Ga usah basa-basi
langsung aja nikmati kisah ngentot antara ABG dan Om-om ini.
Aku
terbangun karena telpon genggamku berdering. Kulihat Fifine, anak ABG yang
entot semalem, masih terlelap. Payudaranya yang montok bergerak seiring dengan
tarikan napasnya. Pengen aku menggelutinya lagi, tetapi temanku Erick sedang
menunggu diujung hp. Aku keluar kamar supaya Fifine gak terganggu dengan
pembicaraanku.
“Baru bangun ya”, terdengar suara Erick
diujung sana.
“Iya, mau ngapain pagi gini dah nelpon, masih ngantuk”, jawabku.
“Gini hari baru bangun, udah jam 10 nih. Pasti ngegarap abg ya”.
“La iya lah”, jawabku. “Ada apa”.
“Tukeran abg yuk, aku semalam main ama pembantu sebelah”.
“Pembantu? emangnya gak ada cewek yang lain”, kataku, rada kesel. Masak Fifine mau dituker ama pembantu.
“Tunggu dulu, biar pembantu Nuri cantik kaya anak gedongan. Bodinya montok banget dan napsunya gede banget, maunya terus2an main. Kamu pasti puas lah main ama dia”.
“Masak sih, kalo cewekku Fifine, anak skolahan, montok dan binal kalo di ranjang”, jawabku lagi.
“Ya udah, kita tukeran aja, mau enggak. Kalo mau aku ama Nuri cabut kerumahmu sekarang”.
“Iya, mau ngapain pagi gini dah nelpon, masih ngantuk”, jawabku.
“Gini hari baru bangun, udah jam 10 nih. Pasti ngegarap abg ya”.
“La iya lah”, jawabku. “Ada apa”.
“Tukeran abg yuk, aku semalam main ama pembantu sebelah”.
“Pembantu? emangnya gak ada cewek yang lain”, kataku, rada kesel. Masak Fifine mau dituker ama pembantu.
“Tunggu dulu, biar pembantu Nuri cantik kaya anak gedongan. Bodinya montok banget dan napsunya gede banget, maunya terus2an main. Kamu pasti puas lah main ama dia”.
“Masak sih, kalo cewekku Fifine, anak skolahan, montok dan binal kalo di ranjang”, jawabku lagi.
“Ya udah, kita tukeran aja, mau enggak. Kalo mau aku ama Nuri cabut kerumahmu sekarang”.
Aku
tertarik juga dengan tawaran, pengen juga aku ngeliat kaya apa sih pembantu
yang katanya kaya anak gedongan, “Ok, dateng aja”. Pembicaraan terhenti. Aku
kembali ke kekamar. Fifine udah bangun.
“Ada apa om, mau maen lagi gak”, katanya sambil tersenyum.
“Belum puas semalem ya Fin. Temen om tadi nelpon ngajakin om
tuker pasangan. Fifine mau gak maen ama temennya om. Dia juga ahli kok nggarap
cewek abg kaya Fifine”, jawabku.
“Kalo nikmat ya Fifine sih mau aja”, Fifine bangun dari tempat
tidur dan masuk kamar mandi.
Aku menyusulnya. Sebenarnya aku napsu lagi ngeliat Fifine yang
masih telanjang bulat, tetapi karena Nuri mau dateng ya aku tahan aja napsuku.
Kita mandi sama sambil saling menyabuni sehingga kontol ku ngaceng lagi.
“Om, kontol nya ngaceng lagi tuh, maen lagi yuk”, ajak Fifine
sambil ngocok kontolku.
“Kan Fifine mau maen
ama temennya om, nanti aja maennya. Temen om ama ceweknya lagi menuju kemari”,
jawabku.
Sehabis mandi, kita
sarapan dulu. Fifine tetep aja bertelanjang bulat sementara aku cuma pake
celana pendek saja. Selesai makan aku menarik Fifine saung dipinggir kolam
renang yang ada dibelakang rumahku. Fifine kupeluk dan kuciumi sementara
tanganku sibuk meremes2 payudara montoknya. Fifinepun gak mau kalah, kontol ku
digosok2nya dari luar celana ku.
