Di sebuah kamar kontrakan yang terlihat cukup lebar, seorang cewek cantik
nampak sedang terduduk di atas ranjang. Tangan kanannya nampak sedang
meraba-raba memeknya sendiri yang permukaannya tertutupi oleh bulu-bulu tipis
berwarna hitam. Memang saat ini bagian bawah tubuh cewek tersebut tidak tertutup
apapun lagi, karena celana pendek coklat maupun celana dalam putih polos yang
semula dikenakannya kini tergeletak di entah ada dimana. Sedangkan tangan kiri
cewek tersebut juga terlihat sibuk memilin-milin sendiri puting payudara
kirinya. Tubuh atas cewek tersebut memang saat ini masih terbalut kaos ketat
berwarna kuning, namun posisi bra putih yang dikenakakannya kini sudah bergeser
dari posisinya semula.
Cewek
cantik itu bernama Reina. Ia berumur 18 tahun dan baru saja menginjak semester
1 di salah satu perguruan tinggi yang cukup TOP di kota tersebut. Saat ini
Reina memang sedang dilanda horny berat karena memang sebentar lagi dirinya
akan mendekati masa menstruasi. Masa-masa seperti ini bagi seorang cewek
seperti Reina memang menjadi saat dimana libido sedang tinggi-tingginya.
Sebagai seorang jomblo, tentunya Reina tidak memiliki pasangan yang bisa ia
ajak menyalurkan hasrat birahinya. Maka dari itu masturbasi pun menjadi
satu-satunya cara yang paling efektif sebagai penyaluran birahinya saat ini.
Kedua
mata Reina nampak terpejam mencoba untuk menghayati rabaan demi rabaan yang ia
lakukan sendiri pada tubuhnya. Sesekali desahan kecil terdengar dari mulut
cewek cantik tersebut, ketika rabaannya menyentuh puting dan klitorisnya
sendiri. Namun ketika semua usahanya ini hampir memperoleh” hasil”, tiba-tiba
terdengar suara ketukan pintu di depan pintu kamar kontrakan Reina.
“Tok…
tok… tok…!”.
“Sial!”,
runtuk Reina di dalam hati. “Kenapa mesti di saat seperti ini ada tamu yang
datang ke kontrakanannya, benar-benar sial!”, runtuk cewek itu lagi.
“Tok…
tok… tok…! Rei…!!”, suara ketokan di pintu kenbali terdengar, kini ditambah
dengan suara teriakan seorang cewek.
“Sebentar…!”,
teriak Reina.
Dengan
segera cewek cantik tersebut mengancingkan kembali kaitan branya dan mengenakan
celana dalamnya.
“Ya,
sebentar!”, teriak Reina lagi sambil merapikan posisi celana pendek dan
kaosnya.
Setelah
merapikan pakaian dan sedikit mengusap-usap wajahnya di depan cermin yang
terlihat sedikit memerah akibat menahan nafsu, cewek itu pun kemudian membuka
pintu.
“Haii…
lama amat sih bukanya?”, di depan pintu berdiri seorang cewek yang tak kalah
cantik jika dibandingkan dengan Reina. Cewek itu seumuran dengan Reina dan
merupakan temen satu kampusnya. Cewek itu bernama Evi.
“Eh
iya, sorry tadi lagi di kamar mandi sih”, Reina mencoba menutupi aktifitas yang
tadi ia lakukan di dalam kamar.
Ternyata
Evi tidak sendiri. Di belakangnya berdiri seorang laki-laki berperawakan tinggi
dan berwajah tampan. Rambut laki-laki itu tercukur rapi. Dari penampilannya
terlihat ia cukup perlente. Mungkin ia adalah pacar Evi, pikir Reina dalam
hati.
“O
iya, ini Rico cowok gue”, Evi memperkenalkan laki-laki yang berada di
belakangnya tersebut.
“Rico”,
laki-laki itu kemudian menyodorkan tangan kanannya.
Reina
pun membalasnya, “Reina”. Kedua tangan mereka pun saling berjabatan tangan.
“Kok
tumben nih? Ada apa Vi?”, tanya Reina kepada sahabatnya.
“Gue
mau ngomong bentar ama lu dong”.
Reina
mengerutkan keningnya.
“Ric,
lu tunggu di sini aja dulu ya”, Evi berucap ke arah laki-laki tersebut.
Laki-laki itu pun hanya mengangguk.
Lalu
Evi menarik tangan Reina untuk masuk ke dalam kamar kontrakannya. Di dalam
mereka duduk di atas ranjang.
“Ada
apa sih Vi?”, Reina kembali mengulangi pertanyaannya.
Evi
menetakkan jari telunjuknya di depan bibirnya, menandakan agar Reina menurunkan
volume suaranya. Ia pun kemudian berbisik, “Gini Rei, gue mau pinjem kamar lu
bentar dong”.
“Ah?
Buat apa?”, bisik Reina penuh kecurigaan.
“Gue
mau gituan ama cowok gue”, Evi berkata sambil memberikan isyarat tangan dengan
memasukkan ibu jarinya diantara jari telunjuk dan jari tengahnya.
Reina
benar-benar tersentak melihat isyarat tangan sahabatnya tersebut. Tanda
tersebut sering ia lihat setiap kali Evi ingin menyamarkan kata “making love”.
Bukan tanda itu yang mengejutkan Reina, karena ia tahu benar kalau memang
sahabatnya ini sudah sering melakukan perbuatan terlarang tersebut dengan
pacar-pacarnya. Yang membuatnya terkejut adalah kenapa ia memilih kamar
kontrakannya ini untuk berbuat mesum.
“Gila
lu ya? Nggak boleh!”, bentak Reina sambil tetap berbisik.
“Please
Rei, gue udah nggak tahan nih, memiaw gue udah basah banget”.
“Ngapain
lu nggak cari hotel aja?”.
“Nggak
sempet, ntar lagi cowok gue musti ke bandara, ini juga sama sekali nggak
direncanain kok tiba-tiba dateng gitu aja waktu dia grepein gue di bioskop”.
“Aduh
gimana ya?”, sebenarnya Reina ingin mengatakan tidak, namun melihat ekspresi
wajah Evi yang begitu memelas ia pun menjadi bingung harus memberi jawaban apa.
“Please
Rei, cowok gue cuma sehari ini aja bisa transit di sini, ntar malem dia musti
keluar kota lagi jadi waktu gue ama dia cuma bentar banget nih”.
