malu juga aku telanjang di depan dia tanpa sehelai benangpun menempel di tubuhku, baru kali ini aku dalam posisi seperti ini selain dengan suamiku. Davine langsung menyerbu kedua bukit di dadaku yang masih tertutup bra sutera, diciuminya kedua bukit itu dengan gemas, sesaat kemudian bra-ku tak bertahan lagi di tubuhku.
“kamu ternyata makin montok saja, dan payudara indah mu makin terawat dibanding dulu, makin matang dan lebih sexy” katanya sambil memandangi tubuhku yang sudah telanjang dan langsung membenamkan kepalanya di antara kedua belah bukit di dadaku.
Meskipun pacaran kami tak lama, tapi karena kami sudah berteman sejak lama, maka pada masa pacaran kami sudah pernah saling meraba dan melihat, hanya sebatas itu, paling banter peting. Davine sudah mendaratkan lidahnya ke puncak bukitku, dia mempermainkan lidahnya di putingku, secara bergantian dari kiri ke kanan dan seterusnya sambil tangannya meremas remas dengan penuh gairah seakan tak ingin kehilangan diriku lagi.
Kurasakan kenikmatan yang tak terkira, gairah sexualku mulai naik, aku hanya bisa menggelinjang, kugigit bibirku karena tidak bisa mendesah dan menjerit dalam kenikmatan, takut ketahuan.
Davine mendudukkanku di meja prakteknya, dengan hati hati disingkirkannya peralatan kerjanya ke kursi samping supaya tak menumbilkan curiga pada suster maupun suamiku yang menunggu di luar. Kakiku dipentangkan lebar seperti saat konsultasi tadi, tapi kali ini kepala Davine langsung menuju ke selangkanganku, dibenamkannya kepalanya diantara kedua pahaku, ternyata Davine mempermainkan memekku dengan lidahnya. Kuremas rambutnya sebagai pelambiasan karena aku tidak bisa melampiaskan dengan menjerit atau mendesah seperti biasa kulakukan. Napasku sudah berpacu dengan birahiku, dengan indahnya Davine mempermainkan irama jilatannya di daerah yang benar benar peka, sepertinya dia sangat menguasai peta anatomi daerah erotica memekku, dan aku dibuatnya melayang layang menuju puncak kenikmatan, jilatannya sungguh teratur, halus tidak kasar tetapi memberikan kenikmatan yang tiada tara, permainan di daerah klitoris maupun kombinasi permainan lidah dan kocokan jari tangannya terlalu berlebihan kenikmatannya.
Hampir saja aku menjerit kalau saja Davine tidak segera menghentikan permainan lidahnya.
“please Dav, jangan goda aku, sekarang please” desahku pelan takut terdengar suamiku yang menunggu di luar, entah dia dengar atau tidak.
Mengerti akan permintaanku, Davine mengakhiri permainan lidahnya, dia berdiri didepanku, mengamati aku yang lagi terbakar birahi.
“kamu makin cantik dan mempesona apalagi kalau lagi bernafsu seperti ini” katanya sambil melepas baju dan celananya, tangannya mengatur Kontolnya ke memekku.
Kami kembali berciuman, tanganku memegang Kontolnya dan mengocoknya.
“sepertinya lebih besar daripada dulu” bisikku sambil meremas remas Kontolnya.
Dia hanya tersenyum ketika kubimbing Kontol itu ke memekku yang sudah basah, kusapukan sejenak ke bibir memekku, ternyata Davine tidak mau menunggu terlalu lama, dia langsung mendorong masuk Kontolnya ke memekku yang sudah basah, gerakannya perlahan tapi makin lama makin masuk ke dalam, hingga semua batang Kontol Davine terbenam ke memekku didiamkannya sejenak.
Ini adalah Kontol kedua yang menikmati hangatnya memekku selain suamiku, karena aku memang tidak pernah berselingkuh dengan laki laki lain. Sebenarnya ukuran Kontol Davine boleh dibilang sama dengan punya Darma, tapi karena bentuknya berbeda, maka aku merasakan sensasi yang berbeda antara Davine dan suamiku.
“pelan pelan, Dav” bisikku.