Sedang
asik, Erick dan Nuri datang. Erick sudah biasa kalo masuk rumahku langsung
nyelonong aja kedalem, karena kami punya kunci rumah masing2. Nuri ternyata
cantik juga, seperti bintang sinetron berdarah arab yang aku lupa namanya. Nuri
make pakean ketat, sehingga payudaranya yang besar tampak sangat menonjol.
Pantatnya yang besar juga tampak sangat menggairahkan. Nuri terkejut melihat
Fifine yang bertelanjang bulat. Kuperkenalkan Fifine pada Erick, Erick langsung
menggandeng Fifine masuk ke rumah.
“Ri, Erick bilang dia nikmat banget ngentot sama kamu, Memek
kamu bisa ngempot ya, aku jadi kepingin ngerasain diempot juga”, kataku sambil
mencium pipinya.
“Ri, kamu napsuin banget, Toket besar dan pantat juga besar”.
“Fifine kan juga napsuin pak”, jawabnya sambil duduk
disebelahku di dipan.
“Jangan panggil
pak dong, panggil om. Kan saya belum tua”, kataku sambil memeluknya.
Kucium
pipinya sambil jemariku membelai-belai bagian belakang telinganya. Matanya
terpejam seolah menikmati usapan tanganku. Kupandangi wajahnya yang manis,
hidungnya yang mancung lalu bibirnya. Tak tahan berlama-lama menunggu akhirnya
aku mencium bibirnya. Kulumat mesra lalu kujulurkan lidahku. Mulutnya terbuka
perlahan menerima lidahku. Lama aku mempermainkan lidahku di dalam mulutnya.
Lidahnya begitu agresif menanggapi permainan lidahku, sampai-sampai nafas kami
berdua menjadi tidak beraturan. Sesaat ciuman kami terhenti untuk menarik
nafas, lalu kami mulai berpagutan lagi dan lagi. Kubelai pangkal lengannya yang
terbuka. Kubuka telapak tanganku sehingga jempolku bisa menggapai permukaan
dadanya sambil membelai pangkal lengannya.
Bibirku
kini turun menyapu lehernya seiring telapak tanganku meraup payudaranya. Nuri
menggeliat bagai cacing kepanasan terkena terik mentari. Suara rintihan
berulang kali keluar dari mulutnya di saat lidahku menjulur menikmati lehernya
yang jenjang. “Om….” Nuri memegang tanganku yang sedang meremas payudaranya
dengan penuh napsu. Bukan untuk mencegah, karena dia membiarkan tanganku
mengelus dan meremas payudaranya yang montok.
”Ri, aku ingin melihat
payudaramu”, ujarku sambil mengusap bagian puncak payudaranya yang
menonjol.
Dia
menatapku. Nuri akhirnya membuka tank top ketatnya di depanku. Aku
terkagum-kagum menatap payudaranya yang tertutup oleh BH berwarna hitam.
Payudaranya begitu membusung, menantang, dan naik turun seiring dengan desah
nafasnya yang memburu. Sambil berbaring Nuri membuka pengait BH-nya di
punggungnya. Punggungnya melengkung indah. Aku menahan tangan Nuri ketika dia
mencoba untuk menurunkan tali BH-nya dari atas pundaknya. Justru dengan keadaan
BH-nya yang longgar karena tanpa pengait seperti itu membuat payudaranya
semakin menantang.
“payudaramu bagus,
Ri”, aku mencoba mengungkapkan keindahan pada tubuhnya.
Perlahan
aku menarik turun cup BH-nya. Mata Nuri terpejam. Perhatianku terfokus ke
putingnya yang berwarna kecoklatan. Lingkarannya tidak begitu besar sedang
ujungnya begitu runcing dan kaku. Kuusap putingnya lalu kupilin dengan
jemariku. Nuri mendesah. Mulutku turun ingin mencicipi payudaranya.