“Kalau
ntar ada yang liat gimana? Kan gue malu juga tiba-tiba di kamar kontrakan gue
ada cowoknya?”, tempat kontrakan Reina ini memang hanya menerima penghuni
kontrakan wanita, sehingga aturan tentang menerima tamu laki-laki memang diatur
sedikit ketat.
“Sepi
gini kok? Lagian gue nggak bakal lama kok, sueeer!!!”, Evi mengacungkan jari
tengah dan jadi telunjuknya bersamaan.
Reina
tambah bingung mendengar kata-kata sahabatnya ini.
“Lu
tu bener-bener gila tau nggak?”, ucap Reina masih tetap berbisik.
“Please
Rei, please…”.
Reina
kembali mengerutkan keningnya, menandakan kebingungan yang sedang melanda
dirinya saat ini.
“Please
Rei”, kembali Evi memelas.
“I…
iya deh”, ucap Reina ragu. Ia sendiri tidak tahu kenapa kata-kata persetujuan
tersebut bisa keluar dari mulutnya.
“Thanks
Rei, lu emang temen gue yang paling baik”.
Evi
langsung memonyongkan bibirnya hendak mencium sahabatnya ini, namun dengan
segera Reina menghentikan perbuatannya tersebut. “Horny sih horny, tapi lu
jangan sosor gue kayak gitu dong!”.
“Hehehe…
sorry abis kalo lagi horny gue emang suka lupa diri sih”.
“Trus
gue musti kemana dong?”, Reina kembali bingung. Tentu saja ia harus bingung,
karena jika kamarnya sedang “dipakai” oleh sahabatnya ini tentunya ia tidak
bisa berada di tempat yang sama juga bersama mereka.
“Lu
kemana kek, makan kek, nonton kek, nih gue kasi lu ongkontrakan deh”.
Evi
mengeluarkan beberapa lembar uang lima puluh ribuan dari dompetnya. Cewek
cantik ini memang tergolong cukup beruntung untuk bidang keuangan. Memiliki
orang tua seorang pengusaha sukses tentunya membuat isi dompetnya hampir tidak
pernah kontrakanong, bahkan kalau tidak boleh dibilang berlebih.
“Hhhmm…
kemana ya?”.
Reina
nampak mengerutkan dahinya.
Melihat
sahabatnya belum juga beranjak dari tempatnya, langsung saja Evi mengajukan
protes, “Udah ah lu pikirin sambil jalan aja! Dah kebelet nih!”.
“Eh…
iya… iya…”, Reina langsung beranjak dari atas ranjang, disusul kemudian oleh
Evi.
Mereka
berdua kemudian melangkah menuju pintu.
“Ya
udah kalo gitu gue keluar bentar ya Vi”, Reina melambaikan tangan ke arah
sahabatnya yang kini terlihat berdiri di depan pintu kamar kontrakannya.
“OK,
ati-ati ya Rei”, Evi melempar sebuah senyum penuh makna, yang mana hanya mereka
berdua yang mengerti.
Sebelum
beranjak, Reina melempar senyum kecil juga ke arah laki-laki yang diakui
sebagai pacar oleh sahabatnya tersebut. Laki-laki itu pun kemudian membalas
dengan senyuman kecil pula. Lalu Reina berjalan menuju tempat parkir dimana
semua sepeda motor para penghuni kontrakan terparkir
Setelah
tiba di samping sepeda motornya, sekilas cewek cantik itu menengok kembali ke
arah kamar kontrakannya. Tidak terlihat lagi Evi dan cowoknya disana. Bahkan
kini pintu kamar kontrakannya sudah tertutup rapat. Evi memang pernah bercerita
tentang cowok barunya, namun ia belum bertemu dengan pacar baru sahabatnya
tersebut secara langsung. Apakah cowok ini yang dimaksud oleh sahabatnya
tersebut? Ia sama sekali tidak tahu.
Hampir
beberapa menit Reina berdiri disamping sepeda motornya. Mengetahui kalau saat
ini mungkin sahabatnya sedang bercinta di dalam kamar kontrakannya, justru
membuat gairah di dalam dirinya yang tadi sempat muncul kini kembali
bergejolak. Tak terasa vaginanya kembali berdenyut-denyut dan payudaranya
terasa mengeras seperti yang ia alami beberapa menit yang lalu ketika melakukan
masturbasi. Tiba-tiba di saat itu pula di dalam otak cewek cantik itu terbersit
sebuah ide gila untuk mengintip kegiatan sahabatnya tersebut di dalam kamar.
Tidak etis memang mengintip sahabat sendiri yang sedang bercinta, namun gejolak
nafsu Reina yang sudah tidak bisa tertahan lagi menghilangkan semua pikiran
waras di dalam otaknya.
“Rei,
lu nggak boleh ngelakuin itu, itu sama aja lu itu mempermalukan sahabat lu
sendiri!”, suara kata hati malaikat di dalam diri Reina berteriak-teriak di
telinga kanannya.
“Halah…
liat dikit emang kenapa? Itu juga kan kamar lu Rei? Siapa suruh ngent*t di
kamar orang!”, di saat yang sama suara kata hati iblis di dalam dirinya pun
juga tidak mau kalah terdengar menggema di telinga kirinya.
“Tetep
nggak boleh Rei, lu harus menghargai privasi orang dong!”.
“Tai
kucing tuh privasi! Sedeng asyik ngent*t gitu paling juga mereka nggak bakal
sadar lu intipin Rei!”.
“Nggak
boleh!”.
“Boleh!”.
Nggak
bisa!”.
“Bisa!”.
Suara
hati malaikat dan iblis kini terus menggema di dalam kepada Reina, seakan-akan
mencoba memberikan “nasehat” jalan terbaik yang harus ia lakukan saat ini.
“Udah…
udah… udah… pada bisa diem nggak sih?”, Reina menggeleng-gelengkan kepalanya
sambil berteriak di dalam batinnya. Kepalanya terasa mau pecah mendengar kata
hatinya sendiri yang terus berteriak-teriak di dalam kepalanya secara
bergantian. Setelah suara-suara itu tidak terdengar lagi di kepalanya, Reina
menarik nafasnya panjang dan berdiam diri sesaat. Akhirnya cewek cantik itu pun
memilih untuk mengendap-endap menuju kamar kontrakannya sendiri. Saat ini sisi
iblis Reina pastilah sedang tertawa lantang penuh kemenangan.