 “lebih dari sepuluh tahun aku mendambakan saat saat seperti ini” jawabnya sambil memandangku penuh kemesraan. Davine menarik keluar secara perlahan dan kembali memasukkan secara perlahan pula dan makin lama makin cepat, tapi halus dan tidak liar. Sungguh indah permainan Davine, dengan penuh perasaan dan penuh kenikmatan, dia mengocok memekku dengan Kontolnya sementara tangannya meraba dan meremas payudaraku.
Aku telentang di meja, diangkatnya kakiku ke pundaknya, tangannya meremas kedua payudaraku, gerakannya tetap teratur seakan dia menikmati setiap gesekan dan gerakan dari tubuhku, pandangan matanya tak pernah lepas dari mataku sungguh menghanyutkan pandangannya. Dirabanya seluruh tubuhku seolah tak mau terlewatkan sejengkalpun dari jamahannya.
“terlalu lama aku merindukan seperti ini, selama hampir tiga tahun pertama sejak perkimpoianmu aku membayangkan saat seperti ini” katanya tanpa menghentikan gerakannya
“Dav, please jangan ungkit itu lagi” kataku pelan disela sela kenikmatan
Davine lalu membalikkan tubuhku, kini aku tengkurap di meja kerjanya, dengan perlahan Davine kembali memasukkan memekku, kali ini dari belakang. Kembali aku merasakan kenikmatan yang datang silih berganti antara sodokan, elusan dan ciuman di punggung serta remasan di dadaku, aku merasakan bercinta dengan seorang good lover yang romantis, yang tahu kapan saatnya untuk berbuat apa, dia sepertinya tahu persis yang bisa membuatku melambung ke awan kenikmatan birahi, kurasakan kocokan yang penuh kemesraan dan perasaan. Lalu Davine menarik tanganku, kini aku setengah berdiri dengan tanganku dipegangi dari belakang sama Davine, dikocoknya dengan tiada henti, ingin rasanya teriak atau mendesah merasakan kenikmatan ini, tapi suamiku masih menunggu diluar sementara Davine mengaocokku dari belakang makin lama makin keras, iramanya kini berubah liar dan tidak beraturan, meskipun agak kaget dengan perubahan iramanya tapi aku menikmati juga variasi ini.

Kini aku dihadapkan ke di tembok, tanganku tertumpu pada tembok menahan tubuhku, kaki kanankudiangkat Davine dan dia mengocokku dengan keras dan cepat, mungkin suamiku menunggu di balik tembok ini aku tak tahu, tapi aku tahu pasti kalau suamiku masih di luar sana dan aku yakin sekali dia akan segera tahu kalau aku teriak atau mendesah dalam kenikmatan.
Kutengok ke belakang, wajah Davine tersenyum penuh kemenangan, kemenangan karena dia bisa mempermainkan aku sementara aku hanya bisa menahan desah kenikmatan.
“kamu gila Dav” ucapku pelan dan hanya dibalas senyum dan hentakan di memek ku. Aku merasakan kenikmatan yang tak bisa kugambarkan, suatu kenikmatan yang bercampur ketegangan suatu petualangan yang nyerempet bahaya tapi benar benar kunikmati.
Tiba tiba pintu kamar di ketok.
“sebentar sus” teriak Davine sedikit panik
“kita masuk tempat periksa, bawa bajumu” perintahnya, dan kami berdua masuk tempat periksa dan menutup gordennya.
Bukannya berhenti, Davine malah kembali mendorongku hingga aku berdiri membungkuk dan bersandarkan kursi, tanpa mempedulikan protesku dia kembali melesakkan Kontolnya ke memek ku.
“gila kamu” protesku
“masuk sus” katanya sebagai jawaban sambil terus menyodokku dengan keras, aku hanya menggigit bibirku menahan kenikmatan ini.
“dok, sudah jam sepuluh lebih, kalau Dr. tidak memerlukan saya lagi, saya permisi pulang dulu ya” kata suster dari luar gordin
“oke sus, sampai besok, tolong panggilkan Pak Darma kesini” jawab Davine tanpa menghentikan kocokannya
“apa apaan ini” protesku kembali dengan pelan setelah kudengar pintu ditutup suster
“tenang saja, percayalah aku takkan terjadi apa apa” katanya dan kocokannya makin keras disertai remasan yang kuat pada payudaraku yang menggantung sesekali diselingi tarikan pada rambutku, kugigit bibirku kuat kuat ketika kudengar pintu kembali dibuka.
