kali ini menceritakan kenekatan
mahasisiwi jual diri demi sebuah nilai. Sex yang dibarter dengan nilai
kelulusan UAS. Mahasiswi nakal ketemu dosen cabul, klop dah.. akhirnya
terjadilah hubungan mesum antara mahasiswi dengan dosen tersebut. Seperti apa cerita nya, simak berikut ini…
Kisah sex unikku ini terjadi
beberapa tahun yang lalu, tepatnya pada akhir semester 3. Saat itu adalah
detik-detik menjelang Ujian Akhir Semester (UAS). Seperti biasanya, beberapa
hari sebelum dimulainya UAS nama-nama mahasiswa yang tidak diperbolehkan ikut
ujian karena berbagai sebab seperti over absen, telat pembayaran, dsb tertera
di papan pengumuman di depan ruang TU fakultas. Hari itu diriku dibuat shock
dengan tercantumnya namaku di daftar cekal salah satu mata kuliah penting, 3
SKS pula.
Diriku sangat bingung disana tertulis absenku sudah empat kali,
melebihi batas maksimum tiga kali, apakah diriku salah menghitung, padahal di
agendaku setiap absenku kucatat dengan jelas diriku hanya tiga kali absen di
mata kuliah itu. Akupun complain masalah ini dengan dosen yang bersangkutan
yaitu Pak Qadar, seorang dosen yang cukup senior di kampusku, beliau berumur
pertengahan 40-an, berkacamata dan sedikit beruban, tubuhnya pendek kalau
dibanding denganku hanya sampai sedagu. Diajar olehnya memang enak dan mengerti
namun beliau agak cunihin, karena suka cari-cari kesempatan untuk mencolek atau
bercanda dengan mahasiswi yang cantik pada jam kuliahnya termasuk juga diriku
pernah menjadi korban kecunihinannya. Karena sudah senior dan menjabat kepala
jurusan, beliau diberi ruangan seluas 5×5 meter bersama dengan Bu Hany yang
juga dosen senior merangkap wakil kepala jurusan. Kuketuk pintunya yang terbuka
setelah seorang mahasiswa yang sedang bicara padanya pamitan. “Siang Pak !”
sapaku dengan senyum dipaksa “Siang, ada perlu apa ?” “Ini Pak, saya mau tanya
tentang absen saya, kok bisa lebih padahal dicatatan saya cuma tiga…” demikian
kujelaskan panjang lebar dan beliau mengangguk-anggukkan kepala mendengarnya.
Beberapa menit beliau meninggalkanku untuk ke TU melihat daftar absen lalu
kembali lagi dengan map absen di tangannya.
Ternyata setelah usut punya usut, diriku tertinggal satu
jadwal kuliah tambahan dan cerobohnya diriku juga lupa mencatatnya di agendaku.
Dengan memohon belas kasih diriku memelas padanya supaya ada keringanan atau
keringanan. “Aduhh…tolong dong pak, soalnya gak ada yang memberitahu saya
tentang yang tambahan itu, jadi saya juga gak tau pak, bukan salah saya semua
doDiang pak” “Tapi kan dik, anda sendiri harusnya tahu kalau absen yang tiga
sebelumnya anda bolos bukan karena sakit atau apa kan, seharusnya untuk
berjaga-jaga anda tidak absen sebanyak itu dong dulu” Beberapa saat diriku
tawar menawar dengannya namun ujung-ujungnya tetap harga mati, yaitu diriku
tetap tidak boleh ujian dengan kata lain diriku tidak lulus di mata kuliah
tersebut. Kata-kata terakhirnya sebelum diriku pamit hanyalah “Ya sudah lah
dik, sebaiknya anda ambil hikmahnya kejadian ini supaya memacu anda lebih rajin
di kemudian hari” dengan meletakkan tangannya di bahuku. Dengan lemas dan pucat
diriku melangkah keluar dari situ dan hampir bertabrakan dengan Bu Hany yang
menuju ke ruangan itu.
Dalam perjalanan pulang dimobil pun pikiranku masih kalut sampai
mobil di belakangku mengklaksonku karena tidak memperhatikan lampu sudah hijau.