Jika
saja ada yang melihat Reina sedang berjalan mengendap-endap menuju kamar
kontrakannya sendiri seperti saat ini, tentu akan menimbulkan tanda tanya dan
kecurigaan. Bersyukur sore ini tempat kontrakan Reina nampak begitu sepi,
karena memang diakhir pekan rata-rata penghuni kontrakan kembali ke rumah
mereka masing-masing untuk bersua dengan keluarga. Sedangkan untuk penghuni
kontrakan yang tidak kembali ke rumah seperti Reina kini sebagian besar sedang
melaksanakan aktifitas mereka masing-masing di luar kontrakanan. Reina sendiri
masih berada di kontrakanannya karena kebetulan siang tadi ia harus mengambil
kuliah tambahan sehingga akhirnya memilih tetap tinggal di kontrakanan.
Di
depan jendela kamarnya, Reina mencoba mencari celah yang terbuka diantara tirai
yang tertutup. Memang ada sedikit celah yang tersisa, namun tidak cukup lebar
untuk bisa melihat apa yang terjadi di dalam. Beberapa kali dari dalam kamar
terdengar tawa cekikikan kecil dan suara desahan manja. Suara tawa itu pastilah
suara Evi bersama pacarnya. Reina masih terus beruRei mendongak-dongakkan
kepalanya di depan jendela, sampai tiba-tiba…
“Duaar!!!”,
tirai penutup jendela tersebut tersibak dan muncullah wajah Evi dari balik
jendela.
Wajah
Reina langsung terlihat merah padam karena ketahuan mengintip.
Belum
hilang rasa terkejut Reina, dengan santainya Evi menutup kembali tirai tersebut
dan kemudian cewek cantik itu keluar dari kamar dengan tubuh hanya berbalut
handuk hijau milik Reina.
“Daripada
lu ngintipin gue, mending lu gabung aja”.
Reina
begitu tersentak mendengar kata-kata sahabatnya tersebut. Saat ini ia merasa
seperti tersambar petir puluhan ribu volt.
“Vi,
nggak! Jangan!”, Reina berusaha bertahan ketika Evi menarik tangan kanannya
untuk mengajaknya masuk ke dalam kamar.
“Udah…
hayo!”.
“Nggak
Vi!”.
“Hayo
dong…!”, Evi terus memaksa.
Setelah
cukup lama saling menarik tangan masing-masing akhirnya Reina pun tidak kuat
lagi melawan tarikan sahabatnya itu. Ia pun tertarik masuk ke dalam kamar.
“Aaakkhh…!”,
begitu masuk ke dalam kamar Reina langsung berteriak dan menutup matanya dengan
kedua telapak tangannya.
Bagaimana
tidak berteriak. Di atas ranjangnya kini terlihat seorang laki-laki sedang
terduduk santai dengan hanya mengenakan kaos tanpa tambahan apapun lagi sebagai
penutup bagian bawah tubuhnya. Di bagian selangkangan laki-laki tersebut
mengacung tegak sebuah batang yang berukuran sangat besar.
“Halah,
gaya lu tu kayak baru pertama kali aja ngeliat tongkol hehe…”, Evi dengan
santainya berkata seronok kepada sahabatnya tersebut setelah menutup pintu
kamar.
Wajah
Reina semakin memerah mendengar kata-kata Evi tersebut. Memang benar apa yang
dikatakan sahabatnya ini, karena penis bukanlah hal asing bagi mereka berdua.
Namun dalam hal ini jelas berbeda. Laki-laki yang kini terbaring di ranjangnya
jelas-jelas baru saat ini ia jumpai untuk pertama kalinya. Tentu akan sangat
aneh apabila tiba-tiba saja di saat itu juga ia harus melihat penis laki-laki
yang baru saja ia kenal tersebut.
Evi
dengan santainya berjalan mendekati ranjang kemudian naik ke atasnya. Ia lalu
mencium bibir laki-laki tersebut sambil memeluknya.
“Ric,
Reina mau gabung bareng kita nih, boleh ya?”.
Laki-laki
itu hanya tersenyum kecil, “Boleh kok”.
Evi
membalas dengan senyuman pula. Dikecupnya sekali lagi bibir pacarnya tersebut,
kemudian beranjak turun dari ranjang dan kembali mendekati Reina. Reina sendiri
masih terlihat berdiri mematung dengan ekspresi penuh kehampaan.
“”Ayo
dong!”, kembali Evi menyeret tangan Reina mendekat menuju ranjang.
“Nggak
Vi, gue nggak mau”.
“Halah,
jangan malu-malu gitu ah! Norak tau…”.
“Nggak
Vi, bener gue nggak bisa”, Reina terus berusaha bertahan.
Evi
pun akhirnya hanya melengos dan melepaskan tangan Reina setelah tidak mampu
memaksa kembali sahabatnya tersebut untuk mendekati ranjang.
“Ya
udah, kalo gitu lu disini aja”.
Evi
kembali berjalan menuju ranjang. Sebelum naik ke atas ranjang ia melepaskan
handuk yang melilit tubuhnya. Terlihatlah kini tubuh sintal itu hanya terbalut
celana dalam putih beraksen garis-garis pink. Rupanya sebelum memergoki Reina
tadi, mereka berdua sudah sempat melepaskan beberapa lembar pakaian yang mereka
kenakan. Pakaian-pakaian tersebut kini ada yang tergeletak di atas ranjang
ataupun di lantai kamar. Cewek cantik itu lalu merangkak naik ke atas ranjang
dan kembali memeluk tubuh pacarnya.
“Lanjut
yuk!”.
Mereka
berdua pun berciuman panas sambil beradu lidah. Tangan Rico pun dengan cekatan
meremas-remas payudara montok Evi. Keduanya begitu menikmati percumbuan mereka
seolah-olah di dalam kamar hanya ada mereka berdua, tanpa memperdulikan
kehadiran Reina di sana. Tak hanya meremas, kini puting payudara kanan Evi
sudah berada sepenuhnya di dalam kuluman Rico. Evi pun akhirnya terpaksa
remas-remas sendiri payudara kirinya karena tangan Rico saat ini sibuk
mengobok-obok selangkangannya yang masih tertutupi celana dalam. Selangkangan
yang sebelumnya telah basah itu pun kini nampak semakin basah.