“ya dok, sudah selesai ?” kudengar suara suamiku dibalik gordin
“Pak Darma, mohon tunggu sebentar lagi ya, mungkin 15 menit lagi, sudah hampir selesai koq” jawab Davine tenang, tak setenang kocokannya di memek ku, aku menggigit jariku menahan desah napasku, tegang dan nikmat bercampur menjadi suatu petualangan yang tak pernah kubayangkan sebelumnya.
Aku bercinta dengan mantan pacarku sementara suamiku hanya terpisah selembar kain gordin diluar sana, aku merasakan ketegangan yang hebat, tapi diluar dugaanku justru menambah erotis dan sensasi dari dalam diriku.
“iya pa, nggak tahu Dr. Davine, maunya macam macam nih” jawabku terbawa emosi erotis sambil meremas sandaran kursi menahan desah karena kocokan Davine.
“nggak apa Pak Darma, ini sudah biasa koq, dari pada nggak kelar” kembali Davine menimpali sambil meremas kedua payudara ku dengan makin keras, aku hampir menjerit kalau tak ingat suamiku diluar sana, kupelototi dia sebagai protes tapi dia tersenyum saja.
“oke dok, nggak usah terburu buru, diselesaikan saja dok, yang penting hasilnya, ma papa tunggu diluar ya, jangan pikirin aku diluar, ikuti saja kata Dr. Davine” jawab suamiku dari balik gordin, lalu kudengar pintu tertutup.
 “tuh kan suamimu sendiri bilang nggak usah terburu buru, jangan pikirin dia suruh ikutin kataku ” kata Davine menggoda, kocokannya makin cepat seakan menumpahkan segala rindu dan dendam yang terpendam bertahun tahun.
Kini aku ditelantangkan di tempat tidur pasien, tubuhnya lalu naik di atasku, kini kami telanjang dan kembali berpelukan dan berciuman di ruang prakteknya, untuk kesekian kalinya dia memasukkan Kontolnya ke memek ku terus mengocoknya, karena tempat tidur berbunyi ketika digoyang, Davine pindah ke kursi, ditariknya tubuhku kepangkuannya.
Aku segera mengatur posisiku dipangkuannya, sesuai “petunjuk” suamiku untuk mengikuti kata Davine. Kini ganti aku yang mengocok Davine, posisi ini adalah favouritku. Tanpa menunggu lebih lama lagi, segera kugoyang dan kuputar pantatku hingga terasa memek ku diaduk aduk Davine. Tak mau kalah, Davine meremas payudara ku dan mengulum kedua putingku dengan sedotan yang kuat, aku tak bisa bertahan lebih lama lagi, maka sampailah ke puncak kenikmatan tertinggi, orgasme pertama yang kualami selain dengan suamiku. Kugigit keras jariku untuk menahan jeritan orgasmeku supaya tak terdengar dari tempat suamiku menunggu.
“udah Dav, keluarin please” pintaku setelah mengalami orgasme
“kan suamimu bilang nggak usah buru buru” goda Davine
Tak tahan dipermainkan lebih lama, dengan sisa tenaga yang ada, aku goyang makin liar dan cepat, Davine membenamkan kepalanya di antara payudara ku, sepertinya dia sudah tak tahan lagi, makin keras sedotan di putingku.
“aku mau keluar, di dalam ya Lly” pintanya
“gila kalau hamil gimana” protesku
“berarti terapinya sukses” jawabnya sambil kembali meremas dan menyedot putingku, aku ingin berdiri melepaskan pelukan Davine tapi terlambat ketika kurasakan denyutan dan semprotan yang keras dari Kontol Andre mengenai sisi dalam memek ku, terasa begitu keras denyutan itu hingga aku terhanyut dan mengalami orgasme untuk kedua kalinya dengan Davine.