“Egkhh..” rintih Nuri
ketika mulutku melumat putingnya.
Kupermainkan
dengan lidah dan gigiku. Sekali-sekali kugigit putingnya lalu kuisap kuat-kuat
sehingga membuat Nuri menarik rambutku. Puas menikmati payudara yang sebelah
kiri, aku mencium payudara Nuri yang satunya yang belum sempat kunikmati.
Rintihan-rintihan dan desahan kenikmatan keluar dari mulut Nuri. Sambil
menciumi payudara Nuri, tanganku turun membelai perutnya yang datar, berhenti
sejenak di pusarnya lalu perlahan turun mengitari lembah di bawah perut Nuri.
Kubelai pahanya sebelah dalam terlebih dahulu sebelum aku memutuskan untuk
meraba Memeknya yang masih tertutup oleh celana jeans ketat yang dikenakan
Nuri.
Aku
secara tiba-tiba menghentikan kegiatanku lalu berdiri di samping dipan. Nuri
tertegun sejenak memandangku, lalu matanya terpejam kembali ketika aku membuka
jeans warna hitamnya. Aku masih berdiri sambil memandang tubuh Nuri yang
tergolek di dipan, menantang. Kulitnya yang tidak terlalu putih membuat mataku
tak jemu memandang. Perutnya begitu datar. Celana jeans ketat yang dipakainya
telihat terlalu longgar pada pinggangnya namun pada bagian pinggulnya begitu
pas untuk menunjukkan lekukan pantatnya yang sempurna. Puas memandang tubuh
Nuri, aku lalu membaringkan tubuhku disampingnya. Kurapikan untaian rambut yang
menutupi beberapa bagian pada permukaan wajah dan leher Nuri. Kubelai lagi
payudaranya.
Kucium
bibirnya sambil kumasukkan air liurku ke dalam mulutnya. Nuri menelannya.
Tanganku turun ke bagian perut lalu menerobos masuk melalui pinggang celana
jeans Nuri yang memang agak longgar. Jemariku bergerak lincah mengusap dan
membelai selangkangan Nuri yang masih tertutup CDnya. jari tengah tanganku
membelai permukaan CDnya tepat diatas Memeknya, basah. Aku terus mempermainkan
jari tengahku untuk menggelitik bagian yang paling pribadi tubuh Nuri. Pinggul
Nuri perlahan bergerak ke kiri, ke kanan dan sesekali bergoyang untuk
menetralisir ketegangan yang dialaminya.
aku
menyuruh Nuri untuk membuka celana jeans yang dipakainya. Tangan
kanan
Nuri berhenti pada permukaan kancing celananya. Nuri lalu membuka kancing dan
menurunkan reitsliting celana jeansnya. CD hitam yang dikenakannya begitu mini
sehingga jembut keriting yang tumbuh di sekitar Memeknya hampir sebagian keluar
dari pinggir CDnya. Aku membantu menarik turun celana jeans Nuri. Pinggulnya
agak dinaikan ketika aku agak kesusahan menarik celana jeans Nuri. Akupun
melepas celana pendekku. Posisi kami kini sama-sama tinggal mengenakan CD.
Tubuhnya semakin seksi saja. Pahanya begitu mulus. Memang harus kuakui tubuhnya
begitu menarik dan memikat, penuh dengan sex appeal. Kami berpelukan. Kutarik
tangan kirinya untuk menyentuh kontol ku dari luar CD ku. “Oh..” Nuri menyentuh
kontol ku yang tegang.
“Kenapa, Ri?” tanyaku.
Nuri tidak menjawab, malah melorotkan CD ku. Langsung kontol ku
yang panjangnya kira-kira 18 cm serta agak gemuk dibelai dan digenggamnya.
Belaiannya begitu mantap menandakan Nuri juga begitu piawai dalam urusan yang
satu ini.