Hari itu diriku habis 5 batang rokok, padahal sebelumnya jarang sekali diriku
mengisapnya. Diriku sudah susah-susah belajar dan mengerjakan tugas untuk mata
kuliah ini, juga nilai UTS ku 8,8, tapi semuanya sia-sia hanya karena ceroboh
sedikit, yang ada sekarang hanyalah jengkel dan sesal. Sambil tiduran diriku
memindah-mindahkan chanel parabola dengan remote, hingga sampailah diriku pada
chanel TV dari Taiwan yang kebetulan sedang menayangkan film semi. Terlintas di
pikiranku sebuah cara gila, mengapa diriku tidak memanfaatkan sifat cunihinnya
itu untuk menggodanya, diriku sendiri kan penggemar seks bebas. Cuma cara ini
cukup besar taruhannya kalau tidak kena malah diriku yang malu, tapi biarlah
tidak ada salahnya mencoba, gagal ya gagal, begitu pikirku.
Diriku memikirkan rencana untuk menggodanya dam menetapkan
waktunya, yaitu sore jam 5 lebih, biasanya jam itu kampus mulai sepi dan
dosen-dosen lain sudah pulang. Diriku cuma berharap saat itu Bu Hany sudah
pulang, kalau tidak rencana ini bisa tertunda atau mungkin gagal. Keesokan
harinya diriku mulai menjalankan rencanaku dengan berdebar-debar. Kupakai
pakaianku yang seksi berupa sebuah baju tanpa lengan berwarna biru dipadu
dengan rok putih menggantung beberapa senti diatas lutut, gilanya adalah
dibalik semua itu diriku tidak memakai bra maupun celana dalam. Tegang juga
rasanya baru pertama kalinya diriku keluar rumah tanpa pakaian dalam sama
sekali, seperti ada perasaan aneh mengalir dalam diriku. Birahiku naik
membayangkan yang tidak-tidak, terlebih hembusan AC di mobil semakin membuatku
bergairah, udara dingin berhembus menggelikitik kemaluanku yang tidak tertutup
apa-apa. Karena agak macet diriku baru tiba di kampus jam setengah enam,
kuharap Pak Qadar masih di kantornya. Kampus sudah sepi saat itu karena saat
menjelang ujian banyak kelas sudah libur, kalaupun masuk paling cuma untuk
pemantapan atau kuis saja. Diriku naik lift ke tingkat tiga. Seorang karyawan
dan dua mahasiswa yang selift denganku mencuri-curi pandang ke arahku, suatu
hal yang biasa kualami karena diriku sering berpakaian seksi cuma kali ini
bedanya diriku tidak pakai apa-apa di baliknya. Entah bagaimana reaksi mereka
kalau tahu ada seorang gadis di tengah mereka tidak berpakaian dalam, untungnya
pakaianku tidak terlalu ketat sehingga lekukan tubuhku tidak terjiplak.
Akupun sampai ke ruang beliau di sebelah lab. bahasa dan kulihat
lampunya masih nyala. Kuharap Bu Hany sudah pulang kalau tidak sia-sialah
semuanya. Jantungku berdetak lebih kencang saat kuketuk pintunya. “Masuk !”
sahut suara dari dalam “Selamat sore Pak !” “Oh, kamu Citra yang kemarin, ada
apa lagi nih ?” katanya sambil memutar kursinya yang menghadap komputer ke
arahku. “Itu…Pak mau membicarakan masalah yang kemarin lagi, apa masih ada
keringanan buat saya” “Waduh…kan bapak udah bilang dari kemarin bahwa tanpa
surat opname atau ijin khusus, kamu tetap dihitung absen, disini aturannya
memang begitu, harap anda maklum” “Jadi sudah tidak ada tawar-menawar lagi Pak
?” “Maaf dik, bapak tidak bisa membantumu dalam hal ini” “Begini saja Pak, saya
punya penawaran terakhir untuk bapak, saya harap bisa menebus absen saya yang
satu itu, bagaimana Pak ?” “Penawaran…penawaran, memangnya pasar pakai
tawar-menawar segala” katanya dengan agak jengkel karena diriku terus ngotot.
Tanpa pikir panjang lagi diriku langsung menutup pintu dan
menguncinya, lalu berjalan ke arahnya dan langsung duduk diatas meja tepat
disampingnya dengan menyilangkan kaki. Tingkahku yang nekad ini membuatnya
salah tingkah. Selagi Pak Qadar masih terbengong-bengong kuraih tangannya dan
kuletakkan di betisku. “Ayolah Pak, saya percaya bapak pasti bisa nolongin
saya, ini penawaran terakhir saya, masa bapak gak tertarik dengan yang satu
ini” godaku sambil merundukkan badan ke arahnya sehingga Pak Qadar dapat
melihat belahan payudaraku melalui leher bajuku yang agak rendah.