Aku terkulai lemas, kusandarkan kepalaku dipundak Davine, dia membelaiku dengan penuh kasih sayang, terhanyut aku dalam belaiannya dan pangkuannya, tubuh kami menyatu dan kurasakan degup jantung Davine, keringat kami saling menempel menyatu dalam kenikmatan, sesaat aku melupakan kalau suamiku menunggu dengan setia di luar ruangan. Beberapa saat kemudian kami tersadar dan segera berbenah, kukenakan kembali pakaianku dan merapikan make up di wajahku, setelah dirasa semua sudah aman, Andre memanggil suamiku untuk masuk.
“Pak Darma, istri anda memang hebat, dia bisa tahan lama dengan kondisi seperti ini” kata Dr. Davine sambil melirik ke arahku. Aku hanya senyum senyum saja mendengar perkataannya, tapi tidak dengan suamiku.
“maksud dokter ?”
“ada sedikit kelainan pada rahim istri anda, dengan kondisi seperti ini kalau capek atau kondisi tertekan dia akan sangat kesakitan” jelasnya, kemudian dia menjelaskan dengan bahasa kedokteran yang bagi kami berdua tidak mengerti sama sekali, tapi aku iyakan saja.
“saya akan melakukan therapy dua kali seminggu kalau bisa senin disini dan kamis di tempat praktek saya di rumah supaya bisa lebih lama” jelas Davine sambil melirikku kembali
“saya sudah melakukan terapi awal, sementara ini harap jangan berhubungan dulu selama satu minggu, setelah satu minggu datang lagi ke sini akan saya beri terapi dan obat untuk bisa berhubungan besoknya” lanjut Davine kembali melirikku pertanda dia merencanakan sesuatu.
“saya ikut apa kata dokter saja, mana yang terbaik bagi istriku terbaik pula bagi kami” jawab suamiku
“oke Pak Darma, bu Darma, kita sudah sepakat, sampai senin di tempat praktek saya di rumah, harap reservasi dulu senin pagi supaya tidak terlalu lama menunggu” kata Davine sambil menyerahkan kartu namanya ke suamiku.
Selama percakapan ini, kurasakan sperma Davine menetes keluar dari memek ku, entah berapa banyak yang tertampung di celana dalamku. Akhirnya kami pergi ketika lonceng jam 23.11 berbunyi, berarti aku sudah bersama Davine paling tidak selama dua jam, dan lebih dari satu jam melakukan sex dengan dia, Davine mengantar kami hingga pintu, sebelum meningalkan kami, dia masih sempat meremas pantatku.
“jangan lupa Kamis untuk reservasi dulu” katanya terus menghilang dibalik pintu. Ketika suamiku mengurus pembayaran, aku ke toilet untuk membersihkan sisa sperma Davine yang menetes di pahaku.
 “Dr. Davine orangnya masih muda, ganteng lagi, pantesan banyak pasangan muda yang menjadi pasiennya” kata suamiku ketika dalam perjalanan pulang.
“cara dia menangani pasien begitu tenang, cool gitu, sehingga kita seperti berhadapan dengan seorang teman bukan seorang Dr.” jawabku.
“Senin aku antar lagi deh, lebih sore biar tidak terlalu malam dan terapi-nya tidak terburu buru” tambah suamiku tanpa prasangka
Hari Senin setelah reservasi pagi hari, aku ternyata mendapat nomer terakhir lagi, diminta datang pukul 7 malam di tempat praktek Davine. Tempatnya di lingkungan perumahan yang elit dan asri, suasananya begitu nyaman untuk tempat tinggal, ternyata Andre membuka praktek di paviliun samping rumahnya yang gandeng dengan rumah utama. Pukul 6:30 malam aku dan suami sudah sampai di tempat praktek, ada 2 pasien yang menunggu di situ, rata rata masih muda, seusia kami. Setelah menunggu lebih dari satu jam dan tidak ada pasien lainnya lagi, akhirnya suster cantik itu memanggil kami masuk.
Di depan kami berdua Davine begitu berwibawa seperti layaknya seorang Dr..
“bagaimana Pak Darma, apa anda mengikuti petunjuk saya untuk tidak berhubungan paling tidak hingga Kamis depan ?” Tanya Dr. Davine
“ya bagaimana lagi dok, kalau ingin berhasil kita ikutin anjuran Dr. saja” jawab suamiku seperti pasrah, sebenarnya nggak tega juga aku melihat expresi wajahnya.