“Aaahh…
oooh…”, Evi sengaja mendesah sesensual mungkin sambil menatap ke arah Reina
yang masih berdiri di dekat pintu. “Ooohh… aaah…”, kini Evi memasang ekspresi
wajah penuh kenikmatan seolah-olah menikmati betul kuluman di payudaranya dan
permainan tangan Rico di selangkangannya. Evi tersenyum kecil ketika melihat
Reina yang sudah mulai nampak berdiri gelisah sambil menggesek-gesekkan kedua
pahanya.
“Ntar
Ric, gue mau ngelepas CD dulu nih”.
Rico
pun menghentikan remasan tangannya, namun tidak kuluman mulutnya.
“Udah
dong, berhenti bentar aja”, Evi berusaha melepaskan kuluman Rico di payudaranya
yang sudah terlihat dipenuhi beberapa bercak-bercak merah.
Rico
pun menurut, namun bukan berarti payudara montok itu bisa terbebas begitu saja.
Di saat Evi berusaha melorotkan celana dalam yang dikenakannya, remasan tangan
kanan Rico masih tetap bertengger di gundukan daging kenyal tersebut.
“Udah!”,
ucap Evi setelah meletakkan kain mungil penutup selangkannya tersebut di
sampingnya. Cewek cantik itu pun kini yang ganti angresif memeluk tubuh Rico
dan mencium bibir laki-laki tersebut dengan ganas. Tak hanya itu kini jari-jari
mungil Evi juga secara bersamaan dengan telaten mengocok-ocok batang penis Rico
yang telah menegang.
Evi
memang sengaja mengatur posisi tubuhnya agar menghadap ke arah Reina. Sambil
berciuman dan bermain lidah, Evi tetap intens sesekali melirik ke arah
sahabatnya tersebut. Kini Reina sudah tidak mampu lagi menutupi gairah birahi
yang menyerangnya akibat melihat live show yang terjadi di hadapannya. Tangan
Reina mulai bergerak merabai dadanya sendiri, sambil tetap menggesek-gesekkan
kedua pahanya. Senyum Evi pun semakin lebar karena berhasil memancing gairah
Reina.
“Ric,
lu ML ama Reina dulu ya, ntar baru ama gue”, bisik Evi di telinga pacarnya.
“Dia
kan tadi udah nggak mau Vi?”, sahut Rico ditengah remasan tangannya di payudara
pacarnya tersebut.
“Udah,
ntar gue yang ngatur deh”.
“Emang
lu nggak cemburu Vi, gue ML ama temen lu?”.
“Nggaklah,
kan gue yang nyuruh, lagian itung-itung sekalian gue ngasi bonus ke lu juga ke
Reina”.
“OK
deh, asal lu nggak apa-apa aja”.
Evi
pun membuka kaos Rico sehingga kini mereka berdua pun telah benar-benar dalam
keadaan telanjang. Kemudian setelah mencium bibir pacarnya tersebut, Evi pun
beranjak turun dari ranjang dan kembali menghampiri Reina. Rico sendiri
terlihat mengambil posisi terbaring santai di atas ranjang sambil menatap
langit-langit kamar.
“Rei,
ayo dong kita bareng yuk”.
“Nggak
Vi”, kembali Reina menolak.
“Ayo
dong, gue tau lu sekarang udah horny kan?”, desak Evi lagi.
“Gue
malu Vi”.
“Napa
musti malu? Kan ada gue disini?”.
“Iya
sih…”.
“Rei,
gue tau lu udah lama banget nggak ML sejak lu putus ama cowok lu, gue cuma mau
bantu lu nyalurin birahi lu”.
“Tapi
itu kan cowok lu Vi?”.
“Halah,
lu nggak enak ama gue? Kan gue yang nyuruh lu? Cowok gue juga asyik-asyik aja
kok, lagian kucing mana sih yang nolak kalo di kasi ikan? Hehe”.
Reina
tidak tahu harus berkata apa lagi. Apa yang dikatakan Evi tadi memang benar
adanya. Sudah hampir setahun ia tidak lagi bisa merasakan hangatnya
persetubuhan. Apalagi kini mendekati tanggal-tanggal krusial menjelang
menstruasi, dimana gairah dan hormon kewanitaannya mulai memuncak tak
terkendali. Ingin sekali rasanya ia melepaskan semua beban birahi di dalam
dirinya ini dengan bercinta bersama seorang laki-laki. Tapi kalau dia harus
menyalurkannya dengan cara bersetubuh bersama pacar sahabat baiknya sendiri,
hal ini tentu sesuatu yang benar-benar di luar akal sehat. Namun di sisi lain,
bukankah justru sahabat baiknya inilah yang memintanya untuk melakukan
persetubuhan? Jadi siapakah sebenarnya yang gila dalam hal ini?
“Ayo
Rei…”, Evi menarik tangan Reina dan kali ini cewek cantik itu nampak tidak
melakukan perlawanan lagi.
Ketika
kedua cewek itu berdiri di pinggir ranjang, Rico hanya tersenyum kecil ke arah
Reina. Di dalam hati kecilnya, laki-laki tersebut cukup mengagumi kecantikan
dan keindahan tubuh Reina. Dalam hal ini tentu ia sangat mensyukuri karena bisa
memacari Evi yang memiliki fantasi sensual yang liar, sehingga sebentar lagi
mungkin ia akan segera bisa menikmati tubuh sahabat pacarnya ini tanpa perlu
melakukan perselingkuhan di belakang pacarnya.
“Ric,
lu rangsang dikit Reina gih!”.
Rico
pun berdiri dan mendekati Reina. Tubuh Reina terlihat bergetar ketika seorang
laki-laki dalam keadaan telanjang bulat kini berlahan mendekatinya. Reina
sempat melirik nakal ke arah batang penis Rico. Batang tegang itu terlihat
sangat besar untuk membuatnya bergidik dan membuat selangkangannya terasa
senut-senut. Ia tidak bisa membayangkan rasa sakit yang akan menyerangnya jika
batang besar itu harus masuk ke dalam dirinya.
“Vi…”,
Reina memegang tangan sahabatnya, ketika Rico semakin mendekat.
“Udah,
anggep aja Rico itu cowok lu”.
“Tapi
Vi…”, belum sempat Reina melanjutkan kata-katanya Rico sudah keburu memeluk
tubuhnya dan mencium bibirnya.