“Dik…kamu-kamu ini….edan juga…” katanya terpatah-patah karena gugup Wajahku
mendekati wajahnya dan berbisik pelan setengah mendesah : “Sudahlah Pak, tidak
usah pura-pura lagi, nikmati saja selagi bisa” Beliau makin terperangah tanpa
mengedipkan matanya ketika diriku mulai melepaskan kancing bajuku satu-persatu
sampai kedua payudaraku dengan puting pink-nya dan perutku yang rata terlihat
olehnya. Tanpa melepas pandangannya padaku, tangannya yang tadinya cuma
memegang betisku mulai merambat naik ke paha mulusku disertai sedikit remasan.
Kuturunkan kakiku yang tersilang dan kurenggangkan pahaku agar
beliau lebih leluasa mengelus pahaku. Dengan setengah berdiri beliau meraih
payudaraku dengan tangan yang satunya, setelah tangannya memenuhi payudaraku
Pak Qadar meremasnya pelan diiringi desahan pendek dari mulutku. “Dadamu bagus
juga yah dik, kencang dan montok” pujinya Beliau lalu mendekatkan mulutnya ke
arah payudaraku, sebuah jilatan menyapu telak putingku disusul dengan gigitan
ringan menyebabkan benda itu mengeras dan tubuhku bergetar. Sementara tangannya
yang lain merambah lebih jauh ke dalam rokku hingga akhirnya menyentuh pangkal
pahaku. Beliau berhenti sejenak ketika jari-jarinya menyentuh kemaluanku yang
tidak tertutup apa-apa “Ya ampun dik, kamu tidak pakai dalaman apa-apa ke sini
!?” tanyanya terheran-heran dengan keberanianku “Iyah pak, khusus untuk bapak…makanya
bapak harus tolong saya juga” Tiba-tiba dengan bernafsu Pak Qadar bentangkan
lebar-lebar kedua pahaku dan menjatuhkan dirinya ke kursi kerjanya.
Matanya seperti mau copot memandangi kemaluanku yang merah
merekah diantara bulu-bulu hitam yang lebat. Sungguh tak pernah terbayang
olehku diriku duduk diatas meja mekakangkan kaki di hadapan dosen yang
kuhormati. Sebentar kemudian lidah Pak Qadar mulai menjilati bibir kemaluanku
dengan rakusnya. Lidahnya ditekan masuk ke dalam kemaluanku dengan satu jarinya
mempermainkan klitorisku, tangannya yang lain dijulurkan ke atas meremasi
payudaraku. “Uhhh…!” diriku benar-benar menikmatinya, mataku terpejam sambil
menggigit bibir bawah, tubuhku juga menggelinjang oleh sensasi permainan lidah
beliau. Diriku mengerang pelan meremas rambutnya yang tipis, kedua paha mulusku
mengapit erat kepalanya seolah tidak menginginkannya lepas. Lidah itu bergerak
semakin liar menyapu dinding-dinding kemaluanku, yang paling enak adalah ketika
ujung lidahnya beradu dengan klitorisku, duhh…rasanya geli seperti mau ngompol.
Butir-butir keringat mulai keluar seperti embun pada sekujur tubuhku.
Setelah membuat vaginaku basah kuyup, beliau berdiri dan
melepaskan diri. Pak Qadar membuka celana panjang beserta celana dalamnya
sehingga ‘burung’ yang daritadi sudah sesak dalam sangkarnya itu kini dapat
berdiri dengan dengan tegak. Digenggamnya benda itu dan dibawa mendekati
vaginaku “Bapak masukin sekarang aja yah Dik, udah ga sabar nih” “Eiit…bentar
Pak, bapak kan belum ngerasain mulut saya nih, dijamin ketagihan deh” kataku
sambil meraih penisnya dan turun dari meja Kuturunkan badanku perlahan-lahan dengan
gerakan menggoda hingga berlutut di hadapannya. Penis dalam genggamanku itu
kucium dan kujilat perlahan disertai sedikit kocokan. Benda itu bergetar hebat
diiringi desahan pemiliknya setiap kali lidahku menyapunya. Sekarang kubuka
mulutku untuk memasukkan penis itu. Hhmm….hampir sedikit lagi masuk seluruhnya
tapi nampaknya sudah mentok di tenggorokanku. Boleh juga penisnya untuk seusia
beliau, walaupun tidak seperkasa orang-orang kasar yang pernah ML denganku,
miliknya cukup kokoh dan dihiasi sedikit urat, bagian kepalanya nampak seperti
cendawan berdenyut-denyut. Dalam mulutku penis itu kukulum dan kuhisap,
kugerakkan lidahku memutar mengitari kepala penisnya. Sesekali diriku melirik
ke atas melihat ekspresi wajah beliau menikmati seponganku.