“kali ini mungkin tidak selama yang pertama, paling lama satu jam, Pak Darma boleh tunggu di sini atau di luar” kata Davine
“saya tunggu di luar, tempatnya sejuk dan asri, boleh saya Tanya dok ?” kata suamiku
“silahkan”
“kenapa suami tidak boleh menemani istri untuk konsultasi”
“banyak alasan, pertama, biar tidak terlalu banyak pasien kalau suaminya tidak setuju, sebagai upaya pembatasan pasien secara halus, kalau nggak gitu bisa tiap hari saya selesai praktek jam 12 malam. Kedua, saya tentu akan merasa canggung bila memeriksa si istri sementara sang suami melototi kerja saya. Ketiga belum saatnya, setelah periksa istri dan ternyata tidak ada masalah maka mungkin masalahnya ada di suami, baru saya akan periksa suaminya, itulah metode pengobatan saya” jawab Davine
“oke dok, aku tunggu di luar saja” kata suamiku langsung keluar meninggalkan aku berdua dengan Davine.

Sepeninggal suamiku, Davine langsung menarikku di pangkuannya, kami berciuman mesra, tangannya langsung meraba ke dadaku diremasnya dengan penuh gairah. Aku mulai mendesis pelan ketika ciumannya sampai di leherku.
“jangan mendesah disini sayang, ntar suamimu dengar” bisiknya, dia sudah berani bilang sayang seperti dulu kala.
“bagaimana dengan suster diluar” tanyaku
“kenapa ” dia tak berani masuk kalau tidak aku panggil”
Tangan Davine dengan terampil membuka resliting di belakang hingga rok-ku langsung melorot ke pingggang, aku sengaja pakai pakaian rok terusan yang simple supaya mudah “dilucuti”, aku membalasnya dengan membuka bajunya dan melemparnya ke meja.
Aku kemudian berdiri, dengan sendirinya rok-ku melorot ke lantai, kini aku hanya mengenakan bra hitam berenda setelan dengan celana dalamku, aku memang berusaha tampil sexy dan menggoda di depan Davine, dan ternyata berhasil, dia memandang dengan seksama ke arahku, menikmati setiap lekuk kemolekan dan keindahan tubuhku.
“kamu sungguh cantik dan sexy” komentarnya, sambil berdiri melepas celananya.
Aku memutar tubuhku seperti layaknya seorang model pakaian dalam, kemudian memulai gerakan erotic seperti penari streaptease, Davine duduk kembali di kursi menikmati tarian erotic-ku sambil meremas remas Kontolnya yang mulai menonjol dari balik celana dalam biru-nya.
Sesekali kugoda dia dengan menempelkan payudara ku di wajahnya lalu menariknya kembali. Perlahan kulorotkan kedua tali bra-ku lalu diikuti melepas bra dari tubuhku dan kulemparkan ke wajah Davine, tampaklah payudara kebanggaanku menggantung indah menantang terpampang di depannya.
Davine menelan ludah, dia berusaha menarikku ke pelukannya tapi aku menghindar menggoda, semakin dia terbakar birahi semakin baik bagiku, aku ingin menggodanya. Sensasi dan rasa erotis di diriku makin naik mengingat bahwa kini aku sedang menari streaptease di depan Davine yang hampir telanjang sementara suamiku menunggu di luar dan istri Davine ada di ruangan sebelah bersama anaknya, sungguh permainan ketegangan yang menggairahkan. Davine sepertinya makin terbakar birahinya, kini dia sudah melepas celana dalamnya dan meremas remas Kontol-nya sambil menikmati tarian erotisku.
Celana dalam satu satunya penutup tubuhku masih menempel indah, tapi Davine sepertinya sudah tidak tahan lagi dengan dorongan birahinya, dia lalu berjongkok di depanku, kakiku kananku dinaikkan ke kursi, dari celah celana dalam dia mulai mencium dan menjilati memek ku yang sudah basah karena begitu terangsang menikmati sensasi ini.