Reina
pun gelagapan dibuatnya, walaupun ia sama sekali tidak menolak bibir Rico yang
kini terus menyerang bibirnya. Awalnya Reina terlihat kikuk, namun beberapa
saat kemudian ia pun mulai membalas pagutan bibir Rico. Apalagi ketika kemudian
cewek cantik itu merasakan sentuhan lembur Evi di pundaknya, Reina pun tidak
malu lagi membalas permainan lidah Rico di mulutnya. Reina yang memang sejak semula
telah terbakar nafsu birahi membuat Rico tidak perlu terlalu bekerja keras
untuk membangkitkan sisi liar cewek cantik tersebut.
Evi
sendiri kini masih berdiri di belakang Reina sambil meremas-remas payudara
sahabatnya tersebut dari balik kaos. Kemudian dengan cekatan kedua tangan cewek
tersebut masuk ke dalam kaos Reina. Berlahan jari-jari Evi bergerak membuka
kaitan bra berwarna putih tanpa renda yang dikenakan sahabatnya. Kini remasan
tangan Evi pun dapat langsung merasakan kelembutan dan kekenyalan payudara
Reina.
Diserang
dari dua arah seperti ini membuat Reina kian melambung. “Aaah… oooh…!”, cuma
lenguhan dan desahan yang keluar dari mulut cewek cantik tersebut, ditengah
lumatan bibir Rico.
Saking
terbelenggunya oleh nafsu membuat Reina sama sekali tidak melawan ketika Rico
menggiringnya berbaring di ranjang. Bahkan saking terbuainya oleh cumbuan pacar
sahabatnya tersebut, Reina sama sekali tidak menyadari kalau kini tubuh atasnya
saat ini sudah sama sekali tidak tertutup apapun. Evi melemparkan kaos berikut
dengan bra milik Reina sehingga kedua potong pakaian tersebut kini tergeletak
di lantai. Hal ini membuat Rico menjadi leluasa mengulum dan menghisap kedua
payudara milik Reina. Payudara cewek cantik itu memang tidaklah terlalu besar,
tidak sebesar milik Evi, namun ukurannya pas untuk tubuhnya yang berukuran
cukup mungil.
Ketika
kedua payudara Reina kini sepenuhnya berada di dalam “kekuasaan” Rico, maka
bibir lembut cewek cantik itu pun kini berganti menjadi milik Evi. Kedua cewek
cantik tersebut terlihat begitu eksotis ketika saling mengulum, menjilat dan
bertukar air liur. Mereka berdua sesungguhnya bukanlah lesbian, namun desakan
birahi yang kini menguasai kedua cewek tersebut membuat mereka lupa kalau
mereka sesungguhnya adalah makhluk sejenis.
Ketika
kedua cewek itu terlihat asyik saling kulum dan saling jilat, di bawah sana
ciuman Rico sudah merambat turun sampai ke perut Reina yang rata. Sambil tetap
mencium pusar Reina, kedua tangan laki-laki tersebut terlihat memegang ujung
celana pendek cewek cantik tersebut. Sesaat kemudian celana pendek itu telah
melorot turun dan akhirnya terlepas. Rico kemudian menciumi kedua paha mulus
Reina dan akhirnya ciuman tersebut bermuara di celana dalam putih cewek
tersebut yang sudah terasa basah. Kain mungil tipis menerawang itulah yang kini
hanya menjadi pembatas antara lidah Rico dengan vagina Reina.
“Hhhmm…
hhmm…!”, hanya itu yang keluar dari mulut Reina yang kini sedang dicumbui oleh
Evi. Cewek cantik itu harus beberapa kali menggerakkan pantatnya menahan geli
akibat permainan lidah Rico yang beberapa kali menyentuh klitorisnya. Ini
berarti celana dalam Reina sudah berhasil dienyahkan oleh laki-laki tersebut.
Reina
benar-benar merasakan kenikmatan yang luar biasa. Bibir dan payudaranya terus
menerus dipermainkan oleh Evi, sementara di saat yang bersamaan vagina dan
klitorisnya jura terus dipermainkan oleh Rico. Terasa sekali kalau di bawah
sana sudah semakin basah dan becek, sedangkan payudara dan putingnya sendiri
terasa demikian menegang. Permukaan kasar lidah Rico begitu nikmat dirasakan
Reina ketika menari-menari bebas diantara bulu-bulu tipis basah yang ada
disana. Saat ini cewek cantik itu sudah benar-benar melayang akibat gelora
nafsu birahinya sendiri.
Melihat
Reina yang sudah siap tempur, Rico lalu menghentikan jilatannya. Laki-laki itu
beranjak dari posisinya samping mengocok-ngocok batang penisnya sendiri yang
sudah semakin menegang. Laki-laki itu merasa batang penisnya belum cukup tegang
untuk memberikan kenikmatan kepada dua orang cewek yang bersamanya saat ini. Ia
pun menyuruh Evi menghentika ciuman bibirnya dan lalu mengarahkan batang penisnya
ke dalam mulut Reina yang masih terbaring pasrah. Kini batang penis tersebut
udah terkocok keluar masuk ke dalam mulut mungil Reina. Reina nampak cukup
gelagapan menerima kocokan penis besar Rico di dalam mulutnya. Ujung penis
laki-laki tersebut terasa beberapa kali menyentuh kerongkongannya. Karena takut
tersedak, cewek cantik itu pun memilih untuk mengganti posisinya menjadi
terduduk.
Posisi
ketiga insan yang sedang dimabuk birahi itu pun berganti. Kini Rico duduk di
ujung ranjang, dimana batang penisnya nampak sedang dijilati oleh dua orang
cewek cantik. Rico saat ini benar-benar merasa seperti seorang raja yang sedang
dilayani dengan penuh cinta oleh selir-selirnya. Ketika batang penis itu amblas
ke dalam mulut Reina, Evi pun kemudian mencium bibir Rico sambil merabai dada
bidang pacarnya tersebut. Cukup lama keduanya saling lumat, sebelum ciuman Evi
mulai turun ke leher dan dada Rico. Lalu Evi pun menyorongkan payudara kanannya
ke mulut Rico untuk dilumatnya. Rico pun dengan senang hati melumat dan menjilati
payudara montok milik pacarnya tersebut. Memang payudara Evi lebih besar
ukurannya dibandingkan milik Reina, namun kedua payudara cewek cantik tersebut
sama-sama memiliki daya tarik mereka sendiri.