Berdasarkan pengalaman, sudah banyak cowok kelabakan dengan oral
sex-ku, mereka biasa mengerang-ngerang tak karuan bila lidahku sudah beraksi
pada penis mereka, Pak Qadar pun termasuk diantaranya. Beliau mengelus-elus
rambutku dan mengelap dahinya yang sudah bercucuran keringat dengan sapu
tangan. Namun ada sedikit gangguan di tengah kenikmatan. Terdengar suara pintu
diketuk sehingga kami agak panik. Pak Qadar buru-buru menaikkan kembali
celananya dan meneguk air dari gelasnya. Diriku disuruhnya sembunyi di bawah meja
kerjanya. “Ya…ya…sebentar tanggung ini hampir selesai” sahutnya membalas suara
ketukan Dari bawah meja diriku mendengar beliau sudah membuka pintu dan
berbicara dengan seseorang yang diriku tidak tahu. Kira-kira tiga menitan
mereka berbicara, Pak Qadar mengucapkan terima kasih pada orang itu dan
berpesan agar jangan diganggu dengan alasan sedang lembur dan banyak pekerjaan,
lalu pintu ditutup. “Siapa tadi itu Pak, sudah aman belum ?” tanyaku setelah
keluar dari kolong meja “Tenang cuma karyawan mengantar surat ini kok, yuk
terusin lagi Dik” Lalu dengan cueknya diriku melepaskan baju dan rokku yang
sudah terbuka hingga telanjang bulat di hadapannya.
Diriku berjalan ke arahnya yang sedang melongo menatapi
ketelanjanganku, kulingkarkan lenganku di lehernya dan memeluknya. Dari
tubuhnya tercium aroma khas parfum om-om. Beliau yang memangnya pendek terlihat
lebih pendek lagi karena saat itu diriku mengenakan sepatu yang solnya tinggi.
Kudorong kepalanya diantara kedua gunungku, beliau pasti keenakan kuperlakukan
seperti itu. Tiba-tiba diriku meringis dan mendesis karena diriku merasakan
gigitan pada puting kananku, beliau dengan gemasnya menggigit dan mencupangi
putingku itu, giginya digetarkan pada bulatan mungil itu dan meninggalkan jejak
disekitarnya. Tangannya mengelusi punggungku menurun hingga mencengkram
pantatku yang bulat dan padat. “Hhmm…sempurna sekali tubuhmu ini dik, pasti
rajin dirawat ya” pujinya sambil meremas pantatku. Diriku hanya tersenyum kecil
menanggapi pujiannya lalu kubenamkan kembali wajahnya ke payudaraku yang
sebelah, beliaupun melanjutkan menyusu dari situ. Kali ini Pak Qadar menjilati
seluruh permukaannya hingga basah oleh liurnya lalu diemut dan dihisap
kuat-kuat. Tangannya dibawah sana juga tidak bisa diam, yang kiri meremas-remas
pantat dan pahaku, yang kanan menggerayangi vaginaku dan menusuk-nusukkan
jarinya di sana. Sebagai respon diriku hanya bisa mendesah dan memeluknya
erat-erat, darah dalam tubuhku semakin bergolak sehingga walaupun ruangan ini
ber-AC, keringatku tetap menetes-netes.
Mulutnya kini merambat naik menjilati leher jenjangku, beliau
juga mengulum leherku dan mencupanginya seperti Dracula memangsa korbannya.
Cupangannya cukup keras sampai meninggalkan bercak merah selama beberapa hari.