 Permainan lidah Davine tak terlalu lama, dia lalu menarik turun celana dalamku hingga kami sama sama telanjang. Davine meneruskan pekerjaannya, jilatan lidahnya menyusuri pangkal paha hingga bibir memek ku. Klitoris adalah bagian yang paling mendapatkan perhatian khusus dari Davine, cukup lama dia memainkan lidahnya di klitorisku dengan berbagai macam gerakan lidah, entah jurus apa yang dia pakai hingga aku hanya bisa menggigit bibir bawahku menahan desah. Kuremas rambutnya dan kudorong lebih dalam ke memek ku.
Aku duduk di kursi dokter, kepala Davine kembali menempel di selangkanganku, dia sungguh menikmati permainan ini begitu juga aku, permainan lidahnya sungguh jauh lebih lebih nikmat dibanding dengan suamiku, mungkin dia melakukan dengan menggunakan teori.
Desah tertahan sungguh merupakan siksaan tersendiri bagiku, tapi tidak bagi Davine, dia menikmati siksaanku ini, dia menyukai expresi wajahku ketika menahan desah kenikmatan, apalagi saat orgasme.
Setelah puas menikmati memek ku, Davine lalu berlutut di depanku dan mengatur posisinya sebelum memasukkan Kontolnya ke memek ku. Aku nggak mau melakukan terlalu cepat, kuminta Davine berdiri berganti posisi, dia duduk di kursi, kini aku berlutut di depannya, kuciumi Kontolnya, dengan gerakan menggoda, kujilati kantung bolanya, kupermainkan lidahku di batang dan ujung kepala Kontolnya sebelum memasukkan Kontolnya kemulutku. Akhirnya hampir semua batang Kontolnya masuk dalam mulutku, dengan sliding aku mulai mempermainkan dia, kini dia mendesah tertahan karena takut ketahuan, baik oleh istrinya maupun suamiku di luar sana.

Sepertinya dia hampir tak tahan, lalu tubuhku dibopongnya menuju kamar sebelah yang tersambung ke ruang praktek dia. Kamar itu tidak terlalu luas, dengan ranjang yang cukup besar dan bersih, dindingnya di hiasi cermin seukuran ranjang.
“kamar apaan ini ?” tanyaku masih dalam gendongannya
“untuk pasien kalau perlu periksa sperma, ntar juga kamu akan tahu dan mengalami” jelasnya
“kamu boleh teriak sepuasnya, karena terlalu jauh dan tak akan terdengar oleh suamimu dari ruang tunggu pasien, kamar ini dirancang kedap suara” lanjutnya
“bagaimana dengan istri dan anakmu ?” tanyaku
“ada di dalam mungkin sedang nonton TV sama anakku, dia baru berumur 2 tahun” Davine merebahkuan tubuhku di ranjang, dengan mesra dan penuh gairah dia menciumi kedua payudara ku sambil menindih tubuhku.
“ssssssshhhhh?”.. aagghhhh” aku sudah berani mendesis meski perlahan sebagai pelampiasan atas kenikmatan yang aku alami.
“Dav, fuck me please nooooowwwwww” pintaku sambil mengocok kontol Davine
Tanpa membuang waktu lebih lama, Davine segera memasukkan kontolnya yang sudah sekeras batu ke memek ku yang sudah basah, dengan tiada kesulitan yang berarti melesaklah kontol itu ke memek ku, masuk semua tanpa tersisa. Meskipun sudah pernah sekali melakukan dengan Davine, masih saja kurasakan perasaan asing di memek ku, karena bentuknya yang berbeda dengan suamiku.
Kupeluk erat tubuh Davine seolah tubuh kami menyatu dalam panasnya api birahi yang membara, sambil tetap berpelukan dan berciuman, Davine mengocokku dengan penuh perasaan, pantatnya turun naik di atas tubuhku, kunaikkan kakiku menjepit pinggulnya untuk memberikan jalan supaya bisa masuk lebih dalam.
“aaaaagghhhh”.. yaaa?” yesss”. trussss Dav” desahku mulai agak keras, aku mulai menemukan irama permainanku mengimbangi goyangannya, kami bergulingan di atas ranjang sempit itu, terkadan aku di atas kadang dibawah.