“Tangan kamu pintar juga ya, Ri,”´ ujarku sambil memandang
tangannya yang mengocok kontol ku.
“Ya, mesti dong!” jawabnya sambil cekikikan.
“Om sama Fifine semalem maen berapa kali?” tanyanya sambil terus
mengurut-urut kontol ku.
“Kamu sendiri semalem maen berapa kali sama Erick?” aku malah
balik berrtanya.
Mendapat pertanyaan seperti itu entah kenapa nafsuku tiba-tiba
semakin liar. Nuri akhirnya bercerita kalau Erick napsu sekali tadi malem
menggeluti dia. Mau berapa kali Arif meminta, Nuri pasti melayaninya. Mendengar
perjelasan begitu jari-jariku masuk dari samping CD langsung menyentuh bukit
Memek Nuri yang sudah basah. Telunjukku membelai-belai i tilnya sehingga Nuri
keenakan.
“Kamu biasa ngisep kan, Ri?” tanyaku. Nuri tertawa sambil
mencubit kontol ku. Aku meringis.
“Kalo punya om mana bisa?” ujarnya.
“Kenapa memangnya?” tanyaku penasaran.
“Nggak muat di mulutku,” selesai berkata demikian Nuri langsung
tertawa kecil.
“Kalau yang dibawah,
gimana?” tanyaku lagi sambil menusukkan jari tengahku ke dalam Memeknya.
Nuri
merintih sambil memegang tanganku. Jariku sudah tenggelam ke dalam liang
Memeknya. Aku merasakan Memeknya berdenyut menjepit jariku. Ugh, pasti nikmat
sekali kalau kontol ku yang diurut, pikirku. Segera CD nya kulepaskan.
Perlahan
tanganku menangkap payudaranya dan meremasnya kuat. Nuri meringis. Diusapnya
lembut kontol ku keras banget. Tangannya begitu kreatif mengocok kontol ku
sehingga aku merasa keenakan. Aku tidak hanya tinggal diam, tanganku
membelai-belai payudaranya yang montok. Kupermainkan putingnya dengan jemariku,
sementara tanganku yang satunya mulai meraba jembut lebat di sekitar Memek
Nuri. kuraba permukaan Memek Nuri. Jari tengahku mempermainkan i tilnya yang
sudah mengeras. kontol ku kini sudah siap tempur dalam genggaman tangan Nuri,
sementara Memek Nuri juga sudah mulai mengeluarkan cairan kental yang kurasakan
dari jemari tanganku yang mengobok-obok Memeknya. Kupeluk tubuh Nuri sehingga
kontol ku menyentuh pusarnya.
Tanganku
membelai punggung lalu turun meraba pantatnya yang montok. Nuri membalas
pelukanku dengan melingkarkan tangannya di pundakku. Kedua telapak tanganku
meraih pantat Nuri, kuremas dengan sedikit agak kasar lalu aku menaiki
tubuhnya. Kaki Nuri dengan sendirinya mengangkang. Kuciumi lagi lehernya yang
jenjang lalu turun melumat payudaranya. Telapak tanganku terus membelai dan
meremas setiap lekuk dan tonjolan pada tubuh Nuri. Aku melebarkan kedua pahanya
sambil mengarahkan kontol ku ke bibir Memeknya. Nuri mengerang lirih. Matanya
perlahan terpejam. Giginya menggigit bibir bawahnya untuk menahan laju
birahinya yang semakin kuat. Nuri menatap aku, matanya penuh nafsu seakan
memohon kepadaku untuk memasuki Memeknya.
”Aku ingin
mengentotmu, Ri” bisikku pelan, sementara kepala kontol ku masih menempel di
belahan Memek Nuri.
Kata
ini ternyata membuat wajah Nuri memerah. Nuri menatapku sendu lalu mengangguk
pelan sebelum memejamkan matanya. aku berkonsentrasi penuh dengan menuntun
kontol ku yang perlahan menyusup ke dalam Memek Nuri.