Akhirnya mulutnya bertemu dengan mulutku dimana lidah kami saling beradu dengan
liar. Lucunya karena Pak Qadar lebih pendek, diriku harus sedikit menunduk
untuk bercumbuan dengannya. Sambil berciuman tanganku meraba-raba
selangkangannya yang sudah mengeras itu. Setelah tiga menitan karena merasa
pegal lidah dan susah bernafas kami melepaskan diri dari ciuman. “Masukin aja
sekarang yah Pak…saya udah gak tahan nih” pintaku sambil terus menurunkan
resleting celananya. Namun belum sempat diriku mengeluarkan penisnya, Pak Qadar
sudah terlebih dulu mengangkat tubuhku. Wow, pendek-pendek gini kuat juga
ternyata, Pak Qadar masih sanggup menggendongku dengan kedua tangan lalu
diturunkan diatas meja kerjanya. Pak Qadar berdiri diantara kedua belah pahaku
dan membuka celananya, tangannya memegang penis itu dan mengarahkannya ke
vaginaku. Tangan kananku meraih benda itu dan membantu menancapkannya.
Perlahan-lahan batang itu melesak masuk membelah bibir vaginaku hingga tertanam
seluruhnya. “Ooohhh….!” desahku dengan tubuh menegang dan mencengkram bahu Pak
Qadar. “Sakit dik ?” tanyanya Diriku hanya menggeleng walaupun rasanya memang
agak nyeri, tapi itu cuma sebentar karena selanjutnya yang terasa hanyalah
nikmat, ya nikmat yang semakin memuncak.
Diriku tidak bisa tidak mendesah setiap kali beliau menggenjotku,
tapi diriku juga harus menjaga volume suaraku agar tidak terdengar sampai luar,
untuk itu kadang diriku harus menggigit bibir atau jari. Beliau semakin cepat
memaju-mundurkan penisnya, hal ini menimbulkan sensasi nikmat yang terus
menjalari tubuhku. Tubuhku terlonjak-lonjak dan tertekuk sehingga payudaraku
semakin membusung ke arahnya. Kesempatan ini tidak disia-siakan beliau yang
langsung melumat yang kiri dengan mulutnya dan meremas-remas yang kanan serta
memilin-milin putingnya. Tak lama kemudian diriku merasa dunia makin berputar
dan tubuhku menggelinjang dengan dahsyat, diriku mendesah panjang dan
melingkarkan kakiku lebih erat pada pinggangnya. Cairan bening mengucur deras
dari vaginaku sehingga menimbulkan bunyi kecipak setiap kali beliau menghujamkan
penisnya. Beberapa detik kemudian tubuhku melemas kembali dan tergeletak di
mejanya diantara tumpukan arsip-arsip dan alat tulis. Diriku hanya bisa
mengambil nafas sebentar karena beliau yang masih bertenaga melanjutkan ronde
berikutnya. Tubuhku dibalikkan telungkup diatas meja dan kakiku ditarik hingga
terjuntai menyentuh lantai, otomatis kini pantatku pun menungging ke arahnya.
Sambil meremas pantatku Pak Qadar mendorongkan penisnya itu ke
vaginaku. “Uuhh…nggghhh…!” desisku saat penis yang keras itu membelah bibir
kemaluanku. Dalam posisi seperti ini sodokannya terasa semakin keras dan dalam,
badanku pun ikut tergoncang hebat, payudaraku serasa tertekan dan bergesekan di
meja kerjanya. Pak Qadar menggenjotku semakin cepat, dengusan nafasnya bercampur
dengan desahanku memenuhi ruangan ini. Sebisa mungkin diriku menjaga suaraku
agar tidak terlalu keras, tapi tetap saja sesekali diriku menjerit kalau
sodokannya keras. Mulutku mengap-mengap dan mataku menatap dengan pandangan
kosong pada foto beliau dengan istrinya yang dipajang di sana. Beberapa menit
kemudian Pak Qadar menarik tubuh kami mundur beberapa langkah sehingga
payudaraku yang tadinya menempel dimeja kini menggantung bebas. Dengan begitu
tangannya bisa menggerayangi payudaraku. Pak Qadar kemudian mengajak ganti
posisi, digandengnya tanganku menuju sofa. Pak Qadar menjatuhkan pantatnya
disana, namun Pak Qadar mencegahku ketika diriku mau duduk, disuruhnya diriku
berdiri di hadapannya, sehingga kemaluanku tepat di depan wajahnya. “Bentar yah
Dik, bapak bersihin dulu punyamu ini” katanya seraya menempelkan mulutnya pada
kerimbunan bulu-bulu kemaluanku. “Sslluurrpp….sshhrrp” dijilatinya kemaluanku
yang basah itu, cairan orgasmeku diseruputnya dengan bernafsu.