Cukup lama kami dengan posisi ini, tak terasa kedua peluh sudah menetes campur menjadi satu, seperti menyatunya tubuh kami dalam lautan kenikmatan. Memang asik bercinta dengan Davine, begitu penuh perasaan karena memang diantara kami bukan cuman nafsu yang berperan tapi api cinta masih belum padam sepenuhnya, dan sekaranglah saatnya menuntaskan cinta yang terpendam, bukan berarti aku tidak cinta sama suamiku tetapi rasa cinta dan nafsu kali ini sungguh berbeda.
Kami bercinta layaknya sepasang kekasih yang dilanda kangen berat, apalagi sudah tiga hari tidak berhubungan dengan suamiku. Dengan bebas dan tanpa beban aku bisa mengekspresikan kenikmatanku dalam desahan desahan dan jeritan ringan, apalagi ketika Davine mulai mengocok dengan cepat dan keras hingga ranjang ikut bergoyang keras.
Kuimbangi permainan irama Davine dengan menggerakkan tubuhku melawan gerakan Davine, kujepit tubuhnya dengan kedua kakiku yang mengapit di punggungnya sehingga pantatku ikut terangkat membuat Davine lebih dalam menanamkan kontolnya di memek ku. Kurengkuh sebanyak mungkin kenikmatan dari Davine sebanyak yang bisa dia berikan, Davine mengangkat tubuhnya hingga tertumpu pada lutut, kakiku dipentangkan membuat memek ku terbuka lebat, kocokan Davine semakin cepat secepat degup jantung kami.
Dengan posisi seperti ini kami bisa saling memandang sambil bercinta, kuamati wajah dan tubuhnya yang bersimpuh peluh kenikmatan, wajah Davine menurutku jauh lebih tampan dibandingkan dulu, lebih matang. Cukup lama kami bercinta dengan posisi ini, dia lalu telentang di sampingku, tanpa menunggu permintaannya, segera aku jongkok di atas kontolnya, perlahan kuturunkan tubuhku sampai semua kontol Davine masuk ke memek ku semua.
 Kontol Davine terasa menyetuh dinding terdalam dari memek ku, kunaikkan kembali tubuhku lalu kuturunkan begitu seterusnya hingga aku bisa mengocokkan kontolnya ke memek ku. Davine meraba dan meremas kedua payudaraku sambil memainkan pentilnya, membuatku tambah terbakar dalam nafsu dan birahi. Kurubah gerakanku menjadi berputar seperti orang ber hula-hop, memek ku terasa seperti diaduk-aduk kontol Davine yang masih keras itu, sambil menggoyang pinggul kuraba dan kupermainkan kantong bolanya sehingga Davine kelojotan merem melek, matanya melotot ke arahku, pancaran kenikmatan kutangkap dari sorot matanya.
Aku melakukan variasi gerakan dengan posisi di atas aku yang pegang peranan, kombinasi antara hula hop lalu maju mundur kemudian naik turun kembali lagi ber hula hop membuat Davine seakan terbang tinggi dalam kenikmatan birahi, begitu juga aku, kontol Davine sepertinya menjelajah ke seluruh pelosok ruang memek ku. Ternyata Davine tak mau kalah, dia ikutan menggoyang pinggulnya melawan gerakanku, semakin cepat aku menurunkan tubuhku semakin cepat pula dia menaikkan pinggulnya hingga memek ku tersodok dengan kerasnya begitu seterusnya. Tak teringat lagi apa yang dilakukan suamiku di luar ruangan ini yang masih setia menunggu istrinya sedang bercinta dengan mantan pacarnya.
“Dav, aku mau keluar sayang” kataku tak tahan menghadapi perlawanannya
“jangan dulu sayang, tidak dalam posisi seperti ini” jawabnya sambil mengangkat tubuhnya hingga posisi duduk dan aku dalam pangkuannya.
Goyanganku semakin cepat, Davine sudah membenamkan kepalanya di antara kedua payudaraku, mulutnya mempermainkan putingku secara bergantian, aku merasakan kenikmatan yang hebat antara kocokan di vagina dan kuluman maupun sedotan di putingku. Gerakanku makin cepat dan tidak beraturan antara hingga tak tertahankan lagi aku mencapai puncak kenikmatan yang indah.