Terasa
seret, memang, nikmat banget rasanya. Perlahan namun pasti kontol ku membelah
Memeknya yang ternyata begitu kencang menjepit kontol ku. Memeknya begitu licin
hingga agak memudahkan kontol ku untuk menyusup lebih ke dalam. Nuri memeluk
erat tubuhku sambil membenamkan kuku-kukunya di punggungku hingga aku agak
kesakitan. Namun aku tak peduli.
“Om, gede banget,
ohh..” Nuri menjerit lirih.
Tangannya
turun menangkap kontol ku. “Pelan om”. Soalnya aku tahu pasti ukuran kontol
Erick tidaklah sebesar yang kumiliki. Akhirnya kontol ku terbenam juga di dalam
Memek Nuri. Aku berhenti sejenak untuk menikmati denyutan-denyutan yang timbul
akibat kontraksi otot-otot dinding Memek Nuri. Denyutan itu begitu kuat
sampai-sampai aku memejamkan mata untuk merasakan kenikmatan yang begitu
sempurna. Kulumat bibir Nuri sambil perlahan-lahan menarik kontol ku untuk
selanjutnya kubenamkan lagi. Aku menyuruh Nuri membuka kelopak matanya. Nuri
menurut. Aku sangat senang melihat matanya yang semakin sayu menikmati kontol
ku yang keluar masuk dari dalam Memeknya.
“Aku suka Memekmu, Ri.. Memekmu masih rapet” ujarku sambil
merintih keenakan. Sungguh, Memek Nuri enak sekali.
“Kamu enak kan, Ri?” tanyaku lalu dijawab Nuri dengan anggukan
kecil. Aku menyuruh Nuri untuk menggoyangkan pinggulnya. Nuri langsung
mengimbangi gerakanku yang naik turun dengan goyangan memutar pada pinggangnya.
“Suka kontol ku, Ri?” tanyaku lagi. Nuri hanya tersenyum. kontol
ku seperti diremas-remas ditambah jepitan Memeknya.
“Ohh.. hh..” aku
menjerit panjang. Rasanya begitu nikmat.
Aku
mencoba mengangkat dadaku, membuat jarak dengan dadanya dengan bertumpu pada
kedua tanganku. Dengan demikian aku semakin bebas dan leluasa untuk
mengeluar-masukkan kontol ku ke dalam Memek Nuri.
Kuperhatikan
kontol ku yang keluar masuk dari dalam Memeknya. Dengan posisi seperti ini aku
merasa begitu jantan. Nuri semakin melebarkan kedua pahanya sementara tangannya
melingkar erat di pinggangku. Gerakan naik turunku semakin cepat mengimbangi
goyangan pinggul Nuri yang semakin tidak terkendali.
“Ri.. enak banget, kamu pintar deh.” ucapku keenakan.
“Nuri juga, om”,
jawabnya.
Nuri
merintih dan mengeluarkan erangan-erangan kenikmatan. Berulang kali mulutnya
mengeluarkan kata, “aduh” yang diucapkan terputus-putus. Aku merasakan Memek
Nuri semakin berdenyut sebagai pertanda Nuri akan mencapai puncak pendakiannya.
Aku juga merasakan hal yang sama dengannya, namun aku mencoba bertahan dengan
menarik nafas dalam-dalam lalu bernafas pelan-pelan untuk menurunkan daya
rangsangan yang kualami. Aku tidak ingin segera menyudahi permainan ini hanya
dengan satu posisi saja. Aku mempercepat goyanganku ketika kusadari Nuri hampir
nyampe. Kuremas payudaranya kuat seraya mulutku menghisap dan menggigit
putingnya. Kuhisap dalam-dalam.
“Ohh.. hh..
ooommmmmmmmmmm..” jerit Nuri panjang.
Aku
membenamkan kontol ku kuat-kuat ke Memeknya sampai mentok agar Nuri mendapatkan
kenikmatan yang sempurna. Tubuhnya melengkung indah dan untuk beberapa saat
lamanya tubuhnya kejang. Kepalaku ditarik kuat terbenam diantara payudaranya.