Diriku mendesis dan meremas rambutnya sebagai respon atas
tindakannya. Vaginaku dihisapinya selama sepuluh menitan , setelah puas diriku
disuruhnya naik ke pangkuannya dengan posisi berhadapan. Kugenggam penisnya dan
kuarahkan ke lubangku, setelah rasanya pas kutekan badanku ke bawah sehingga
penis beliau tertancap pada vaginaku. Sedikit demi sedikit diriku merasakan
ruang vaginaku terisi dan dengan beberapa hentakan masuklah batang itu
seluruhnya ke dalamku. 20 menit lamanya kami berpacu dalam gaya demikian
berlomba-lomba mencapai puncak. Mulutnya tak henti-henti mencupangi payudaraku
yang mencuat di depan wajahnya, sesekali mulutnya juga mampir di pundak dan
leherku. Akupun akhirnya tidak tahan lagi dengan memuncaknya rasa nikmat di
selangkanganku, gerak naik turunku semakin cepat sampai vaginaku kembali
mengeluarkan cukup banyak cairan orgasme yang membasahi penisnya dan daerah
selangkangan kami. Semakin lama goyanganku semakin lemah, sehingga tinggal
beliau saja yang masih menghentak-hentakkan tubuhku yang sudah lemas di
pangkuannya. Belakangan beliau melepaskanku juga dan menyuruh menyelesaikannya
dengan mulut saja. Diriku masih lemas dan duduk bersimpuh di lantai di antara
kedua kakinya, kugerakkan tangan kananku meraih penisnya yang belum ejakulasi.
Benda itu, juga bulu-bulunya basah sekali oleh cairanku yang masih hangat.
Diriku membuka mulut dan mengulumnya. Seiring dengan tenagaku yang terkumpul
kembali kocokanku pun lebih cepat.
Hingga akhirnya batang itu semakin berdenyut diiringi suara
erangan parau dari mulutnya. Sperma itu menyemprot langit-langit mulutku,
disusul semprotan berikutnya yang semakin mengisi mulutku, rasanya hangat dan
kental dengan aromanya yang familiar denganku. Inilah saatnya menjajal teknik
menyepongku, diriku berkonsentrasi menelan dan mengisapnya berusaha agar cairan
itu tidak terbuang setetespun. Setelah perjuangan yang cukup berat akhirnya
sempotannya makin mengecil dan akhirnya berhenti sama sekali. Belum cukup puas,
akupun menjilatinya sampai bersih mengkilat, perlahan-lahan benda itu melunak
kembali. Pak Qadar bersandar pada sofa dengan nafas terengah-engah dan
mengibas-ngibaskan leher kemejanya. Setelah merasa segar kami kembali memakai
pakaian masing-masing. Pak Qadar memuji permainanku dan berjanji berusaha
membantuku mencari pemecahan masalah ini. Disuruhnya diriku besok datang lagi
pada jam yang sama untuk mendengar keputusannya. Ternyata ketika besoknya
diriku datang lagi keputusannya masih belum kuterima, malahan diriku kembali
digarapnya.
Rupanya Pak Qadar masih belum puas dengan pelayananku. Dan besok
lusanya yang kebetulan tanggal merah diriku diajaknya ke sebuah hotel melati di
daerah Tangerang. Disana diriku digarapnya setengah hari dari pagi sampai sore,
bahkan sempat diriku dibuat pingsan sekali. Luar biasa memang daya tahannya
untuk seusianya walaupun dibantu oleh suplemen pria. Namun perjuanganku
tidaklah sia-sia, ketika sedang berendam bersama di bathtub Pak Qadar
memberitahukan bahwa diriku sudah diperbolehkan ikut dalam ujian. “Kesananya
berusaha sendiri yah Dik, jangan minta yang lebih lagi, bapak sudah perjuangkan
hal ini dalam rapat kemarin” katanya sambil memencet putingku “Tenang aja Pak,
saya juga tahu diri kok, yang penting saya ga mau perjuangan saya selama ini
sia-sia” jawabku dengan tersenyum kecil Akhirnya akupun lulus dalam mata kuliah
itu walaupun dengan nilai B karena UAS-nya lumayan sulit, lumayanlah daripada
tidak lulus. Dan dari sini pula diriku belajar bahwa terkadang perjuangan itu
perlu pengorbanan apa saja.
0 komentar :
Posting Komentar