“oooooouuuuuuuuughhh… DAVSSS!!”. DAV?” oh, yessss?” oh, yessssssss, Davvvvvvvv” desahku dalam orgasme sambil meremas rambut Davine yang masih larut dalam keindahan permainan kami, sedotan di putingku makin kencang ketika orgasme kudapatkan hingga menambah kenikmatan yang tiada terbayangkan sebelumnya, tak lama kemudian maka lemaslah aku dalam pangkuannya. Davine membelaiku dengan mesra, meski aku tahu dia belum mengalami orgasme, tapi dia tetap tenang, aku masih dalam pangkuannya, dielusnya punggungku sementara kepalaku sudah terkulai di pundaknya.
kontol Davine di memek ku masih menegang, aku merasa kasihan juga, tapi badanku lemes sehabis orgasme setelah tiga hari tanpa sex. Dia menyuruhku berbaring di sebelahnya, kemudian digulingkannya tubuhku hingga aku tengkurap, lalu Davine naik di atasku, dipeluknya aku dari atas lalu dia bergeser di antara kakiku yang dipentangkan. Ditariknya pantatku sedikit ke atas hingga aku agak nungging, kembali dia melesakkan kontolnya ke memek ku dan dengan cepatnya mulai mengocok.
Tangannya mengelus punggungku lalu tubuhnya tengkurap di atas tubuhku, dia mengocokku dari belakang dengan posisi seperti ini, belum pernah aku melakukan sebelumnya dengan suamiku, ini pengalaman pertamaku, gairahku mulai naik kembali merasakan sensasi kenikmatan yang baru, tapi dengan posisi seperti ini aku tidak bisa melakukan apa apa kecuali hanya pasrah menerima kenikmatan yang dia berikan. Menyadari kepasrahanku, Davine makin menjadi jadi mengocokku, dihentakkannya pinggangnya ke arah pantatku hingga kontolnya menghantam dinding memek ku dengan kerasnya sambil dia menciumi tengkuk, pungak dan telingaku, yang kadang kadang dikulumnya.
“aaaaauuugghhhhh?”eeeehhhhhh?”..emmmmhhhh” hanya desah itulah yang bisa kulakukan. Entah gaya apa yang dimainkan ini, yang jelas bukan doggie, mungkin gaya kura-kura kali, tapi who cares, yang penting aku mendapatkan pelajaran dan kenikmatan baru dari dia.
Tak lama kemudian kurasakan denyutan keras dari kontol Davine menghantam dinding memek ku dengan kerasnya, semprotan demi semprotan kunikmati dengan perasaan yang lain, begitu kerasnya denyutan itu hingga mengantarku mencapai orgasme yang kedua kalinya hingga kali ini aku benar benar lemas tak bertenaga. Davine terkulai diatas punggungku setelah menyemprotkan spermanya di memek ku, kemudian dia berguling berbaring di sebelahku.
“Ternyata kamu lebih hebat dari yang aku bayangkan selama ini” komentarnya setelah selesai menyetubuhiku lebih setengah jam.
“Tak kusangka bercinta dengan kamu bisa senikmat ini” lanjutnya.
“Kamu orang kedua setelah suamiku, dan aku benar benar menikmati saat saat seperti ini” jawabku
“beruntunglah aku” Davine menimpali sambil tangannya mengelus punggungku
“aku juga beruntung bisa mendapat kesempatan seperti ini, bisa merasakan dua kontol yang berbeda dengan permainan yang berbeda pula” kataku sambil meremas kontolnya yang mulai melemas.
“kenapa tidak kamu bandingkan saja perbedaannya sekarang, percaya deh sensasinya pasti berbeda?”
“maksudmu ?” kataku nggak ngerti
“sekarang kamu main dengan suamimu disini, kalau mau, aku yang akan mengatur, serahkan padaku” usulnya
“kamu gila Dav, setelah aku dengan kamu, lalu kamu minta aku dengan suamiku, mana aku bisa aku lakukan itu, lagian aku juga sudah capek”
“yang penting kamu mau nggak “, soal lainnya serahkan aku, percaya deh pasti kamu akan berterima kasih setelah ini” jelas Davine meyakinkanku.
  

0 komentar :

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...