Pada saat tubuhnya menyentak-nyentak aku tak sanggup untuk bertahan lebih lama
lagi.
“Ri, aakuu.. keluaarr,
Ohh.. hh..” jeritku.
Nuri
yang masih merasakan orgasmenya mengunci pinggangku dengan kakinya yang
melingkar di pinggangku. Saat itu juga aku memuntahkan peju hangat dari kontol
ku. Kurasakan tubuhku bagai melayang. secara spontan Nuri juga menarik pantatku
kuat ke tubuhnya. Mulutku yang berada di belahan dada Nuri kuhisap kuat hingga
meninggalkan bekas merah pada kulitnya. Telapak tanganku mencengkram payudara
Nuri. Kuraup semuanya sampai-sampai Nuri kesakitan. Aku tak peduli lagi. Pejuku
akhirnya muncrat membasahi Memeknya. Aku merasakan nikmat yang tiada duanya
ditambah dengan goyangan pinggul Nuri pada saat aku mengalami orgasme. Tubuhku
akhirnya lunglai tak berdaya di atas tubuh Nuri. kontol ku masih berada di
dalam Memek Nuri. Nuri mengusap-usap permukaan punggungku.
“Nuri puas sekali di Entot om,” katanya. Aku kemudian mencabut
kontol ku dari Memeknya. Dari dalam Erick keluar sudah berpakaian lengkap.
“Pulang yuk Ri, sudah
sore”, ajaknya.
Aku masuk kembali ke
ruangan dimana Fifine ada di kamar mandi dan terdengar suara shower dikamar
mandi meyala. Aku bisa mendengarnya karena pintu kamar mandi tidak ditutup. Tak
lama kemudian, shower terdengar berhenti dan Fifine keluar hanya mengenakan
kancut dan tidak ber-bra. Ganti aku yg masuk ke kamar mandi, aku hanya
membersihkan tubuhku. Keluar dari kamar mandi, Fifine berbaring diranjang
dengan bertelanjang dada.
“Kenapa Fin, lemes ya di Entot Erick”, kataku.
“Lebih enak ml sama
om, kontol om lebih besar dan keras”, jawab Fifine seraya mengecup kontol ku
yang memang sengaja kubiarkan terbuka.
“Malem ini kita ngentot lagi ya om”. Hebat banget Fifine, gak
ada matinya. Pengennya di Entot terus.
“Ok aja, tapi sekarang kita cari makan dulu ya, biar ada tenaga
ngentot lagi nanti malem sampe Fifinie pingsan”, candaku sambil
berpakaian.
Fifine
pun mengenakan pakaiannya dan kita pergi mencari makan malem. Kembali ke rumah
sudah hampir tengah malem, tadi kita selain makan-makan juga dugem-an dulu.
Di
kamar kita langsung melepas pakaian masing-masing dan bergumul diranjang.
Tangan Fifine bergerak menggenggam kontol ku. Aku melenguh seraya menyebut
namanya. Aku meringis menahan remasan lembut tangannya pada kontol ku. Fifine
mulai bergerak turun naik menyusuri kontol ku yang sudah teramat keras.
Sekali-sekali ujung telunjuknya mengusap kepala kontol ku yang sudah licin oleh
cairan yang meleleh dari liangnya. Kembali aku melenguh merasakan ngilu akibat
usapannya. Kocokannya semakin cepat.
Dengan
lembut aku mulai meremas-remas payudaranya. Tangan Fifine menggenggam kontol ku
dengan erat. Putingnya kupilin2. Fifine masukan kontol ku kedalam mulutnya dan
mengulumnya. Aku terus menggerayang payudaranya, dan mulai menciumi
payudaranya. Napsuku semakin berkobar. Jilatan dan kuluman Fifine pada kontol
ku semakin mengganas sampai-sampai aku terengah-engah merasakan kelihaian
permainan mulutnya.