“Aaah…!”,
Evi mendesah pelan ketika Rico sedikit menggigit puting payudaranya, setelah
pacarnya tersebut kembali membuat beberapa cupangan dipemukaan daging montok
tersebut.
Kini
terlihat kedua cewek itu telah berganti posisi. Kini Evi yang nampak mengulum
batang penis Rico sedangkan Reina bergantian mencumbu bibir dan dada Rico.
Laki-laki tersebut benar-benar tidak percaya kalau Reina ternyata begitu liar
ketika terbakar birahi. Jika dilihat sekilas tadi, dari segi penampilan luar
semula Rico melihat Reina seperti seorang cewek lugu dan polos. Sama sekali
tidak terlintas di benaknya tadi kalau cewek cantik, sahabat pacarnya ini
pernah memiliki pengalaman bercinta sebelumnya. Namun kini Rico begitu terbuai
dengan permainan Reina yang tak kalah menggairahkan dengan permainan cinta
pacarnya, Evi.
“Ooohh…
ooohh…”, Rico hanya bisa mendesah penuh kenikmatan mendapatkan pelayanan dari
kedua cewek cantik tersebut.
“Ric,
mulai masukin ya? Udah tegang banget nih”, Evi menghentikan kuluman dan
kemudian memelas ke pacarnya untuk mulai melakukan penetrasi.
“OK
deh, siapa duluan nih?”.
“Reina
aja deh”.
Reina
sama sekali tidak berkomentar mendengar percakapan pasangan kekasih tersebut.
Yang dia tahu saat ini dirinya memang sangat ingin segera disetubuhi, entah
duluan atau belakangan sama sekali tidak masalah baginya.
Rico
pun menuruti kata-kata pacarnya. Laki-laki itu pun membaringkan tubuh Reina di
ranjang dan kemudian membuka kedua paha cewek tersebut lebar-lebar. Sejenak
Rico menelan ludah. Di hadapannya kini terpampang indah sebuah vagina cewek
muda yang begitu mempesona. Entah berapa penis yang pernah memasuki lubang
kenikmatan tersebut, Rico sama sekali tidak ambil pusing. Yang jelas sebentar
lagi batang penisnya akan bisa menikmati vagina ranum milik sahabat pacarnya
tersebut. Wajah Reina terlihat memerah karena malu melihat tatapan nanar Rico
ke arah vaginanya.
Tak
sabaran merasakan nikmatnya vagina Reina, dengan segera Rico menghujamkan
batang penisnya ke dalam lubang kenikmatan tersebut.
“Aaaahhh…!!”,
baik Rico maupun Reina memiawik penuh kenikmatan.
Rico
merasakan sensasi kenikmatan yang dasyat ketika memasukkan batang penisnya ke
dalam vagina Reina. Memasukkan penis ke dalam vagina seorang cewek yang belum
pernah kita setubuhi sebelumnya memang selalu membawa sensasi tersendiri.
Begitu pula dengan Reina, yang memang sudah sekian lama tidak dapat lagi
merasakan hujaman penis di dalam vaginanya. Lesakan penis Rico terasa seperti
siraman air ditengah kegersangan hidupnya selama ini. Rico pun tak
membuang-membuang waktu untuk secepatnya menghujam-hujamkan batang penisnya.
Batang penis Rico mengocok vagina Reina dengan kencang, sedangkan Reisaha
sendiri terlihat begitu menikmati kocokan tersebut.
Evi
yang harus menunggu giliran untuk disetubuhi, terlihat mencium bibir Reina yang
kini terguncang-guncang hebat. Evi juga meraba-raba payudara Reina yang nampak
terguncang tak kalah hebat.
“Gimana
Rei? Enak?”, bisik Evi nakal di telinga sahabatnya.
“Aaah…
e… enak Vi”, ucap Reina gemetar.
“Nikmat
kan tongkol cowok gue? Hehe”.
“I…
iya”.
Evi
tersenyum kecil mendengar kata-kata Reina. Cewek itu pun lalu melumat payudara
Reina sambil tangannya merabai klitoris sahabatnya, membantu Rico yang semakin
gencar menghujam-hujamkan batang penisnya.
“Vi
lu nunging gih, giliran lu yang gue ent*t sekarang”.
Evi
pun menurut. Ia lalu mengambil posisi nunging di samping Reina yang terbaring
terlentang. Rico lalu mencabut batang penisnya dari dalam vagina Reina dan
ganti memasukkannya ke dalam vagina pacarnya.
“Aaakkhh…!”,
Evi melenguh kencang. Cewek itu memejamkan matanya sambil meremas erat sprei.
Batang
penis Rico yang langsung menghujam kencang ke dalam vaginanya cukup memberikan
rasa sakit yang luar biasa. Tapi di satu sisi sensasi yang ditimbulkan antara
campuran rasa sakit dan kenikmatan justru semakin membangkitkan birahinya.
Lubang kenikmatan yang semula sempat mengering, kini mulai basah kembali
dialiri cairan cinta. Ditengah genjotan Rico, Evi menggigit bibirnya. Cewek itu
begitu merindukan genjotan penis besar pacarnya ini. Hampir dua minggu lamanya
mereka harus berpisah karena Rico harus tugas ke luar daerah. Kali ini pun
mereka hanya bisa bertemu sehari sebelum malam nanti Rico harus berangkat
kembali ke tempat tugasnya.
Ketika
Evi mendapat giliran disetubuhi, Reina giliran merabai tubuh Evi. Payudara,
paha, pinggang dan bagian-bagian tubuh sensitif lainnya secara bergiliran
menerima rabaan dan sentuhan Reina. Bahkan tidak hanya menyentuh, Reina juga
menciumi dan menjilati sekujur tubuh Evi, guna membantu sahabatnya ini
menikmati persetubuhan yang kini ia lakukan bersama pacarnya.
“Giliran
lu lagi Rei”, ucap Rico ditengah genjotannya di vagina Evi.
Seperti
layaknya Evi tadi, Reina pun begitu saja menuruti kata-kata Rico. Apakah ini
bertanda kalau kedua cewek cantik tersebut telah sepenuhnya ditaklukkan oleh
Rico dengan kocokan penis besar dan panjangnya? Mungkin saja, karena kedua
cewek cantik itu terlihat bak budak seks yang sedang melayani majikannya. Kini
Reina pun menungging di samping Evi, seakan-akan menyerahkan sepenuhnya
vaginanya untuk pacar sahabatnya tersebut. Rico meremas-remas pantat sekal
Reina sebelum melepaskan penisnya dari dalam vagina Evi.