Aku membalikkan
tubuhnya hingga berlawanan dengan posisi tubuhku. Kepalaku berada di bawahnya
sementara kepalanya berada di bawahku. Kami sudah berada dalam posisi enam
sembilan! Lidahku menyentuh Memeknya dengan lembut. Tubuhnya langsung bereaksi
dan tanpa sadar Fifine menjerit lirih. Tubuhnya meliuk-liuk mengikuti irama
permainan lidahku di Memeknya. Kedua pahanya mengempit kepalaku seolah ingin
membenamkan wajahku ke dalam Memeknya. kontol ku kemudian dikempit dengan payudaranya
dan digerakkan maju mundur, sebentar.
Aku
menciumi bibir Memeknya, mencoba membukanya dengan lidahku. Tanganku mengelus
paha bagian dalam. Fifine mendesis dan tanpa sadar membuka kedua kakinya yang
tadinya merapat. Aku menempatkan diri di antara kedua kakinya yang terbuka
lebar. kontol kutempelkan pada bibir Memeknya. Kugesek-gesek, mulai dari atas
sampai ke bawah. Naik turun. Fifine merasa ngilu bercampur geli dan nikmat.
Memeknya
yang sudah banjir membuat gesekanku semakin lancar karena licin. Fifine
terengah-engah merasakannya. Aku sengaja melakukan itu. Apalagi saat kepala
kontol ku menggesek-gesek i tilnya yang juga sudah menegang.
“Om.?” panggilnya menghiba.
“Ya Fin”, jawabku sambil tersenyum melihatnya tersiksa.
“Cepetan..” jawabnya. Aku sengaja mengulur-ulur dengan hanya
menggesek-gesekan kontol. Sementara Fifine benar-benar sudah tak tahan lagi
mengekang birahinya.
“Fifine pengen banget
ngentot om!”, katanya.
Fifine
melenguh merasakan desakan kontol ku yang besar itu. Fifine menunggu cukup lama
gerakan kontol ku memasuki dirinya. Serasa tak sampai-sampai. Maklum aja,
selain besar, kontol ku juga panjang. Fifine sampai menahan nafas saat kontol
ku terasa mentok di dalam, seluruh kontol ku amblas di dalam. Aku mulai
menggerakkan pinggulnya pelan2. Satu, dua dan tiga enjotan mulai berjalan
lancar. Semakin membanjirnya cairan dalam Memeknya membuat kontol ku keluar
masuk dengan lancarnya. Fifine mengimbangi dengan gerakan pinggulnya. Meliuk
perlahan. Naik turun mengikuti irama enjotanku.
Gerakan
kami semakin lama semakin meningkat cepat dan bertambah liar. Gerakanku sudah
tidak beraturan karena yang penting enjotanku mencapai bagian-bagian peka di
Memeknya. Fifine bagaikan berada di surga merasakan kenikmatan yang luar biasa
ini. kontol ku menjejali penuh seluruh Memeknya, tak ada sedikitpun ruang yang
tersisa hingga gesekan kontol ku sangat terasa di seluruh dinding Memeknya.
Fifine merintih, melenguh dan mengerang merasakan semua kenikmatan ini. Fifine
mengakui keperkasaan dan kelihaianku di atas ranjang. Yang pasti Fifine
merasakan kepuasan tak terhingga ngentot denganku.
Aku
bergerak semakin cepat. kontol ku bertubi-tubi menusuk daerah-daerah
sensitivenya. Fifine meregang tak kuasa menahan napsuku, sementara aku dengan
gagahnya masih mengayunkan pinggulku naik turun, ke kiri dan ke kanan.
Erangannya semakin keras. Melihat reaksinya, aku mempercepat gerakanku. kontol
ku yang besar dan panjang itu keluar masuk dengan cepatnya. Tubuhnya sudah
basah bermandikan keringat. Aku pun demikian. Fifine meraih tubuhku untuk
didekap. Direngkuhnya seluruh tubuhku sehingga aku menindih tubuhnya dengan
erat. Fifine membenamkan wajahnya di samping bahuku. Pinggul nya diangkat
tinggi-tinggi sementara kedua tangannya menggapai pantatku dan menekannya kuat-kuat.
Fifine
meregang. Tubuhnya mengejang-ngejang. “OM!”, hanya itu yang bisa keluar dari
mulutnya saking dahsyatnya kenikmatan yang dialaminya nersamaku. Aku menciumi
wajah dan bibirnya. Fifine mendorong tubuhku hingga terlentang. Dia langsung
menindihku dan menciumi wajah, bibir dan sekujur tubuhku. Kembali diemutnya
kontol ku yang masih tegak itu. Lidahnya menjilati, mulutnya mengemut.
Tangannya mengocok-ngocok kontol ku. Belum sempat aku mengucapkan sesuatu,
Fifine langsung berjongkok dengan kedua kaki bertumpu pada lutut dan
masing-masing berada di samping kiri dan kanan tubuhku. Memeknya berada persis
di atas kontol ku. “Akh!” pekiknya tertahan ketika kontol ku dibimbingnya
memasuki Memeknya.
Tubuhnya
turun perlahan-lahan, menelan seluruh kontol ku. Selanjutnya Fifine bergerak
seperti sedang menunggang kuda. Tubuhnya melonjak-lonjak. Pinggulnya bergerak
turun naik.
“Ouugghh.. Fin.., luar
biasa!”
jeritku
merasakan hebatnya permainannya. Pinggulnya mengaduk-aduk lincah, mengulek liar
tanpa henti. Tanganku mencengkeram kedua payudaranya, kuremas dan
dipilin-pilin. Aku lalu bangkit setengah duduk. Wajah kubenamkan ke dadanya.
Menciumi putingnya. Kuhisap kuat-kuat sambil kuremas-remas. Kami berdua saling
berlomba memberi kepuasan. Kami tidak lagi merasakan panasnya udara meski kamar
menggunakan AC. Tubuh kami bersimbah peluh, membuat tubuh kami jadi lengket
satu sama lain. Fifine berkutat mengaduk-aduk pinggulnya. Aku menggoyangkan
pantatku. Tusukan kontol ku semakin cepat seiring dengan liukan pinggulnya yang
tak kalah cepatnya.
Permainan
kami semakin meningkat dahsyat. Sprei ranjang sudah tak karuan bentuknya,
selimut dan bantal serta guling terlempar berserakan di lantai akibat
pergulatan kami yang bertambah liar dan tak terkendali. Aku merasa pejuku udah
mau nyembur. Aku semakin bersemangat memacu pinggulku untuk bergoyang. Tak
selang beberapa detik kemudian, Fifine pun merasakan desakan yang sama. Fifine
terus memacu sambil menjerit-jerit histeris. Aku mulai mengejang, mengerang
panjang. Tubuhnya menghentak-hentak liar. Akhirnya, pejuku nyemprot begitu kuat
dan banyak membanjiri Memeknya. Fifine pun rasanya tidak kuat lagi menahan
desakan dalam dirinya. Sambil mendesakan pinggulnya kuat-kuat, Fifine berteriak
panjang saat mencapai puncak kenikmatan berbarengan denganku. Tubuh kami
bergulingan di atas ranjang sambil berpelukan erat.
“Om, Uenaaaaaakkkk!”
jeritnya tak tertahankan.
Fifine
lemas terkulai dan tak bergerak, dengan begitu banyak cairan lendir
berwarna putih disekitar memeknya entah tertidur atau pingsan. Tenagaku pun
terkuras habis dalam pergulatan yang ternyata memakan waktu hampir semalaman,
dan kulihat waktu hampir menunjukan jam setengah 6 pagi. Akhirnya akupun
tertidur kelelahan dengan memeluk Fifine erat-erat dari belakang.
0 komentar :
Posting Komentar