“Aaakhh…”,
kini penis Rico kembali menghujam-hujam kencang ke dalam vagina Reina.
Evi
pun kembali mencium bibir Rico sambil merabai lembut tubuh pacarnya tersebut.
Rico pun harus membagi konsentrasi antara menggenjoti vagina Reina dengan
permainan lidah Evi di dalam mulutnya. Keduanya memberikan sensasi kenikmatan
tersendiri bagi Rico.
Gaya
doggie ini tidak berlangsung lama karena Evi menyuruh Reina untuk mengambil
posisi woman on top. Kini Rico berbaring di atas ranjang, dimana Reina berada
di atas tubuhnya dan menggoyang-goyangkan pinggulnya. Hal ini membuat batang
penis Rico yang menancap di dalam vagina Reina terasa terjepit dengan kencang.
Posisi seperti ini memudahkan Evi untuk bergantian mengulum bibir Rico maupun
Reina. Tak hanya bibir mereka, Evi juga bergantian menjilati dada keduanya.
Sambil bergoyang kini Reina pun harus membagi konsentrasi antara kuluman bibir
Evi dan remasan tangan Rico di kedua payudaranya.
“Hhhmm…
hhmmm… hhhmmm…”, desahan tertahan keluar dari kedua mulut cewek cantik tersebut
yang kini terlihat masih berciuman panas. Sedangkan Rico ditengah dera rasa
nikmat akibat jepitan vagina Reina, terlihat begitu kagum melihat pemandangan
dua cewek cantik yang kini sedang bercumbu ria di hadapannya. Sungguh fenomena
yang sangat eksotis dan indah.
Ketika
tiba giliran kembali untuk berganti posisi, Evi pun agaknya memilih untuk
menggunakan gaya woman on top juga. Begitu batang penis tersebut terlepas dari
vagina Reina, Evi langsung memasukkannya ke dalam mulutnya. Cairan cinta Reina
begitu terasa di lidahnya ketika Evi mengulum dan mengocok batang penis Rico
dengan mulutnya. Sedangkan Reina hanya meremas-remas pantat sekal Evi.
Kemudian
Evi mengambil posisi mengangkang diatas tubuh pacarnya. Sejenak cewek manis itu
mengatur posisi penis Rico, agar pas ketika terhujam nanti. Setelah merasa pas
Evi pun menurunkan tubuhnya dan batang penis itu pun menghujam kencang masuk ke
dalam duburnya. Evi memang tidak mengarahkan batang penis Rico ke dalam
vaginanya, namun ke dalam duburnya. Rupanya cewek cantik itu ingin memberikan
pelayanan anal seks untuk pacarnya.
“Oooohh…!!!”,
Rico berteriak merasakan penisnya melesak masuk ke dalam pantat pacarnya
tersebut. Jepitan dubur memang berbeda dengan jepitan vagina. Sensasi yang
ditimbulkannya pun jauh berbeda. Sebuah variasi yang luar biasa dalam
percintaan mereka saat ini.
“Aaaahh…
aaahh…”, Evi dan Rico sama-sama mendesah, berteriak dan melenguh secara
bergantian. Mereka seakan-akan lupa kalau mereka kini sedang bercinta di
kontrakanan Reina, dimana kemungkinan ada penghuni kontrakan yang akan
mendengar teriakan mereka.
Reina
sendiri kini nampak meraba-raba vagina dan klitoris Evi. Sejenak ia membasahkan
tangan kanannya dengan liur kemudian kembali melanjutkan aktifitasnya
mengobok-obok vagina Evi. Vagina Evi memang saat ini sedang menganggur karena
yang sedang sibuk menerima genjotan penis Rico adalah duburnya. Sedangkan Rico
yang terlihat begitu menikmati aksi Evi yang terlihat turun naik di atas
tubuhnya, kini sibuk pula memainkan vagina Reina yang juga menganggur dengan
jari-jarinya. Beberapa kali jari-jari tangan Rico menghujam-hujam masuk ke
dalam lubang vagina Reina, sehingga membuat pemiliknya juga mendesah-desah
penuh kenikmatan.
Menerima
genjotan penis di duburnya serta permainan jari-jari Reina di vagina dan
klitorisnya, membuat Evi terlihat segera akan mencapai klimaks. Dan benar saja
tak lama kemudian Evi melenguh kencang, menandakan pencapaian puncak permainan.
“Aaaakkhh…!!!”, lenguh Evi sambil mendongakkan kepala dan memejamkan matanya.
Evi
pun mencabut batang penis Rico dari dalam vaginanya dan sejenak berbaring di
ranjang menikmati sensasi kenikmatan yang baru saja menderanya. Kesempatan ini
digunakan Rico untuk kembali menghujamkan batang penisnya ke dalam vagina
Reina. Laki-laki itu pun membaringkan Reina di ranjang dan dengan segera
mengocok kembali lubang kenikmatan milik cewek cantik tersebut. Kini Rico
nampak semakin kesetanan mengocok vagina Reina, karena ia ingin betul-betul
menikmati saat-saat dimana ia bisa menyetubuhi sahabat pacarnya ini mumpung
dirinya masih memiliki kesempatan. Vagina Reina seolah-olah menjadi selingan
yang begitu indah, diantara persetubuhan yang biasa ia lakukan bersama Evi,
pacarnya.
“Aaaahh….
Ahhh…”.
“Oooohh…
ooohh…”.
“Rei…
memiaw lu nikmat banget!”, rancau Rico.
“tongkol
lu juga enak Ric”, balas Reina.
Evi
yang saat ini sudah pulih dari deraan birahinya dan nampak memeluk serta
merabai tubuh Rico, cukup merasa cemburu mendengar kata-kata pacarnya tadi.
Namun Evi segera mengusir jauh-jauh perasaan tersebut, karena baik pacar maupun
sahabatnya ini kini sedang dilanda birahi menjelang klimaks sehingga wajar
kalau mereka mengeluarkan kata-kata yang seronok.
“Ric…
gue keluar… aaakkhh…!!!”.
Tubuh
Reina nampak mengejang. Ini adalah klimaks pertamanya sejak putus dengan pacar
lamanya beberapa bulan yang lalu. Klimaks yang sangat dinanti-nantinya. Klimaks
yang terasa jauh lebih nikmat daripada saat ia mencapai klimaks karena
melakukan masturbasi.
Rico
pun mencabut batang penisnya dan membiarkan Reina terbaring di ranjang
menikmati momen puncaknya. Rico yang kini berdiri di atas ranjang lalu
memandang sayu ke arah Evi yang sebelumnya telah mencapai klimaks terlebih
dahulu. Evi pun mengerti makna tatapan pacarnya tersebut. Ia pun kemudian
bersimpuh dihadapan Rico dan mulai memasukkan batang penis Rico ke dalam
mulutnya. Evi pun dengan telaten mengocok-ngocok penis Rico dengan mulut dan
jari-jari lentiknya. Rico yang sebelumnya memang sudah hampir sampai di ujung
klimaks, benar-benar menikmati kuluman pacarnya tersebut.
“Vi,
gue keluar nih!”.
Evi
pun melepaskan kulumannya dan hanya melakukan kocokan tangan pada batang penis
Rico. Kocokan tangan Evi nampak semakin kencang ketika Rico mulai memejamkan
matanya.
“Aaaahh…!!!”.
“Crroooot…
crooot… crooot…”, beberapa kali cairan sperma muncrat dari ujung penis Rico.
Cairan putih kental itu pun ditampung oleh Evi di dalam mulutnya.
Setelah
semprotan terakhir keluar, mulut Evi sudah dipenuhi oleh cairan sperma
pacarnya. Cewek cantik itu pun kemudian menelan cairan tersebut sampai tetes
terakhir. Lalu dengan telaten Evi kembali mengulum batang penis pacarnya
tersebut. Ia pun menjilati sisa-sisa sperma yang masih menempel pada ujung
kepala batang kokoh yang kini mulai mengendur tersebut dan menelannya.
“Thanks
ya Vi”, Rico ikut bersimpuh dan mendaratkan ciuman mesra bibir Evi.
Evi
pun hanya tersenyum kecil.
“Gimana
enak? Hehe…”, goda Evi.
“Enak
banget!”, ucap Rico mantap.
Kemudian
Rico menatap ke arah Reina yang masih tergolek telanjang di atas ranjang. Ia
hanya tersenyum melihat tubuh indah cewek cantik yang baru saja ia nikmati
kehangatannya tersebut. Kembali rasa cemburu mengalir di dalam hati Evi melihat
tatapan nanar pacarnya terhadap tubuh sahabatnya. Dengan segera ia mengambil
selimut dan menutup tubuh telanjang Reina. Seolah mengerti maksud yang tersirat
dari tindakan pacarnya, Rico pun kemudian mengajak Evi turun dari ranjang. Ia
lalu memeluk mesra tubuh telanjang pacarnya tersebut dan kemudian mencium
bibirnya mesra. Keduanya pun cukup lama saling mengulum bibir masing-masing.
“Kita
langsung cabut yuk”.
“Musti
sekarang ya?”.
“Iya
nih, klo nggak ntar terlambat lagi”.
“Hhhm…
masih kangen!”, ucap Evi manja.
“Kan
cuma 3 hari, abis itu gue nggak perlu keluar kota deh, OK?”.
“OK
deh”.
“Cium
lagi dong”.
Keduanya
kembali berciuman mesra. Setelah itu Rico pun mengenakan kembali pakaiannya
sedangkan Evi sendiri hanya membalutkan handuk milik Reina guna menutupi
ketelanjangan tubuhnya.
“Lo
lu kok nggak pake pakaian? Kan gue harus nganter lu pulang dulu”, ucap Rico
heran.
Evi
menggeleng. “Nggak usah deh, biar ntar gue pulang dianter Reina aja, kasihan
ntar lu telat lagi kalo pake nganterin gue dulu”.
Sekilas
Evi melirik ke arah Reina yang masih terbaring di ranjang. Entah Reina saat ini
tertidur akibat kelelahan atau pura-pura tidur karena tak ingin menganggu
dirinya bersama Rico. Evi sama sekali tidak tahu.
“Ya
udah kalo gitu, gue langsung cabut ya”.
“OK
deh, ati-ati di jalan ya”.
“Ntar
begitu landing gue telpon lu deh”.
“OK!”.
Lalu
Evi mengantar Rico sampai di depan pintu. Di luar suasana sudah terlihat gelap,
tidak seperti saat mereka berdua datang tadi. Rupanya mereka bertiga cukup lama
bermain cinta di dalam kamar. Mereka kembali berciuman sampai akhirnya Evi
melambaikan tangannya melepas kepergian Rico. Evi lalu menutup pintu kamar
kontrakan tersebut. Cewek cantik itu lalu beranjak menuju ranjang dan duduk di
pinggirnya.
“Rei,
lu tidur?”, Evi menyibak rambut Reina yang menutupi wajahnya.
Reina
hanya menggeleng dari balik selimut.
“Kok
dari tadi lu diem aja sih?”.
“Gue
malu Vi”.
“Halah,
kayaknya tadi kita udah ngebahas masalah ini deh”.
“Iya,
tapi tetep aja gue malu”.
“Ya
udah gini aja deh, kalo ntar lu udah punya cowok lagi, lu bagi juga ama gue
jadi kita impas, gimana? Hehe”.
“Dasar!
Gila lu ya!”.
Keduanya
pun tertawa cekikikan.
“Udah
ah, pake baju gih, trus anterin gue cari makan, gue laper banget nih!”.
Lalu
kedua cewek cantik itu pun membersihkan diri dan mengenakan pakaian mereka
kembali. Entah apa yang sebenarnya melintas di otak Evi ketika mengajak Reina
melakukan threesome dengan pacarnya, namun yang jelas semua pihak yang terlibat
kini merasa bahagia. Evi bisa melepaskan kangen dengan pacarnya Rico sekaligus
memberikan “bonus” ekstra. Begitu pula dengan Reina yang “dahaga”-nya yang
sudah lama tertahan akhirnya bisa tertuntaskan dengan sempurna. Apa yang
terjadi nanti biarlah terjadi, yang penting kegilaan ini bisa membawa
kenikmatan yang luar biasa bagi mereka semua.
0 komentar :
Posting Komentar